ORANG-orang bermata nanap memandang ke luar, merindukan cahaya,
udara, suara anak, isteri dan keluarga. Sementara Di Luar
orang-orang sibuk dalam kehidupan harian/Kemudian capek lantas
tertidur.
Itu cuwilan dari karya penyair Taufiq Ismail, Rasa Santun Yang
Tidur yang dimuat beberapa koran Jakarta akhir pekan lalu dalam
rangka Hari Kemanusiaan Sedunia 10 Desember. "Saya menulis puisi
itu karena rasa malu. Malu pada diri sendiri. Karena saya merasa
selama ini tidak pernah berbuat apa-apa untuk mereka yang
ditahan," kata Taufiq. Sajak itu menggambarkan masyarakat yang
terlupa memikirkan nasib mereka yang mendekam di tahanan.
Masyarakat yang "rasa santunnya tertidur."
Agaknya supaya tidak semuanya tertidur, Oktober lalu di Jakarta
terbentuk Himpunan Masyarakat Indonesia untuk Kemanusiaan.
Beberapa pemrakarsanya antara lain Ali Sadikin, Ny. SK Trimurti,
Ny. A. Yani, Adnan Buyung Nasution, Ny. Yos Soedarso, P.
Swantoro Adi Sasono, Baby Huwae, Indra K. Budenani, Rendra dan
Dipo Alam.
"Lembaga kemanusiaan seperti panti asuhan yatim piatu, tuna
netra dan sebagainya cukup banyak. Tapi hampir tidak pernah
ditemukan lembaga yang memperhatikan mereka yang terkena musibah
dikucilkan dari masyarakat ramai. Yang bermaksud menyantuni
mereka yang ditahan itu. Untuk itulah kita membentuk Yayasan
Humaika," kata Indra K. Budenani, bekas ketua DM UI, yang pernah
punya pengalaman ditahan.
Bukan Politis
Pengurus yayasan belum ada. Rencananya yayasan akan diresmikan
10 Desember lalu, tapi ditunda. Kegiatan sudah dimulai sejak
Oktober. Mula-mula dalam rangka Idul Adha. Melalui telepon
sana-sini berhasil dikumpulkan 27 kambing untuk para tahanan.
Juga 300 bingkisan berisi keperluan sehari-hari serta majalah
bekas. Ini dibagikan pada para tahanan, antara lain yang di LP
Gang Tengah, Nirbaya dan "Kampung Kuning".
"Bantuan itu semata-mata bersifat meringankan beban penderitaan
tanpa disertai usaha mencari salah benarnya penahanan atau
membebaskannya melalui upaya politik atau pendapat umum," kata
Adi Sasono, Direktur Lembaga Studi Pembangunan yang sementara
memimpin himpunan ini. Dengan lain kata himpunan ini bukan
politis tapi kemanusiaan. Soal yayasan yang belum diresmikan,
menurut Adi Sasono, "bisa dlselesaikan dengan akte notaris dalam
'5 menit' Tapi yang dianggap lebih penting adalah dukungan
masyarakat.
Menurut Humaika, upaya penyantunan kemanusiaan sebagai
perwujudan Pancasila, di samping dilakukan pemerintah, dapat dan
selayaknya juga dilakukan masyarakat. Karena itu himpunan ini
berusaha menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran terhadap
masalah kemanusiaan. Juga melakukan penyantunan kemanusiaan pada
mereka yang memerlukan, termasuk para tahanan dan keluarganya,
tanpa membedakan agama, keturunan, ras, keyakinan politik maupun
latar belakang sosial budaya.
Tahap pertama yang menjadi sasaran Humaika: para tahanan.
Menyusul kemudian para gelandangan dan kelompok lain yang
terlewat dari perhatian umum. Minat pada himpunan ini tampaknva
cukup besar. Anggotanya sudah mendekati 100 orang, belum
termasuk peminat dan penyumbang tetap.
Ditundanya peresmian yayasan ini agaknya menunggu tanggapan
masyarakat dan juga penguasa. Rupanya ini dilakukan untuk
menghindari "kecurigaan". "Yang jelas yayasan kami bukan untuk
tujuan politis," Adi Sasono menegaskan lagi.
Sepotong puisi mencoba menepuk bahu / Orang-orang /
Lambat-lambat / Mudah-mudahanlah ingat / Pada mereka yang
memandang ke luar / Dengan mata nanap itu. Begitulah sajak
Taufiq Ismail, yang pemuatannya di beberapa koran disponsori
oleh Humaika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini