Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Hardjantho Makin Penting

Kemelut PDI masih berlanjut. DPP-Sanusi yang mendapat izin rapat di Jl. Borobudur mensahkan keanggotaan MPP. Hardjantho diperkirakan akan terpilih sebagai Ketua Umum DPP-PDI yang akan datang. (nas)

16 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMELUT PDI memasuki minggu ketiga. Seperti tahun lalu, dalam kemelut kali ini pun mereka memperebutkan kantor DPP PDI Jalan Diponegoro, Jakarta. Tahun lalu Sanusi dkk berhasil tetap berkantor di sana. Usaha Djon Pakan, Wakil Sekjen yang pro Isnaeni, yang ketika itu merebut dengan kekerasan, gagal. Kali ini gantian Isnaeni dkk yang menguasai kantor tersebut. Sejak "dibebas-tugaskan" sebagai ketua DPP PDI, Isnaeni dan Sunawar hampir tiap hari berusaha muncul di gedung yang tampak kurang terpelihara itu. Baik tahun lalu maupun kali ini, pola perpecahan itu tetap. Yaitu di antara 9 orang anggota DPP yang berasal dari PNI. Sejak dulu sampai sekarang, sementara Parkindo dan Katolik berpihak pada Sanusi, Murba dan IPKI di belakang Isnaeni. Yang berbeda mungkin sikap Pemerintah. Bulan-bulan pertama perpecahan tahun lalu, Pemerintah bersikap 'membiarkan' kedua DPP jalan sendiri-sendiri. Tapi kali ini, sementara DPP-Sanusi diijinkan rapat di jalan Borobudur, DPP Isnaeni dilarang rapat di jalan Diponegoro. Rapat Borobudur memutuskan beberapa hal yang mendasar. Selain mensahkan keputusan "pembebas-tugasan" Isnaeni-Sunawar, rapat juga mensahkan keanggotaan MPP (Majelis Permusyawaratan Pimpinan), lembaga tertinggi di bawah kongres yang bertugas menyiapkan materi kongres. Panitia Kongres pun disahkan dengan Hardjantho Sumodisastro sebagai ketua pelaksana. Kongres direncanakan Pebruari 1979, yang menurut sebuah sumber "sedapat mungkin di Bali." Adanya DPD dan DPC kembar di beberapa tempat pun akan diselesaikan pula, dengan prioritas DPD PDI Jakarta Raya. Soal ini diserahkan pula kepada Hardjantho Sumodisastro, Ketua Kelompok Kerja DPP PDI Bidang Organisasi. Melihat peranan yang semakin penting itu, santernya bisik-bisik bahwa Hardjantho akan "ditampilkan" sebagai ketua umum DPP PDI dalam kongres II PDI mendatang, semakin jelas. Isnaeni sendiri, dalam konperensi pers DPP PDI-nya di hotel Kartika Chandra Rabu 29 Nopember lalu secara tak langsung ada menyinggung peranan Hardjantho. Ia nyeletuk: "Bagaimana mungkin orang bisa memimpin partai kalau sudah sibuk mengurus 10 perusahaan." Diduga Hardjantho yang ia maksud. Sebab beberapa hari kemudian kepada wartawan Hardjantho mengaku mengurus beberapa perusahaan, "tapi tidak benar sampai 10 buah," katanya. Hardjantho, 51 tahun, dalam Kongres PNI di Bandung 1966 dikenal sebagai salah seorang tokoh muda yang berusaha menengahi konflik PNI A-Su dan Osa-Usep, kemudian muncul sebagai Bendahara II dalam DPP PNI waktu itu. Dalam kemelut PDI tahun lalu memihak Isnaeni, kini ia di belakang Sanusi. Pernah menjadi ketua Legiun Veteran RI, Hardjantho kini dikenal sebagai pengusaha besar yang antara lain memimpin PT Panca Tunggal di Gondangdia Lama dan PT Statomer di Wisma Nusantara. Sejak tahun lalu ia pernah dikabarkan sebagai calon ketua umum DPP PDI. Sesudah penyelesaian konflik PDI 6 Januari 1978, ia tampil sebagai Ketua Fraksi PDI di DPR. Siapa Gembel? Hardjantho ternyata tidak sendirian. Seperti dua pihak yang saling bertengkar, ia pun membawa beberapa kawan. Dan tentu saja juga menghendaki jabatan strategis, misalnya pimpinan DPD PDI Jakarta Raya. Kata Ipik Asmasubrata, ketua DPD PDI Jakarta Raya yang pro Isnaeni beberapa hari lalu. Hardjantho juga berusaha memasukkan Gembel dalam kepengurusan DPD PDI Jakarta Raya. Siapa Gembel? Nama lengkapnya Gembel Soedijono, bekas anggota Tentara Pelajar Brigade XVII Surakarta. Ia antara lain kini memimpin dua perusahaan PT Rimba Tirta Emas dan PT Dirodo Gajah Eilm. Anggota PNI Jakarta Selatan yang pernah mengetuai Kesatuan Buruh Marhaenis basis Perhotelan ini juga berperan penting dalam Kongres PNI di Semarang, 1970, yang ketika itu terkenal dengan adanya "campur tangan pemerintah." Gembel sendiri mengakui, ketika itu ia adalah salah seorang formatir bersama tokoh PNI lainnya Hardjanho, Sunawar, Karundeng. "Banyak cabang-cabang dari kedua DPD PDI Jakarta Raya yang menawarkan apakah saya bersedia menjadi pimpinan DPD," kata Gembel Senin lalu di rumahnya di Cilandak. Katanya pula, mereka sudah 2 kali rapat di rumah Gembel. Tapi bagi Gembel sendiri, "saya bersedia kalau memang dicalonkan dan terpilih." Dengan kata lain, "saya tidak mau didrop tapi harus melalui prosedur." Dan katanya lagi, "DPD dan DPC kembar harus segera bersatu." Kapan penyelesaiannya? "Pokoknya sebelum kongres, harus sudah beres," tambahnya. Tapi sampai minggu lalu kericuhan itu belum juga beres. Bahkan muncul kasus baru. Selembar fotokopi beredar. Fotokopi surat keputusan DPP PDI yang ditandatangani ketua DPP PDI Hardjantho dan sekjen Sabam Sirait itu menyebut "pembebas-tugasan Usep Ranawidjaja dari segala jabatan dan keanggotaan PDI." Tapi ternyata palsu. Pihak DPP PDI-Sanusi kemudian menyerahkan persoalannya kepada Polri. Sepintas lalu orang bisa menuduh kelompok Isnaeni sebagai pelaku pemalsuan itu, mengingat Usep, salah seorang ketua DPP PDI, termasuk salah seorang yang dianggap sering tak serasi tapi tidak dibebas-tugaskan oleh Sanusi. Tapi kepada TEMPO, akhir pekan lalu Isnaeni menuduh justru Hardjantholah yang berbuat itu. Kemelut PDI tampaknya juga membuat Presiden Soeharto prihatin. Sehari setelah Sanusi mengumumkan "pembebas-tugasan" Isnaeni-Sunawar, Presiden memanggil Roeslan Abdulgani, bekas tokoh PNI yang kini menjadi Ketua Tim P7 (Penasihat Presiden untuk Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Menurut sebuah sumber, Roeslan diminta pendapatnya mengenai masa depan PDI. Kabarnya Roeslan kasih resep perlu regenerasi dan sesudah itu rekonsiliasi alias kerukunan kembali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus