Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Ini Alasan Jokowi Batal Terapkan Lagi PSSB dan Pilih Penebalan PPKM Mikro

Menghidupkan lagi PSBB sempat menjadi pilihan untuk menekan laju penyebaran Covid. Namun, pemerintah memilih penebalan PPKM Mikro. Apa Alasannya?

30 Juni 2021 | 05.53 WIB

Anggota satuan tugas penanganan COVID-19 bersama Polisi menggantungkan makanan di pagar rumah warga yang menjalani isolasi mandiri di kawasan Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa 22 Juni 2021. Pemerintah setempat menerapkan isolasi mandiri Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala Mikro dikarenakan 37 warga Jalan Warakas 5 Gang 6 RT 007 RW 09, Kelurahan Warakas, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara terkonfrimasi positif COVID-19 setelah menghadiri pesta pernikahan. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Perbesar
Anggota satuan tugas penanganan COVID-19 bersama Polisi menggantungkan makanan di pagar rumah warga yang menjalani isolasi mandiri di kawasan Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa 22 Juni 2021. Pemerintah setempat menerapkan isolasi mandiri Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala Mikro dikarenakan 37 warga Jalan Warakas 5 Gang 6 RT 007 RW 09, Kelurahan Warakas, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara terkonfrimasi positif COVID-19 setelah menghadiri pesta pernikahan. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dikabarkan sempat mewacanakan penerapan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti di awal pandemi Covid-19. Rencana itu batal karena alasan ekonomi. Pemerintah akhirnya memilih pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau penebalan PPKM Mikro.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Mengutip Majalah Tempo edisi 26 Juni 2021, dua pejabat yang mengetahui proses pengambilan keputusan penebalan PPKM bercerita, sebenarnya ada usul dari pemerintah daerah agar pemerintah kembali menerapkan PSBB.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X sempat mewacanakan akan me-lockdown provinsinya. Namun, pemerintah menolak menerapkan lagi PSBB karena akan mengganggu target pertumbuhan ekonomi 7 persen di kuartal kedua 2021.

Sumber yang sama menuturkan persoalan ekonomi memang menjadi alasan utama pemerintah memilih opsi penebalan PPKM Mikro. Opsi karantina wilayah tidak diambil karena akan membebani keuangan negara. Pejabat itu mencontohkan, karantina wilayah DKI Jakarta saja membutuhkan biaya hingga Rp 500 miliar per hari. Biaya cukup banyak karena pemerintah harus membiaya seluruh kebutuhan masyarakat.

Alasan itu yang membuat Sultan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan PSBB tak mungkin diterapkan. “Uang habis untuk keperluan beli masker dan alat perlindungan diri,” kata Ridwan dikutip dari Majalah Tempo. Sementara Sultan menganulir ucapannya. “Saya enggak kuat disuruh membiayai rakyat se-Yogyakarta,” kata dia.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir mengakui besarnya biaya yang harus dikeluarkan pemerintah jika mengambil kebijakan PSBB. “Cost-nya sangat mahal,” kata dia Rabu, 23 Juni 2021. Dia mencontohkan akibat pandemi dan penerapan PSBB, pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2020 merosot hingga minus 5,32 persen.

Pengambilan kebijakan penebalan PPKM Mikro mendapat kritik dari epidemiolog, hingga anggota DPR. Epidemiolog Pandu Riono mengatakan kondisi pandemi tidak pernah akan berakhir jika PSBB tak diterapkan.

Wakil Ketua Komisi Kesehatan DPR Charles Honoris mengatakan PSBB perlu dilakukan agar virus tidak menjalar ke wilayah lain. Ia menila penerapan PPKM belum optimal dan berpotensi menumbangkan sistem kesehatan akibat penularan yang tak terbendung.

Saat ini, Indonesia mengalami peningkatan jumlah penderita Covid-19 hingga mencapai lebih dari 20 ribu orang per hari. Dengan perkembangan yang mengkhawatirkan itu, Presiden Jokowi dikabarkan akan mengumumkan PPKM Darurat dalam waktu dekat.

Seorang sumber di Kementerian Kesehatan mengatakan skenario pembatasan darurat ini mirip PSBB. Salah satunya, masih mengizinkan perjalanan luar daerah. "Namun dengan syarat sudah divaksin dan PCR," kata sumber ini pada Selasa, 29 Juni 2021.

Sumber tadi menuturkan, kebijakan ini diambil melihat kasus Covid-19 di Indonesia yang terus naik. Dalam sepekan terakhir saja, rekor penambahan kasus harian terus terjadi, hingga puncaknya menembus angka lebih dari 21 ribu pada 27 Juni 2021. Sejumlah daerah pun menjadi klaster besar. Seperti di Kudus, Bangkalan, dan Bandung. Kebijakan PPKM Darurat akan lebih ketat ketimbang Penebalan PPKM Mikro.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus