Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto membeberkan isi pertemuan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang berlangsung kemarin, Senin, 16 Juli 2018. Menurut Hasto, Megawati dan Airlangga membahas pemilihan presiden 2019 dan sejumlah hal strategis lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PDIP dan Golkar menyepakati dukungan kepada Joko Widodo sebagai calon presiden yang akan diusung di pilpres 2019. "Mengenai calon wakil presiden, kedua ketua umum partai bersepakat akan membahasnya dengan Presiden Jokowi," kata Hasto melalui keterangan tertulis, Selasa, 17 Juli 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertemuan Megawati dan Airlangga itu berlangsung di rumah Megawati, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. Hasto datang pada pertemuan itu. Turut hadir Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus, dan Ketua Bidang Politik dan Keamanan DPP PDIP Puan Maharani.
Hasto mengatakan, PDIP menghargai aspirasi kader Golkar yang menginginkan Airlangga menjadi cawapres Jokowi. Dia menganggap wajar jika setiap partai menginginkan ketua umumnya menempati posisi strategis untuk kaderisasi kepemimpinan.
"PDI Perjuangan sangat memahami apabila Golkar mencalonkan Pak Airlangga untuk mendampingi Pak Jokowi, sebab hal itu merupakan cita-cita setiap partai untuk mendorong kadernya. Namun hal itu akan dibicarakan bersama," kata Hasto.
Hasto merujuk pengalaman PDIP sebelumnya saat Megawati juga didorong menjadi calon presiden pada pilpres 2014. Namun, ujar Hasto, Megawati mendengarkan aspirasi rakyat dan memberikan mandat dengan mencalonkan Jokowi.
Hasto menceritakan bahwa pertemuan Megawati dan Airlangga berlangsung selama dua jam. Hal-hal mendasar lain yang dibahas kedua ketua umum itu di antaranya adalah usul Airlangga agar tim kerja dibentuk untuk mengkaji amandemen dan memperjuangkan agar MPR berwenang menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Airlangga mengatakan bahwa Golkar masih memiliki banyak politikus senior yang bisa membantu mengkajinya.
Menurut Hasto, Megawati menanggapi serius usul itu. Megawati mengatakan bahwa pola pembangunan semesta di era Presiden Soekarno perlu dipelajari kembali. "Pola Pembangunan Semesta harus dipelajari kembali dan ditangkap ruhnya sebagai haluan negara yang menjabarkan Pancasila agar Indonesia berdaulat, berdikari, dan berkebudayaan,” kata Megawati sebagaimana dikutip Hasto Kritiyanto.