Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

INS Bukan Sekolah

Institut nasional syafei tempat pendidikan ketrampilan didirikan 31 oktober 1926. memerlukan dana, tetapi tak dapat memungut biaya tinggi dari siswa. kebanyakan siswa berasal dari keluarga miskin. (pdk)

20 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

tidak ada pilihan lain kecuali sebuah kampus INS baru dengan semangat lama: kepercayaan pada diri sendiri (Taufik Ismail) KESAN dan harapan penyair Taufik lsmail yang datang ke PalabihanKayutanam 28 Maret 1971 merupakan lantangan bagi pimpinan Ruang Pendidik INS (RP-INS) Abdul Hamid dan para alumni. Pada tanggal 31 Oktoher kemarin INS (dulu singkatan dari Indonesisch Nederlandsche School -- sekarang Institut Nasional Syafie) sudah berusia 50 tahun. Pimpinan INS dan alumninya telah menjadi tua. Mereka datang ke Palabihan menghadiri hari jadi almamater dengan segala kerentaan diri dan semangat perjuangan yang lindap. Tapi RP-INS di tahun 1976 ini tidak dapat dianggap tua. Kehadiran INS di tengah-tengah masyarakat terputus-putus karena dua musibah besar yaitu "bumi-hangus" tahun 1948 dan"bumiangkat" 1958. Pada tahun 1967 pendiri INS Engku Sjafei mulai kembali merambah semak-belukar dari komplek Palabihan. Tetapi ia hanya bisa menyaksikan kelahiran INS yang ketiga-kalinya selama dua tahun. Tahun 1969 ia meninggal dunia dan dimakamkan di sebelah makam ibundanya Andung Chalidjah di tengah-tengah kampus INS. Pesantren? Pimpinan RP-INS yang melanjutkan usaha Sjafei untuk mengasuh Ruang Pendidikan yang "lahir kembali" ini adalah Abdul Hamid. Sampai tahun 1976 ini bangunan yang dapat dipulihkan di atas tanah seluas 18 hektar itu baru 3100 M2, sedangkan pada tahun 1937 luas bangunan INS sudah meliputi 5000 M2. Menurut Engku Hamid sampai sekarang RP-INS masih dalan "tahap-rehabilitasi". Yang dipulihkan bukan saja bangunan dan fasilitas. tetapi juga integritas. Dalam keadaan seperti sekarang Ruang Pendidik ini masih lemah dalam banyak hal. Malahan eksistensinya dipersoalkan bukan saja oleh orang di luar RP-INS tapi juga oleh para alumni yang telah tua-renta, nyinyir dan lebih banyak mengganggu dari pada menolong. Barangkali karena ihwal seperti ini, pada tanggal 31 Oktober baru lalu dalam upacara yang diadakan dekat pusara pendirinya Mohammad Sjafei dan Andung Chalidjah, Engku Hamid menjelaskan apa itu INS. Kata Hamid, sudah banyak nama julukan yang diberikan untuk INS. Ada yang menamakan Sekolah Liar, Sekolah Anak Nakal Sekolah Tukang, Sekolah Gambar dan Musik, Sekolah Menganyam dan Tanah Liat dan Sekolah Mesin. Akhir-akhir ini ada pula yang menamakan Sekolah Kerja dan malahan memasukkan INS ke dalam jenis pesantren. Pokoknya orang menganggap INS sebuah sekolah dan ini dianggap Pimpinan RP-INS keliru, karena tidak memahami masalah yang konsepsionil, kata Hamid. "Sekolah", tutur Abdul Hamid, "hanya menitik-beratkan penguasaan pelajaran sampai batas tertentu, tetapi pendidikan menyiapkan anak didik untuk menjadi pribadi yang relatif siap untuk terjun dan berkembang dalam kehidupan masyarakat sesungguhnya". Atas dasar pengertian inilah maka Pimpinan INS itu dengan gamblang mengatakan: "INS bernama Ruang Pendidik, bukan Sekolah". Pelanjut Sjafei ini juga merasa perlu menjernihkan pengertian tentang kegiatan pekerjaan tangan di Ruang Pendidik INS. INS menyatu-padukan pendidikan umum dengan ketrampilan "bukanlah sekolah kejuruan". Ketrampilan yang diberikan di INS tidak merupakah vocational training, tetapi manual work. Ia merupakan alat yang tak dapat dipisahkan, bukan pelengkap. Hamid mengibaratkan manual work sebagai jari-tangan dari tubuh manusia, sedangkan vocational training sebagai pensil atau pisau yang jadi pelengkap tangan. Kesulitan Terus Menerus Dengan menoleh pada bekas-bekas murid INS yang berasal dari daerah Kayutanam dan sekitarnya kebanyakan tidak meninggalkan kampungnya, tetapi meneruskan usaha orang tua mereka di bidang pertanian dan pertukangan, maka Hamid tidak cermas anak-didik INS akan menjadi orang asing dalam masyarakatnya. Malahan ia yakin anak-didik itu akan menjadi generasi baru "yang lebih terdidik" dan sekaligus "mencegah urbanisasi". Meskipun Ruang Pendidik INS telah punya konsep pendidikan yang jelas untuk menghadapi perkembangan masyarakat dan telah pula mendidik anak-anak sesuai dengan konsep itu, namun kesulitan yang serius tetap menghadang. Yaitu kesulitan keuangan yang terus menerus. Ruang Pendidik ini memerlukan biaya besar, tetapi di samping itu harus tenggang-rasa dalam memungut biaya-pendidikan dari siswa-siswanya yang kebanyakan berasal dari keluarga miskin. Dalam ruangan pameran diperagakan hasil-hasil dari manual work INS mulai dari perabot, anyaman, keramik sampai benda-benda souvenir yang bahannya ada di lingkungan INS. Tentang mutu dan disain "telah memenuhi selera modern" komentar Zulharrmans Ketua PWI Jaya yang hadir pada hari jadi INS tersebut bersama rombongan Dirjen Radio TV dan Film drs. Sumadi yang datang mewakili Menpen Mashuri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus