KETIKA penyanyi Waljinah dan Enni Kusrini mengalunkan langgam
Jawa Turi-turi Putih, puluhan lelaki berikat kepala udeng dan
berpakaian hitam-hitam berjingkat. Dan Presiden Soeharto, yang
menyaksikan orang-orang berjoget itu, tersenyum-senyum.
Itulah luapan kegembiraan para petani dari Desa Yosomulyo,
Kecamatan Gambiran Banyuwangi, Ja-Tim, ketika 26 Juli diundang
Presiden Soeharto ke Istana Negara. Mereka adalah kelompok
pemenang intensifikasi khusus (Insus) musim tanam 1980. "Saking
gembiranya, tanpa sadar saya berjoget di istana," ujar Sampan
Endo Sasmito, seorang di antara petani itu.
Dari 123 orang anggota kelompok Karya Tani ini hanya Sugeng (55
tahun) yang berhalangan datang karena sakit di perjalanan.
Mereka didampingi 50 orang petugas berbagai instansi. Semua
ongkos perjalanan dengan kereta api ditanggung pemerintah.
Bahkan masing-masing dapat uang saku Rp 15.000 dan pakaian tiga
stel.
Sebelum kembali ke kampung halaman, dari Jakarta mereka harus
mampir di Surabaya. Gubernur Jawa Timur, Soenandar Prijosudarmo
menjamu mereka. Dengan wajah masih pucat dan jalan
tertatih-tatih karena belum sembuh benar dari sakitnya,
Soenandar memaksakan diri hadir di tengah mereka. Itulah pertama
kali sejak dua bulan lalu Soenandar keluar dari rumahnya karena
sakit ginjal.
"Di desa, kami tidak akan mengadalian perayaan," ujar Sampan,
sekretaris kelompok Karya Tani. Setelah 10 hari meninggalkan
desanya, sejumlah hadiah mereka bawa pulang. Dari Presiden
tabanas Rp 5 juta dan sebuah Toyota Hiace Dari Gubernur Jawa
Timur sapi 20 ekor. Dari Bupati Banyuwangi dua buah radio
kaset, dua mesin blouwer dan sebuah pesawat TV.
Dari nilai ideal insus 100, kelompok ini meraih angka 94. Di
Desa Yosomulyo sendiri ada 16 kelompok insus yang juga
dilombakan di tingkat desa. Kebetulan kelompok Karya Tani yang
paling luas hamparan sawahnya, 99 ha, dan paling banyak
anggotanya, 123 orang. Menurut Sampan, 50% anggotanya memiliki
sawah lebih dari 1 ha. Beberapa orang bahkan memiliki 2 ha.
"Hanya sedikit yang punya 0,25 ha," ujar Sampan.
Regu Kerja
Sebagaimana umumnya desa-desa, di Banyuwangi, pemilikan sawah di
Yosomulyo masih tergolong luas. Daerah ini, seperti dikatakan
Bupati Slamet Soeharto SH adalah kabupaten yang paling jarang
penduduknya di Jawa Timur. "Kalau kabupaten lain rata-rata
600 orang/kmÿFD, di Banyuwangi 273 jiwa/ kmÿFD," kata Slamet Soeharto.
Ada empat segi yang dinilai dalam insus ini: kekompakan regu,
penerapan Panca Usaha Tani, pelembagaannya dengan KUD dan jumlah
produksi. Jumlah produksi kelompok Karya Tani sendiri tidak
terlalu istimewa untuk ukuran Ja-Tim. Yakni 11,9 ton/ha.
Di kelompok ini pemilik sawah tidak mengerjakan sawahnya
sendiri, tapi dilakukan oleh regu kerja. Para anggota regu kerja
mendapat bawon (pembagian hasil) 1/5 dari hasil panen. "Dengan
demikian pemilik yang luas sawahnya hanya 0,25 ha tidak
dirugikan," ujar Sampan.
70% Jawa Timur
Bawon itu sebagian (2%) disisihkan untuk lumbung. Sejak
dilaksanakannya insus empat tahun lalu, sudah ada 10 ton gabah
tersimpan di lumbung. Sampan sendiri, sekretaris kelompok ini,
hanya sawah 1,5 ha. Istrinya punya 1 ha. Pernah kuliah di UGM
sampai tingkat IV, kini ia juga mengajar di SMP Katolik Santa
Maria Genteng, 7 km dari Jesanya.
Desa Yosomulyo 41 km arah barat daya Banyuwangi, luasnya 2.076
ha dengan penduduk 7.177 jiwa. "Kira-kira 10% penduduknya adalah
buruh tani," ujar Kepala Desa Yosomulyo, Sugeng, 55 tahun.
Peserta lomba insus tahun ini, semuanya 180.000 orang dari 17
provinsi. Hampir 70% berasal dari Jawa Timur dengan areal sawah
52.444 ha. Menurut Gubernur Soenandar hasil pengadaan pangan
Ja-Tim tahun ini yang bisa mencapai 673.000 ton sebagian karena
semakin luasnya insus tadi. "Padahal kita perkirakan tahun ini
hanya bisa dapat beras 200.000 ton. Berarti lipat tiga kali,"
tambahnya.
Banyuwangi sendiri merupakan gudang beras nomor satu di Ja-Tim.
Tahun ini mengumpulkan 131.000 ton beras. Dan di kabupaten ini
terdapat sekitar 300 kelompok Insus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini