Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Islam, minus indonesia

Festival dunia islam dan konferensi islam international berlangsung di london. dari indonesia hadir moh. natsir, mulyanto dan taufik ismail. tapi indonesia tak mengirim benda budayanya ke sana. (ag)

22 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI London, sebuah acara yang menarik sedang berlangsung sampai akhir Juni mendatang. Itulah Festival Dunia Islam, dibuka sejak 3 April yang lalu. Pada hari yang sama dimulai pula Konperensi Islam Internasional di tempat yang sama, selama 10 hari. (diselenggarakan oleh Islamic Council of Europe (ICE) yang juga bekerjasama dengan penyelenggara Festival (World of Islam Festival Trust). Dari Indonesia Moh. Natsir sebagai Wakil Presiden Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Sedunia) dan Ketua Dewan Da'wah Islamiah Indonesia, dan Dr. Mulyanto dari Departemen Agama, datang sebagai utusan Konperensi. Sebagai peninjau Festival, Departemen Agama meminta Taufiq Ismail, itu penyair dan Ketua Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta, untuk tinggal selama 1 1/2 bulan di sana mulai pertengahan Mei kemarin. Menarik karena kedua peristiwa tersebut menyita halaman-halaman berbagai koran di Inggeris khususnya--sesudah soal pemilinan Perdana Menteri baru menyusul pengunduran diri PM Wilson dan merosotnya nilai poundstering. Perhatian terutama tertuju ke istana Buckingham ketika Ratu Elizabeth II membuka Festival di gedung Royal Albert di hadapan lebih 7.000 pengunjung - pada saat Pangeran Muhammad Al-Faisal membuka Konperensi di gedung Royal Commonwealth Society dengan hadirin yang melebihi kapasitas 1.000 kursi. Konperensi itu sendiri adalah konperensi internasional pertama dari ICE, yang di tahun-tahun depan direncanakan akan diadakan di kota-kota Eropa terutama di mana pusat-pusat Islam kuat. Sedang Festival tersebut merupakan kegiatan kebudayaan yang sedikit banyak, menurut The Times, London, "telah mengubah image dunia Islam" - yang selama ini hanya diasosiasikan dengan 'minyak, politik dan permadani'. Cuma 1,5 Milyar Jauh lebih besar dari Festival Kesenian Islam di Munich, 1910, yang hanya diisi koleksi-koleksi pribadi dari Jerman dan Rusia, Festival kali ini antara lain mengetengahkan 1O buah pameran besar, antara lain: naskah-naskah Qur'an dari abad ke abad dan pameran auditif berbagai langgam bacaan (lagu) berikut kaligrafi (lihat box), arsitektur dan seni rupa dunia Islam, ilmu dan teknologi sepanjang sejarah Islam, pameran instrumen dan pergelaran musik, pameran seni lukis muslimin (khususnya India). Termasuk dalam rangkaian Festival adalah seminar dari para orientalis Inggeris dan Timur Tengah tentang agama, sastra, ilmu dan kesenian dunia Islam. Radio BBC sendiri, juga seksi Indonesia, setiap Ahad mulai 1 Mei menyiarkan ceramah dari para ahli berbagai bangsa tentang salah-satu topik di atas. Juga televisi Inggeris. Mengambil tempat di lima buah museum, lima buah galeri ditambah Commonwealth Institute, Festival mendatangkan lebih 2.000 benda dari 250 koleksi dan perpustakaan di 30 negara: Eropa, Asia, Afrika dan Amerika Serikat. Berapakah biaya seluruh kegiatan itu? Diusahakan selama tujuh tahun, ongkos keseluruhan dinyatakan cuma dibawah Rp 1,5 milyar. Jumlah tersebut seluruhnya datang dari negeri muslim. Tidak termasuk ke dalamnya ongkos perjalanan penyelidikan para sarjana dimulai sejak 1973--biaya itu dipergunakan misalnya untuk pengangkutan seluruh benda pameran ke Inggeris, penerbitan delapan buah buku (tiga di antaranya berwarna) dan pembuatan enam buah film 30 menit (yang sekarang diborong semua oleh BBC). Seluruh kegiatan itu didalangi oleh Paul Keeler. Ia seorang impresario yang jatuh cinta berkat studinya tentang kesenian Islam. Ia kemudian membentuk sebuah dewan di bawah pimpinan Sir Harold Beely, bekas Duta Besar Inggeris di Kairo. Otak kegiatan itu sendiri menyatakan bahwa Festival sudah dirancang jauh sebelum boom minyak. Maksudnya, motif yang mendorongnya semata-mata kebudayaan dan ilmu, dan bukan politik. "Skema yang kita rancangkan untuk sebuah festival tepat waktunya dengan keadaan, ketika Eropa tiba-tiba begitu ingin mengerti peradaban lain tidak lewat kacamata Eropa sendiri seperti selama ini". Dengan kata lain keperluan yang mendorongnya adalah keperluan Eropa, meskipun pun akhirnya juga berarti kepentingan Islam. Dan hal itu bisa difaham. Seperti ditulis Caroline Moorehead dalam The Time tentang Inggeris misalnya, sebenarnya tidak ada kekurangan apapun sehubungan dengan dunia keilmuan di negeri itu. Bahkan ada tradisi yang menghargai pengetahuan tentang Islam, seperti juga tentang dunia Arab. Tapi, jenis kesarjanaan yang terakhir ini hanya sedikit ditempuh. Dan itulah alasan tambahan bagi para penyelenggara Festival. Indonesia Adapun di antara acara yang diharap akan sangat populer untuk anak-anak (lebih dari 800 sekolah di London, sebelum pameran dibuka sudah menyatakan minat) adalah pameran ilmu & teknolagi di Science Museum London. Antara lain, rekonstruksi jam air dari duniaIslam 600--700 tahun yang lalu, dengan ukuran panjang dan tinggi 4 x 4 meter. Di seksi yang lain, satu koleksi dari kesusastraan Muslim Cina, misalnya, yang secara aneh berada di New York, juga dipertunjukkan di situ. Tetapi sebagian besar subyek pameran itu berhenti sampai abad 16. Dan hanya beberapa di antaranya berlanjut ke abad 18. Boleh dibilang tak ada kesenian atau kesusastraan modern diperagakan. Hal ini, menurut para organisator, selain di satu pihak karena mereka harus membatasi diri, di pihak lain disebabkan oleh kenyataan bahwa pelahiran Islam di zaman yang akhir lebih banyak bersangkut-paut dengan politik. Meski begitu hasil penting yang dinyatakan mengesankan adalah sebuah usaha saling-pengertian baru dalam dunia kesarjanaan: kerjasama konkrit antara sarjana-sarjana Eropa dan sarjana-sarjana Islam untuk sebuah acara tentang Islam. Ini mungkin juga cukup penting bila diingat bahwa selama ini kata 'orientalis', bagi telinga dunia Islam, mempunyai konotasi tidak baik. Festival itu sendiri, meskipun resminya ditutup pada 30 Juni mendatang, beberapa pamerannya akan berlangsung terus hingga Juli (seni rupa Islam dan permadani Iran). Bahkan pameran ilmu & teknologi di Science Museum serta pameran instrumen dan pergelaran musik akan berlangsung terus di Horniman Museum sampai 30 September. Dari Agustus 1976 sampai Oktober 1977, sebagian pameran akan dikelilingkan ke Durham, Bristol, Brighton, Sheffield dan Edinburg. Memang belum semua negeri Islam turut serta dalam keramaian ini. Indonesia. negeri-negeri Asia Tenggara lain, dan Afrika sebelah selatan Sahara, hampir-hampir tidak diwakili dalam Festival ini -- dan dinyatakan karena alasan "waktu dan uang". Sedang Turki, yang sama sekali tidak meminjamkan benda apapun, memang melarang koleksinya dibawa ke luar. Akan hal Indonesia, diketahui bahwa surat undangan dari London sebenarnya sudah masuk ke sini beberapa bulan sebelum Festival dibuka.Konon kepada pihak yang dianggap paling kompeten: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Tapi entah kenapa, Indonesia tidak jadi tampil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus