Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jalan Pintas Untuk Kaya

Mickey mouse, mesin komputer untuk hiburan telah berkembang menjadi alat judi. Pemerintah telah merazia permainan itu. Toto Singapura yang disiarkan the New Straits Times & acara cepat tepat di TV.

20 Oktober 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ATEK menggebrak mesin seperti teve itu. "Coin," teriaknya kesal setelah mesin yang dipencetnya mati. Seorang petugas menghampiri dan menerima segepok uang yang dikeluarkan Atek dari saku celananya. "Enam belas, dua ratus," kata petugas itu lagi. Maksudnya, mesin nomor 16 memesan 200 coin, yang bernilai Rp 200.000. Seorang petugas lantas memberi Atek 200 coin dengan tambahan 10% bonus. Petugas pencatat coin di sampingnya menuliskan "dua kali dobel' di kertas yang dipegangnya. Artinya, tiap coin - yang biasanya cuma Rp 100 - dijadikan bernilai Rp 1.000. Dengan lincah, jari Atek menari-nari diatas tujuh tombol di depan layar semacam teve itu. Secepat itu pula, tidak lebih dari empat menit, coin-nya sebanyak 220 lenyap dari layar. Artinya, si pemain telah kalah Rp 200.000 lagi. Kurang dari tiga jam bermain "cuat-cuit" di depan komputer Mickey Mouse - nama mesin penyedot uang itu - tidak kurang dari Rp 500.000 ludes dari kantung Atek. Nasib sama dialami Hery di lantai V gedung Winopac, kawasan Kota, Minggu lalu. Hanya empat jam, sejak pukul 18.00, ia kalah Rp 600.000 melawan mesin Mickey Mouse. Bahkan Aciu, pernah kalah Rp 2 juta dalam waktu tujuh jam. "Setiap pemain pasti kalah berhadapan dengan mesin komputer Mickey Mouse," kata Fredy, seorang penyanyi Ibu Kota kepada TEMPO sambil memencet tombol "lawan" mainnya. Permainan yang kini dihebohkan itu sebenarnya muncul sejak awal tahun ini. Winopac saja mengoperasikan 36 unit Mickey Mouse - 16 buah di antaranya disegel yang berwajib karena tidak punya izin operasi. Mesin serupa juga dioperasikan di beberapa tempat yang sebagian besar bertuliskan amusement centre atau coffee house. Misalnya: Alpacino (20), Istana (25), Las Vegas (15), Chackra (20), dan Borsalino (15). Menurut SK Gubernur 2061/1984, permainan semacam itu dibatasi hanya sejumlah 1.500 unit untuk Jakarta, termasuk jenis dingdong. Kenyataannya, konon, mesin komputer yang suka menyedot duit pemainnya itu telah mencapai sekitar 2.000 unit. Mesin untuk hiburan itu rupanya telah berkembang menjadi alat judi. Karena itu, sampai pekan lalu, pihak Polda Metro Jaya telah menyegel 251 unit. Bahkan, kata kepala Biro Humas Pemda DKI S. Soedarsin, izin permainan Mickey Mouse akan dicabut bila mesin hiburan itu menjurus ke perjudian. Rata-rata izin operasi akan berakhir November 1984 atau Februari 1985. Tindakan pertama, menurut Gubernur DKI R. Soeprapto, tidak diperbolehkan ada izin baru pengoperasian mesin semacam itu. Pemda DKI juga akan menyegel atau menyitanya bila jumlahnya melebihi yang diizinkan. Pemda DKI sendiri selama ini memperoleh pendapatan sekitar Rp 29 juta per bulan dari pajak Mickey Mouse itu. Pelarangan judi semacam itu, sebenarnya, bukan hal baru. Larangan berjudi pernah dicanangkan 1 April 1981. Beberapa tempat judi untuk black jack, rolet, dan bakarat misalnya Petak IX di Kota, Copacabana di Ancol - kasino di lantai II Jakarta Theatre, dan Lotto Fair di Krekot pernah menjadi surga penjudi. Bahkan, beberapa kota sempat memkmati pendapatan yang mengalir dari meja judi. Jakarta, misalnya, 1980/1981 memperoleh sekitar Rp 10,2 milyar pendapatan dan pajak judi Surabaya, di tahun yang sama, menyedot pendapatan sekitar Rp 4,5 milyar atau 22% dari APBD. Tentu saja, larangan judi secara nasional yang diamanatkan Presiden Soeharto ketika mengantarkan RAPBN 1981/1982 itu serta merta disambut di berbagai tempat di tanah air. Agaknya, selang beberapa saat, larangan itu mulai kendur. Perjudian - dengan diam-diam mulai tumbuh lagi. Awal tahun ini, misalnya, aparat keamanan Jawa Barat berhasil menggerebek tempat perjudian di Jalan Gadog, Cipanas. Sementara itu, alat berjudi bukan cuma meja rolet atau kartu domino. Sejak September 1983, di Bandung misalnya telah beredar judi buntut yang bersumber pada "Toto Singapura", yang disiarkan koran The New Straits Times tiap hari Kamis dan Minggu. Hadiah pertama, cocok empat angka, sebesar 2.000 kali tiga angka terakhir sama, 500 kali dan dua angka cocok, 60 kali. Awal Desember, polisi menangkap Ny. Rose sebagai bandar utama berikut 32 orang bandar lainnya dan pengecer. Hukuman telah dijatuhkan. walau tidak terlalu berat. Larangan dan penggerebekan dilancarkan di berbagai daerah. Tetapi, Minggu siang lalu, Atot masih juga mengetuk pintu tiga kali sebuah rumah mewah di Setrasari, Bandung. Maksudnya, tiada lain, ia ingin menyetorkan uang sekitar Rp 2 juta hasil penarikan "Toto Singapura" yang jatuh pada hari Minggu lalu. Ia mengaku mempunyai subagen yang tersebar dari Lembang sampai Subang. Tiap agen, katanya, mendapatkan bonus 10% dari setoran. Di Pontianak, judi buntut dilakuhan dengan menebak jumlah nilai yang dikumpulkan ketiga peserta acara Cepat Tepat asuhan T. Arjono di teve. Acara buat menguji pengetahuan umum para pelajar itu jadi arena judi pedagang, ibu rumah tangga, dan pelajar sendiri. Karena acara seminggu sekali itu sebelum disiarkan direkam dulu, banyak yang berusaha menelepon Jakarta, mencari tahu jumlah angka itu lebih dulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus