Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jalan Tengah Mengatur Tembakau

DPR melaju membahas RUU Pertembakauan. Pemerintah menyiapkan opsi lain untuk menghadangnya.

19 Juni 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DEWAN Perwakilan Rakyat kian percaya diri membahas Rancangan Undang-Undang Pertembakauan. Setelah terbit surat Presiden Joko Widodo yang menugasi para menteri membahas rancangan tersebut, mereka langsung membentuk panitia khusus pada 31 Mei lalu.

Panitia ini dipimpin Firman Subagyo, politikus Partai Golkar yang menjadi penyokong utama RUU tersebut. Menurut Firman, panitia yang ia pimpin sudah dua kali menggelar rapat membahas jadwal-jadwal kerja untuk memuluskan rancangan ini. "Kami hidupkan lagi kunjungan-kunjungan kepada pemangku kepentingan," katanya Rabu pekan lalu.

Para pemangku kepentingan itu antara lain petani tembakau di Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Tiga provinsi itu paling banyak dihuni petani tembakau, yang totalnya sekitar 600 ribu orang, yang menggantungkan hidup pada daun tabaco ini.

Kunjungan-kunjungan itu pernah dilakukan DPR periode 2009-2014 saat mereka berusaha memasukkan RUU tersebut. Upaya itu gagal karena ditolak masyarakat dan pemerintah. Pada DPR periode sekarang, para politikus ini kembali memasukkan RUU itu kendati diprotes karena diduga menyelundup ke Program Legislasi Nasional tanpa disertai naskah akademik.

Dalam sidang paripurna pada Januari lalu, para pengusung RUU ini sukses menggalang dukungan memasukkan rancangan tersebut ke Program Legislasi dan mengirimkannya kepada Presiden. Lama tak membalas kiriman itu, Jokowi akhirnya setuju membahasnya dengan menugasi Menteri Kesehatan dan Menteri Perindustrian sebagai pemimpin tim pemerintah.

Sementara Jokowi setuju membahas, anak buahnya di kementerian terbelah. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan pemerintah tetap pada pendiriannya bahwa RUU Pertembakauan belum diperlukan. Surat presiden itu, menurut dia, hanya tanggapan karena tak ada instrumen tata negara menolak kiriman rancangan undang-undang dari DPR.

Dengan kata lain, pemerintah akan menolak membahas rancangan tersebut. Menurut Oke, pemerintah memprioritaskan sektor lain untuk ditangani ketimbang hanya mengurusi tembakau. "Hasilnya tidak merepresentasikan kebutuhan semua karena hanya menyangkut kepentingan petani tembakau," ujarnya.

Untuk menjembatani keinginan DPR mengatur tembakau dan sikap pemerintah yang menolaknya, Kementerian Perdagangan sedang menyiapkan aturan untuk menengahinya. "Kami sedang membuat aturan penyerapan tembakau lokal," kata Oke.

Peraturan itu akan mewajibkan industri rokok nasional menyerap tembakau lokal hingga habis sebelum memakai tembakau impor. "Tak boleh ada selembar pun tembakau dari negeri ini yang tidak terserap," ujar Oke.

Menurut Oke, peraturan menteri ini sejalan dengan Pasal 33 RUU Pertembakauan. Di situ ada ketentuan bahwa dalam memproduksi tembakau, industri rokok harus menyerap minimal 80 persen tembakau lokal. Setelah habis, mereka diizinkan mengambil lewat impor dengan maksimal 20 persen dari kebutuhannya.

Dengan aturan tersebut, pemerintah berharap DPR melunak dengan menghentikan pembahasan RUU Pertembakauan karena substansinya telah diakomodasikan dalam aturan tersebut. "Sehingga kami tak perlu mengirim daftar inventarisasi masalah karena akan mengajukan aturan ini," kata Oke.

Komisi Nasional Pengendalian Tembakau mendukung jalan tengah ini. Komisi ini berisi para dokter dan praktisi kesehatan, juga pengacara, yang menolak rokok dan tembakau diatur secara khusus dengan undang-undang karena menggerus aturan-aturan perlindungan kesehatan. "Sudah selayaknya RUU Pertembakauan ditolak," ucap Ketua Komisi Prijo Sidipratomo.

Menurut Prijo, pemerintah juga harus serius mengendalikan konsumsi rokok. Untuk itu, dia berharap ada langkah lain buat mengurangi jumlah perokok di Indonesia. "Solusi yang paling efektif dan berdampak langsung terhadap pengurangan prevalensi perokok adalah menaikkan tarif cukai rokok sehingga harganya semakin mahal," kata Prijo.

Bukan hanya Komisi yang menyambut positif jalan tengah itu, Firman Subagyo pun setuju.

Menurut dia, DPR bisa saja menghentikan pembahasan rancangan itu karena pemerintah mengatur perlindungan petani tembakau secara khusus. "Ini bisa menjadi jalan tengah perdebatan soal tembakau," ujarnya.

Panitia khusus akan mengundang pemerintah membahas RUU ini setelah Lebaran atau pertengahan Juli nanti. Di forum itu, Dewan akan mendengarkan sikap resmi menteri utusan Presiden Joko Widodo. "Kami optimistis akan ada solusi berupa regulasi alternatif," kata Firman. "Pertembakauan ini harus diatur, apa pun bentuk aturannya."

Firman menyodorkan alasan klise mendukung aturan tembakau: melibatkan petani, industri, pendapatan negara, dan tenaga kerja. Setiap tahun industri rokok menyumbang cukai lebih dari Rp 100 triliun, kendati biaya pengobatan penyakit yang disebabkan oleh asap rokok tiga kali lipat dari penerimaan negara tersebut.

Pengaturan tembakau mulai memantik kontroversi setelah terbit Undang-Undang Kesehatan pada 2009. Undang-undang itu sempat diwarnai penghapusan ayat yang menyebut tembakau sebagai zat adiktif yang harus diawasi distribusi dan produksinya oleh anggota DPR. Akibat undang-undang itu, iklan rokok dilarang tayang, juga ada peringatan kesehatan di bungkusnya.

Firman mengatakan tak akan berhenti memperjuangkan aturan tembakau. Jika tak berhasil tahun ini, ia akan melakukannya tahun depan. "Begitu seterusnya, sampai pemerintah sadar," ujarnya.

Gadi Makitan, Ahmad Faiz


Sudah Diatur di Tempat Lain

SALAH satu alasan yang dikemukakan pemerintah untuk menolak Rancangan Undang-Undang Pertembakauan adalah adanya pasal-pasal dalam RUU ini yang sebenarnya sudah diatur dalam ketentuan lain. Misalnya aturan soal dana bagi hasil cukai dan iklan rokok. "Akan menjadi redundant," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Ini contoh pasal yang sudah diatur dalam peraturan lain.

Pasal 42-44
-Isi: Penetapan cukai hasil tembakau dan alokasi dana bagi hasil cukai tembakau

Aturan yang sudah ada:
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.07/2016 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai

Pasal 47-55
Isi: Larangan penjualan ke anak di bawah umur, pengaturan iklan, promosi, dan sponsor, serta kawasan tanpa rokok

Aturan yang sudah ada:
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus