Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Janur Kelapa, Untuk Mawas Diri

Menjelang munas II Golkar, dewan pembina pusat menganggap Golkar belum menjadi kekuatan sospol yang mandiri dan bersifat kerakyatan dan terlampau mengandalkan pada bantuan ABRI & aparat pemerintah.(nas)

21 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BENDERA, spanduk dan penjor janur kelapa menghiasi jalan sepanjang lapangan terbang Ngurah Rai, Denpasar sampai Pertamina Cottages di Kuta. Konperensi internasional? Bukan. Semuanya itu untuk manyambut Munas (Musyawarah Nasional) Golkar ke II, 20 -- 25 Oktober yang akan dibuka oleh Presiden Suharto. Diperkirakan sekitar 1500 orang akan hadir. Peserta seluruhnya 1067 orang dari 26 propinsi, sisanya peninjau dari Timor Timur, rombongan dari Jakarta serta undangan. Untuk bisa menampung mereka, ruangan Puri Bunga Pertamina Cottage yang berkapasitas 800 orang terpaksa ditambah dengan emperan di kedua sisinya. Sebanyak 348 kamar hotel kelas menengah dipesan untuk menampung peserta. Panitia Munas setempat cukup dibuat repot karena waktu persiapan yang mendesak. Bali diputuskan sebagai tempat Munas tanggal 27 Setember hingga permintaan pusat itu membuatkami tidak bisa menolak," kata Soedarmono Sekretaris Panitia pada I Nengah Wedja dari TEMPO. Semula Medan ditetapkan sebagai tempat Munas, tapi kemudian diputuskan Bali "untuk memudahkan transportasi peserta," kata seorang staf skretariat. Penentuan tempat Munas bukan tanpa perbedaan pendapat. Pada 7 September, 5 anggota Dewan Pembina Pusat Golkar dan pimpinan eks Kino (Kelompok Induk Organisasi) Golkar, Mas Isman (Kosgoro), Suhardiman (Soksi), H. Sugandhi (MKGR), Gatot Suwagio (Gakari) dan Dr. Amino Gondohoetomo (Profesi) mengirim surat pada Ketua Dewan Pembina Pusat (Wanbinpus). "Berdasarkan pertimbangan politis, teknis maupun biaya penyelenggaraan," mereka menyarankan agar Munas II Golkar diselenggarakan di Jakarta. Saran ini rupanya ditolak. Jawatan Itu bukan satu-satunya perbedaan pendapat. Rapat gabungan Wanbinpus dan DPP Golkar 30 Agustus lalu di Istana Wapres Merdeka Selatan juga mengungkapkan kelemahan-kelemahan Golkar selama ini. Antara lain: belum mengakar pada rakyat, kemampuan kader terbatas, pengelolaan organisasi birokratis, tokoh-tokoh Golkar yang berakar pada massa kurang diikutsertakan dalam mekanisme Golkar dan Golkar terlampau mengandalkan pada bantuan ABRI dan aparat pemerintah. Selain itu Golkar dinilai belum mampu bersaing secara sehat dengan kekuatan sospol lainnya Pimpinan Golkar dianggap kurang berdialog dan berkomunikasi secara terbuka dan kegiatan operasionil terlampau didasarkan pada tersedianya biaya. Struktur organisasi Golkar saat ini oleh kelima anggota Dewan Pembina Pusat itu dianggap lebih mirip dengan "jawatan" yang bergerak secara vertikal ke bawah saja dengan gaya menerima perintah dinas hingga kurang efektif dan berbobot. Disimpulkan oleh dewan pembina itu bahwa Golkar sampai sekarang belum menjadi kekuatan sospol yang mandiri dan bersifat kerakyatan. Bila terus menyandarkan diri pada ABRI dan KORPRI, Golkar bisa menjadi "aparatur birokratis yang mati dan tidak mungkin melahirkan gagasan-gagasan baru." Ini bisa membuat Golkar menjadi "beban bagi ABRI dan KORPRI yang menjurus terseretnya ABRI ke dalam situasi konflik yang merugikan dan melemahkan pemanunggalan ABRI dan Rakyat." Tanggapan itu dilengkapi dengan saran-saran dan pemikiran untuk konsolidasi dan perbaikan tubuh Golkar. Itu bukan kritik pertama pada Golkar. Beberapa bulan terakhir ini, beberapa organisasi eks Kino seperti Kosgoro, MKGR dan Soksi telah "meningkatkan" kegiatan mereka dan tak lupa juga menyinggung keadaan Golkar (TEMPO, 15 Juli 1978). Menyongsong Munas, cabang-cabang Golkar di daerah tingkat I dan II menyelenggarakan Rapat Kerja Daerah (Rakerda). Terasa ada keinginan dari banyak cabang untuk lebih adanya tindakan mawas diri dan meningkatkan prestasi Golkar. DPD Golkar Sumatera Utara menurut Sekretaris DPD Mahmudin Lubis, akan meminta lewat Munas agar introspeksi dalam tubuh Golkar sendiri dilakukan lebih intensif. "Itu bukan karena ada yang harus ditendang dari dalam lingkungan sendiri, tapi memang begitulah bila kita semua ingin maju," kata Mahmudin. Yang menarik adalah hasil Rakerda Golkar Dati I DKI Jakarta yang menghasilkan beberapa saran dan pemikiran yang mirip dengan pendapat kelima eks Kino di atas. Misalnya bahwa Golkar sekarang dianggap kurang mandiri dan mekanisme kerjanya mirip jawatan dengan ciri-ciri: ada uang ada kerja. Rakerda antara lain menyimpulkan perlunya menyempurnakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Golkar. Tanpa Komentar Menurut Sugianto, Ketua DPD Jatim, selain penyempurnaan AD dan ART, struktur organisasi Golkar sekarang akan dirombak dan akan disesuaikan dengan partisipasi dalam pembangunan bangsa. Yang menjadi pertanyaan menjelang Munas adalah: Siapa yang bakal menjadi pimpinan Golkar? Sebab Munas sebagai forum tertinggi di samping merumuskan program umum juga akan memilih pengurus baru. Beberapa nama yang disebut sebagai calon ketua umum antara lain Jenderal Daryatmo dan Jenderal Amirmachmud. Konon sudah ada konsensus bahwa ketua umum nantinya harus seorang yang full-timer. Pimpinan Golkar sekarang tampak enggan memberi keterangan. Ketua Umum Golkar, Amir Murtono, yang baru pulang mengunjungi beberapa propinsi, tidak sebagaimana biasanya pekan lalu tak mau bicara banyak. "Tidak ada komentar," katanya pada TEMPO. "Maaf, saya terikat pada ethik sebagai panitia pelaksana untuk tidak memberi keterangan," kata Moerdopo, Bendahara DPP yang menjabat Sekjen, dan dalam Munas menjadi Ketua Pelaksana. Tidak semua DPD agaknya sependapat tentang perlunya kepemimpinan yang baru. Ketua DPD Jatim Sugianto misalnya berpendapat seorang pemimpin makin tua akan semakin mantab. Maksudnya? "Kalau sering berganti pimpinan, kegiatan juga tentu akan mengalami hambatan. Apalagi pergantian pimpinan itu dilakukan karena suka atau tidak suka," katanya. Adanya perbedaan pendapat itu toh tidak menimbulkan perbedaan tekad semua ingin mensukseskan Munas II ini. Menurut kriteria sukses masing-masing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus