Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jaring Pemburu Menteri

Joko Widodo mulai menelisik calon menterinya dengan melibatkan KPK dan PPATK. Dibantu tim yang menjaring nama-nama potensial.

29 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berkas itu disorongkan Joko Widodo ke meja panjang di ruang tengah rumah dinasnya di Jalan Taman Suropati, Jakarta Pusat. Di kiri-kanan meja itu, duduklah Ketua Tim Transisi Rini Mariani Soemarno dan Andi Widjajanto, salah satu deputinya. Dalam pertemuan pada Rabu malam dua pekan lalu itu, Jokowi memperlihatkan sekitar 200 calon menteri kabinetnya. Tim pemburu nama, yang dibentuk Jokowi untuk membantunya memburu nama-nama potensial, telah menyiapkan profil rinci para tokoh itu—yang rata-rata dari kalangan profesional.

Tim pemburu berasal dari lembaga profesional yang dikontrak resmi dan bekerja langsung di bawah Jokowi sejak 4 Agustus lalu. "Mereka yang menyeleksi, tapi dikomunikasikan dengan Tim Transisi," kata Andi Widjajanto kepada Tempo. Mereka harus meneken pakta kerahasiaan. Identitas mereka dirahasiakan demi menjaga independensi. "Agar tugas menyaring ribuan usul nama tak diintervensi," ujar Jokowi.

Ribuan nama itu mulai diterima Jokowi pada Agustus lalu. Kepada Tempo, yang menemuinya Kamis dua pekan lalu, Jokowi melukiskan tumpukan berkas itu dengan membentangkan dua tangannya. Satu bundel berkas lamaran isinya 5-10 sentimeter. Selain memeriksa nama-nama yang diusulkan lewat berbagai pintu, tim pemburu menjaring para profesional seturut dengan bidangnya. Dari hampir sepuluh ribu nama, ada 2.800 nama yang disaring sesuai dengan kualifikasi menteri.

Cara menyaringnya berlapis. Misalnya dari usia: kandidat di bawah 38 tahun langsung gugur. Sisanya dibagi dalam tiga kategori usia: 38-45 tahun, 45-58 tahun, dan di atas 58 tahun. Saringan kedua adalah rekam jejak. Jokowi meminta tim pemburu langsung menyingkirkan para pemula. Menteri dari kalangan profesional yang dikehendaki Jokowi paling tidak sekelas chief executive officer atau chief operating officer. Jika calonnya dari pejabat pemerintah, Jokowi mensyaratkan kandidat harus setara dengan eselon satu atau eselon dua dengan catatan khusus. "Kalau analis harus analis senior, kalau peneliti harus peneliti senior," kata Andi.

Hingga rapat pada Rabu dua pekan lalu itu, 2.800 nama telah mengerucut menjadi 200—dan langsung dikelompokkan sesuai dengan keahlian dan bidang profesinya: ahli perbankan, pertanian, industri dan perdagangan, pakar telekomunikasi. Saringan teranyar telah bermuara pada 42 nama yang dipandang punya kapabilitas terbaik. Jokowi mengaku sedang mendalami profil 42 nama calon menteri tersebut bersama Jusuf Kalla.

Menurut Andi, kerja tim pemburu selesai begitu menghasilkan 42 nama. Mereka merekomendasikan daftar nama terbaik berdasarkan bidang profesi, kapabilitas teknis, ataupun manajerial—dan tak mengusulkan nama tertentu untuk kementerian tertentu.

Jokowi-JK akan menyandingkan hasil kerja tim pemburu dengan calon-calon yang disorong partai penyokong koalisi. Senin tiga pekan lalu, Jokowi menyampaikan kabinetnya akan ditopang 34 menteri. Formasinya, 18 kementerian diisi profesional murni. Sisanya, 16 kementerian, calon menteri dari partai penyokong koalisi: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasional Demokrat, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, serta partai baru peserta koalisi. Komposisi kursi tergantung besaran kontribusi partai pada pencalonan dan penguatan pemerintah Jokowi.

Salah satu politikus yang terlibat pembahasan dengan Jokowi menuturkan, PDIP, misalnya, mendapat tujuh kursi menteri. Namun bisa berkurang menjadi lima kalau ada dua partai lain bergabung. Adapun PKB diproyeksikan mendapat tiga kursi, Nasdem tiga kursi, Hanura dua kursi, dan satu kursi menteri untuk PKPI.

l l l

Hingga Jumat pekan lalu, PDIP belum menyodorkan nama-nama calon menteri. Menurut orang dekat Jokowi, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri masih menyaring siapa saja yang diusulkan. "Kecuali yang sudah pasti, Rini Soemarno," ucap politikus itu. Nama Menteri Perdagangan pada zaman Presiden Megawati itu masuk kelompok profesional karena bukan pengurus PDIP.

Rini diplot menjadi Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Keuangan, atau Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Di pos Menko Perekonomian, peluang Rini harus diadu dengan Sri Mulyani, mantan Menteri Keuangan yang kini menjadi Direktur Bank Dunia. Adapun di posisi Menteri Keuangan, Rini harus berhadapan dengan Dede Chatib Basri, Menteri Keuangan inkumben.

Dari dapur PDIP, sejumlah petinggi partai menyebut beberapa nama. Umpamanya Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Pramono Anung, Deputi Kantor Transisi Hasto Kristiyanto, dan Puan Maharani, putri bungsu Megawati yang juga Ketua Fraksi PDIP.

Jokowi mengaku belum menerima nama menteri pilihan Megawati. Wakil Sekretaris PDIP Hasto Kristiyanto menyebutkan, meski banyak nama beredar, hingga pekan lalu Mega belum sekali pun membahas nama. "Stok banyak dan nama siapa pun boleh beredar, tapi keputusan Ibu Mega sering tak terduga," katanya.

Dibanding partai banteng, Partai Kebangkitan Bangsa lebih dulu menyodorkan empat nama. Menurut Eko Putro Sandjoko, politikus PKB dan Deputi Tim Transisi, empat nama yang disetor ke Jokowi adalah hasil saringan Ketua Dewan Tanfidz Muhaimin Iskandar. Siapa namanya, Eko enggan menyebutkan. "Tokoh yang diajukan pasti yang punya rekam jejak dan profesional dari partai," ujarnya.

Tiga nama itu, menurut orang dekat Jokowi yang juga politikus PKB, adalah Ketua Fraksi PKB Marwan Ja'far; bos Lion Air, Rusdi Kirana; dan Muhaimin sendiri. Satu nama lain yang sedang dibahas akan disusulkan kemudian. Marwan dipilih karena pengalamannya selama sepuluh tahun di Komisi Perhubungan dan Perumahan Rakyat. Rusdi terjaring karena praktisi industri penerbangan. Adapun Muhaimin dikabarkan diplot sesuai dengan permintaannya, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.

Hanura mengajukan dua nama: anggota DPR, Saleh Husein, dan salah satu politikus Hanura, Yuddy Chrisnandi. Ketua Umum Hanura Wiranto menyerahkan langsung nama itu saat bertemu dengan Joko Widodo di Rumah Transisi, awal September lalu. Adapun PKPI ikut menyodorkan mantan Panglima Komando Daerah Militer Jakarta Sutiyoso, yang juga ketua umumnya sendiri, sebagai salah satu menteri.

Dari NasDem, datang tiga nama: Sekjen NasDem Patrice Rio Capella, Ferry Mursyidan Baldan, dan Siti Nurbaya. Kepada Tempo, Patrice mengaku belum diajak bicara oleh Surya Paloh. Namun ia mengaku siap jika diminta.

l l l

Jokowi hanya cengar-cengir ketika dimintai konfirmasi tentang usul nama-nama itu. Menurut dia, daripada memikirkan nama, ia memilih menelisik rekam jejak dan pemikiran mereka. Jokowi mulai memanggil sejumlah politikus, praktisi, dan mantan pejabat berdiskusi di rumah dinasnya. Mereka diminta memberi usul tentang kabinet. Dia juga membahas masalah di beberapa sektor dengan mereka. "Sekali dayung, dua-tiga pulau terlampaui," Jokowi menjawab dengan kelakar.

Presiden baru ini mengaku menerima banyak saran soal siapa yang layak menjadi menteri. Termasuk memperhitungkan konfigurasi politik, sosial, dan gender dalam komposisi kabinet. Juga representasi Islam dan militer, wakil NU dan Muhammadiyah.

Salah satu orang dekat Jokowi menuturkan, dari diskusi soal matrikulasi, muncul nama baru semacam Hasyim Muzadi, Nusron Wahid, Khofifah Indar Parawansa, dan Salahuddin Wahid.

Kepada Tempo, Jokowi mengatakan, semakin banyak masukan, semakin banyak pertimbangan yang didapat, semakin mudah pula dia memutuskan. Semua nama yang sudah dijaring akan diuji kelayakan dan kemampuan mereka. Baru setelah itu Jokowi menyerahkan nama-nama tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk dicek kebersihan kantongnya. "Saya enggak mau menteri saya korupsi atau sudah korupsi," dia menegaskan.

Ananda Teresia, Agustina Widiarsi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus