UNTUK pertama kalinya dalam sejarah Orde Baru: Fraksi ABRI mencalonkan panglimanya menjadi wakil presiden. Langkah ABRI itu disampaikan oleh Letnan Jenderal Harsudiyono Hartas, ketua Fraksi ABRI di MPR, Jumat pekan lalu, hanya dua pekan sebelum Sidang Umum MPR dibuka. Jenderal Hartas bicara pada sejumlah wartawan seusai menyampaikan sambutan tertulis Panglima ABRI dalam rapat kerja para gubernur dan bupati di Hotel Horison Jakarta. Dan sebagai ketua fraksi, Jenderal Hartas adalah orang pertama yang mengumumkan calon wakil presidennya. ''ABRI akan mencalonkan dengan izin presiden terpilih,'' kata Hartas. Partai Demokrasi Indonesia telah pula mencalonkan Cak Su begitu Jenderal Try biasa dipanggil di Surabaya, tanah kelahirannya. Nama Try adalah hasil rapat pimpinan PDI di Kopo, Bogor, Januari lalu, dan akan menjadi bekal bagi fraksinya di MPR. Dan Ketua Umum PDI Soerjadi menyambut gembira pencalonan Try oleh Fraksi ABRI. ''Kalau Golkar dan PPP mencalonkan Try, PDI bahagia. Tapi ini justru Fraksi ABRI. Terus terang PDI lebih bahagia, lebih plong,'' ujar Soerjadi kepada Jalil Hakim dari TEMPO di Surabaya, Ahad lalu. Pada hari Minggu lalu itu ada juga pengumuman penting dari kubu Partai Persatuan Pembangunan. Ketua Umum PPP Buya Ismail Hasan Metareum di kediaman nya, sebagai wakil ketua DPR/MPR di kawasan Jakarta Pusat, juga memastikan, calon wakil presiden PPP adalah Try Sutrisno. Menurut Buya Ismail, pada bulan Februari tahun lalu, dia bertanya kepada Jenderal Try tentang kesediaan arek Suroboyo itu untuk dicalonkan mendampingi Soeharto. Konon pertanyaan Buya Ismail hanya dijawab dengan Subhannallah berarti Maha Suci Allah. Desember lalu, kembali Buya menanyakan kesediaan Try. Jawaban Try, ''Pak Ismail, saya ini tak ingin mencari apa-apa. Yang penting saya ini mengabdi.'' Selain itu, kata sebuah sumber yang dekat dengan Bina Graha menyebutkan, sehari sebelum pengumuman itu, Buya Ismail sempat bersilaturahmi dengan Pak Harto. Jadi, sudah tiga fraksi yang mendukung Try sebagai calon pendamping Pak Harto. Bagaimana dengan dua fraksi yang lain? Ketua Fraksi Utusan Daerah, Letjen. (Purn.) Yogie S. Memet, tak memberi jawaban panjang. Ketika dikerubuti wartawan dalam acara rapat kerja gubernur di Hotel Horison, Gubernur Ja-Bar itu berkata singkat, ''Kalau saya pribadi, dari faktor usia mungkin bisa dari generasi pasca-45. Kalau bisa ....'' Menteri Rudini juga menambahkan bahwa keputusan Fraksi ABRI mencalonkan Try Sutrisno tak mewakili suara Fraksi Utusan Daerah dan juga Fraksi Karya Pembangunan. ''Masyarakat hendaknya memahami bahwa suara itu berasal dari ABRI saja, sampai ada penjelasan lebih lanjut,'' kata Rudini. Dia juga menjelaskan bahwa trifraksi KP, ABRI, dan UD mengambil keputusan secara terpisah dalam menentukan siapa calon wakil presidennya. Toh Rudini mengatakan bahwa dia setuju dengan kriteria wakil presiden seperti yang dikemukakan Ketua Umum Golkar Wahono, yakni generasi pasca-45 dan ABRI. Siapa lagi calon yang paling layak dengan kriteria ini kalau bukan Jenderal Try. Yang menarik adalah FKP. Menurut logika, siapa pun calon wakil presiden dari Golkar agaknya akan punya kans besar untuk ''jadi''. Maklumlah, segala gerak langkah Golkar tentu tak lepas dari izin Ketua Dewan Pembina, yakni Soeharto, yang juga presiden. Namun, konon Pak Harto tak pernah secara eksplisit menyebut nama dan hanya memberi isyarat. Dan dalam menangkap isyarat yang dilontarkan Pak Harto, sering kali banyak beda persepsi. Barangkali dalam konteks inilah DPP Golkar pernah bersilang pendapat dengan FKP di MPR soal kriteria calon wakil presiden ini. Ketua Umum Golkar Wahono mau calon wakil presiden dari angkatan pasca- 45 dan ABRI. Sedangkan FKP, seperti diungkap ketuanya Azwar Anas, kurang sependapat dengan kriteria pasca-45 dan ABRI itu. Try Sutrisno agaknya yang paling memenuhi syarat dengan kriteria Ketua Umum Golkar itu. Namun bila kriterianya ABRI tanpa pasca-45 bisa, ini terbuka bagi calon seperti Sudharmono atau Rudini, Dan pasca-45 bukan ABRI, calon seperti B.J. Habibie pun bisa masuk. Ketika dijumpai TEMPO Senin ini di Gedung DPR/MPR Senayan, Wahono kembali meneguhkan sikapnya. ''Oktober lalu, ketika rapat pimpinan Golkar selesai, sudah ada sejumlah kriteria calon wakil presiden. Lalu saya tambahkan, dari ABRI karena sebagian besar rakyat menghendaki. Dan pasca-45, karena presidennya pasti Pak Harto, jadi apa salahnya wakilnya dari pasca-45 untuk regenerasi,'' ujar Wahono. Bekas Gubernur Jawa Timur dan Panglima Kodam Brawijaya ini menolak anggapan bahwa FKP berbeda pendapat dengan DPP soal nama wakil presiden ini. Kata Wahono, dia pernah mengecek langsung ke Ketua FKP di MPR tentang berita di koran yang menyebut bahwa FKP punya calon wakil presiden yang lain. ''Dia mengatakan tidak benar. Dia mengatakan bahwa sebagai Ketua FKP MPR dia tunduk pada DPP. Dan Ketua Umum DPP Golkar adalah saya saya sendiri,'' kata Wahono. Dan Wahono ketika pekan lalu mengumpulkan segenap jajaran Golkar, mengingatkan lagi bahwa fraksinya di MPR atau DPR harus tetap taat pada komando DPP, tak boleh jalan sendiri atau ikut komando pihak lain. Untuk memberi gambaran lebih transparan, Wahono sekali lagi menyebut kriteria calon wakil presiden dari Golkar yang akan diumumkan sebelum 1 Maret nanti. ''Saya tak mau menyebut nama. Yang saya nyatakan itu adalah ABRI pasca-45. Tentunya itu adalah ABRI yang paling senior,'' katanya. Agar lebih mantap, Wahono memberi bumbu: ''Namanya ABRI itu, ya ABRI yang masih aktif.'' Nah, siapa lagi ABRI aktif yang paling senior selain Jenderal Try Sutrisno? Dan dalam hal pencalonan wakil presiden dari Golkar, agak mustahil kalau calon itu diumumkan tanpa persetujuan Ketua Dewan Pembina. Maka, tampaknya lima fraksi akan bersama keluar dengan nama Try Sutrisno untuk posisi orang kedua setelah presiden Indonesia. Dan bisa dicatat, Fraksi ABRI-lah yang pertama kali mencalonkan panglimanya ini. Dalam istilah militer, pernyataan Jenderal Hartas bisa diartikan sebagai ''merebut inisiatif''. Keluarnya pernyataan Fraksi ABRI itu diharapkan akan diikuti Golkar, yang masih belum mengumumkan nama calon wakil presidennya. Ada analisa, move Hartas ini dilakukan karena di Golkar masih ada peluang bagi kubu lain untuk memunculkan nama wakil presiden selain Try. Dengan pernyataan Fraksi ABRI itu, diharapkan dari Partai Beringin cuma bertiup satu nada, yakni Try. Sebuah sumber TEMPO menguatkan pendapat ini. Kata sumber ini, pernyataan Hartas adalah inisiatif dari Fraksi ABRI sendiri, yang memang belum dikonsultasikan dulu kepada Try Sutrisno. Konon Try jadi agak rikuh dengan pencalonan itu. Sebab, bisa saja muncul kesan bahwa pernyataan Hartas tadi mengesankan seolah presiden terpilih tak bisa memilih calon lainnya. Tapi jangan lupa, Jenderal Hartas juga mengatakan bahwa pencalonan ini dilakukan Fraksi ABRI ''dengan izin Presiden''. Dan lagi, kata Hartas, Fraksi ABRI berniat mencalonkan Try sejak 1988, beberapa hari setelah menjadi Panglima ABRI. Namun, kata sebuah sumber, ketika itu Try merasa ''belum siap'' memenuhi permintaan Fraksi ABRI ''menandingi'' Sudharmono. Arus dukungan pada Try tak hanya datang dari fraksi-fraksi di MPR. Para ulama juga siap berdiri di belakang Try. Bekas Panglima Kodam Jaya ini memang dikenal dekat dengan kalangan mesjid. Dia aktif menjadi khatib salat Jumat di beberapa mesjid semasa memimpin Kodam Jaya. November lalu, di Pendopo Kabupaten Situbondo, sekitar 170 ulama Jawa Timur menyerahkan sebuah amplop bersampul hijau kepada arek kelahiran Genteng Lor Surabaya ini. Isinya, keinginan untuk mencalonkan Try sebagai wakil presiden. Kamis dua pekan lalu, tujuh orang ulama yang mewakili ratusan ulama se-Jawa dan Madura mendatangi Markas PPP di Jakarta Pusat. Mereka menyampaikan usul agar Partai Bintang mencalonkan Haji Try Sutrisno sebagai wakil presiden. Alasannya, Try dianggap mampu menciptakan kemanunggalan ABRI dan rakyat. Dunia kampus, yang selama ini dianggap kritis, juga menjagokan Try Sutrisno. Sebuah pengumpulan pendapat yang dilakukan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, November lalu, menunjukkan bahwa Try juga menjadi favorit di Kampus Bulaksumur itu. Try mendapat suara terbanyak untuk pilihan sebagai presiden di masa mendatang yang dianggap demokrat. Pengumpulan pendapat senada juga dilakukan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Agustus tahun lalu. Hasilnya, Try Sutrisno dan Soeharto menempati posisi tertinggi untuk jabatan presiden mendatang. Afan Gaffar, dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM, berpendapat bahwa dukungan ABRI pada Panglimanya yang masih aktif menunjukkan, ''ABRI ingin tegas bahwa kursi wakil presiden adalah porsi mereka. Dan pada akhirnya jabatan presiden juga porsi mereka.'' Dengan itu pula, lanjut doktor politik dari Ohio State University ini, ABRI menunjukkan bahwa kendati fraksinya kecil, harus juga diperhitungkan oleh fraksi lain. Dosen UGM yang juga pembantu rektor Universitas Islam Indonesia itu melihat pencalonan Try ini akan membuat Soeharto lebih mudah memilih. ''Sebelumnya ada tiga nama yang beredar, yaitu Habibie, Sudharmono dan Try,'' kata Gaffar lagi. Tapi ia juga melihat sisi negatif dilontarkannya nama Try. ''Bahwa Pak harto jadi tak punya alternatif,'' ujarnya. Soetjipto Wirosardjono, salah seorang pemuka di lingkungan pimpinan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), mengatakan bahwa sekurang-kurangnya Try memenuhi kriteria yang diinginkan semua pihak: ABRI, generasi pasca-45, dan bisa bekerja sama dengan Soeharto. Bagaimana dengan kesan dari luar bahwa militer kelak akan jadi dominan? ''Pandangan dari luar memang penting diperhatikan, tapi jauh lebih penting dari dalam. Lha wong masyarakat mendukung, semua pihak mendukung, mau apa lagi?'' jawab anggota dewan redaksi harian Republika ini. Amir Santoso, dosen ilmu politik FISIP Universitas Indonesia, mengamati bahwa calon wakil presiden Fraksi ABRI itu sudah digodok sejak 1988. Yaitu, sejak terbentuknya Kabinet Pembangunan V dan terpilihnya Sudharmono sebagai wakil presiden. Maka, kata Amir, ''Nama Try adalah pilihan pemegang kekuasaan politik dominan sekarang ini.'' Letjen. (Pur.) Hasnan Habib, bekas Dubes RI di AS yang sering menulis masalah-masalah ABRI, menilai pencalonan Fraksi ABRI sah-sah saja dan sangat masuk akal. ''Mereka ingin melakukan conditioning, mengondisikan ide-ide mereka pada masyarakat,'' kata Habib. Dan hal ini sangat menarik Habib, mengingat biasanya Fraksi ABRI tak bersuara seperti ini. Tapi, katanya, ''Kalau pencalonan itu merupakan suara bulat fraksi, itu perkembangan baru.'' Habib yakin bahwa pencalonan ini bukanlah upaya ABRI memberikan surprise kepada Pak Harto. ''Tak mungkin ABRI memberi surprise tanpa konsultasi. Jadi pasti konsultasi,'' katanya. Namun, ujarnya lagi''Kalau Pak Harto mengangguk- anggukkan kepala, itu belum tentu setuju. Bisa saja karena tak ingin mengecewakan 'anak-anak'-nya.'' Toh Hasnan memandang bahwa upaya ABRI melanggengkan dominasi lewat pencalonan ini sangat wajar. ''Itu sah saja dalam real politics. Apalagi jabatan wakil presiden sangat strategis sekarang ini,'' katanya. Ada pula komentar dari Jenderal (Pur.) A.H. Nasution, bekas Ketua MPRS dan bekas KSAD, tentang seorang wakil presiden yang dibutuhkan negeri ini. ''Bagaimanapun mesti yang terbaik di negeri ini. Dia harus mampu mempertahankan UUD 45 dan menghormati kedaulatan rakyat,'' kata Nasution, seperti dikutip dari harian Merdeka Senin lalu. Nasution juga mengungkapkan bahwa masa regenerasi mulai berjalan pada 1993 ini, karena itu butuh wakil presiden yang tepat. Try Sutrisno barangkali orang yang dimaksud Nasution. Dalam usianya yang 57 tahun, Try sudah teruji dalam menghadapi berbagai krisis. Ketika menjabat Pangdam Jaya (1982-1985), meletus Peristiwa Priok (1984), yang menewaskan beberapa korban. Dalam jabatan sebagai panglima ABRI, Try juga berhasil merampungkan berbagai soal, misalnya Peristiwa Lampung (1989) oleh kelompok ekstrem Warsidi. Yang terakhir adalah Peristiwa Dili yang minta korban sekitar 50 orang tewas (lihat Dari Tobang jadi Jenderal). Ada analisa, ABRI merebut momentum yang sempat ''lewat'' lima tahun lalu. Seperti diketahui, Fraksi ABRI ketika itu ''terpaksa'' mencalonkan Sudharmono. Rupanya, tak semua fraksi setuju dengan calon itu. Memang ada ''aksi tak bertepuk tangan'' dari Fraksi ABRI ketika Sudharmono dipilih secara aklamasi. Namun ada yang mengagetkan di luar skenario, yakni interupsi dalam SU MPR (1988) oleh Brigjen. Ibrahim Saleh, yang mempertanyakan pencalonan itu oleh fraksinya. Saat itu memang muncul banyak pertanyaan, apakah ''ulah'' Ibrahim itu merupakan serpihan ketidakpuasan dalam tubuh Fraksi ABRI? Itu langsung dibantah Pangkopkamtib ketika itu, Jenderal L.B. Moerdani. Barangkali, Sidang Umum ini akan mulus. Apalagi, kalau benar nanti lima fraksi akan muncul dengan duet SoehartoTry Sutrisno. Dan kabarnya, pekan ini Try Sutrisno akan menyerahkan jabatan Panglima ABRI kepada penggantinya (lihat Bursa Orang Nomor 1). Awal pekan ini, Try berada di Singapura, untuk ''pamitan'' pada koleganya di sana. Try siap-siap mendapatkan kursi baru, kursi kekuatan politik riil di sini. Toriq Hadad, Nunik Iswardhani, Iwan Himawan, Ardian Taufik Gesuri (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini