BONSAI alias membuat kate pohon sah cap paten orang Jepang. Juga untuk sejumlah benda, seperti radio dan TV. Juga dalam soal hobi punya hewan piaraan, sampai-sampai ular dan jenis kadal pun dibawa masuk rumah. Kini giliran semut dapat bagian. Harap jangan kaget. Sedangkan ikan plastik saja dapat pasaran luas di sana (TEMPO, Duniasiana, 3 Juli 1993). Atau yang hidup, seperti ular dan kadal. Setelah itu sebuah usaha salon kecantikan di Osaka melirik semut sebagai lahan bisnis baru. Salon ''Grace'' itu melalui ''M-Two-Grace Co. Ltd.'' melansir Dunia Semut, dengan harga 14.800 yen atau sekitar Rp 300.000 per unit. Setahun belakangan ini sudah 3.000 unit terjual. ''Peminatnya kebanyakan murid SD. Juga cewek-cewek yang masih lajang,'' kata juru bicara M-Two-Grace. Siswa sekolah dasar itu membelinya sebagai bagian hobi penelitian. Sebab, di alam bebas usia semut pekerja rata-rata 5 tahun, dan semut ratu mencapai 15 tahun. Setelah dunianya dibonsai, menurut produsen Dunia Semut itu, asal ada ratunya maka semut dapat hidup setahun di situ. Karena semut hidup dalam struktur masyarakat kerajaan. ''Kalau ratunya tidak ada, mereka berusaha mencarinya,'' tutur juru bicara M-Two-Grace. Tapi Dunia Semut dijual belum berikut semutnya, melainkan hanya berupa kotak kaca 50 cm x 40 cm dengan tebal dua senti. Di dalamnya ada tanah khusus warna putih terbuat dari pecahan batu alias tanah buatan. Lalu ada kaca pembesar agar para pembeli dapat menikmati cara semut membuat sarang. Perabot ganjil ini bisa dibeli di kedai penyayang hewan atau toko serbaada. Dalam lembar petunjuknya disebutkan cara mengisi kotak tersebut, yaitu pergi ke bukit atau ke taman-taman. Jika ketemu semut, hitung radius dua atau tiga meter, pasti ketemu sarangnya. Cokok 10-15 ekor, lalu masukkan ke dalam kotak itu. Atau bisa juga 40 ekor, asal bahan sarangnya ditambah. Suku cadangnya buatan Korea Selatan, dan dirakit di Jepang. Dalam karantina itu semut mulai membangun sarang mulai satu jam sampai seminggu kemudian. Etalase semut itu mungkin asyik buat ditonton, tapi tuan rumah diharap tidak abai memyiraminya, tiap hari pada musim panas dan dua atau tiga kali seminggu di musim salju. Itu untuk minuman tanah buatan tadi, sedangkan konsumsi semut yang sudah dikerangkeng adalah butiran gula, atau remah kue. Bisa juga nyamuk. Dan sejauh ini pihak M-Two-Grace belum berencana mengekspor Dunia Semut. Dengan memasyarakatkan semut ini agaknya orang Jepang menyiratkan diri mereka bukanlah ''lebah pekerja yang bermukim di sarang kelinci'' julukan beken yang diberikan orang Eropa, tapi yang paling jitu adalah ibarat semut. Sebab, seperti dilaporkan Seiichi Okawa dari TEMPO, ada kemiripan watak semut dengan bangsa keturunan Samurai itu. Misalnya, paham kawan bagi semut hanya yang punya hubungan saudara kandung. Begitu pula dengan etos kerja ultrakeras, ada kaitan dengan harga dirinya yang ge-er. Jika suatu kali sarang atau terowongan mereka ambruk, mereka kecewa berat. Lalu bunuh diri. Caranya memang bukan dengan gantung diri atau lompat dari gedung jangkung, melainkan melalui zat asam yang ada dalam dirinya. Harap maklum, info ini didapat bukan dari wawancara dengan semut, tapi berdasarkan data hasil observasi ahli serangga. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini