Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Kampus didorong untuk berburu dana riset ke industri atau lembaga asing.
Besaran dana riset dari pemerintah dinilai jauh dari cukup.
Hasil penelitian menjadi landasan bagi kebijakan di negara-negara maju
PEMANGKASAN anggaran kementerian dan lembaga mengakibatkan penyesuaian program kerja hingga pengurangan dana operasional. Kondisi tersebut tak terkecuali terjadi di lingkungan penelitian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Rektor Universitas Indonesia (UI) Bidang Riset dan Inovasi Hamdi Muluk mengatakan khawatir dengan pemangkasan dana penelitian, baik di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) maupun di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Sebab, kata Hamdi, dana hibah dari pemerintah yang mengalir ke kampus pasti akan macet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hamdi mencontohkan penelitian pada 2023 yang menggunakan dana pemerintah yang dibayar dengan skema multiyears, yaitu selama tiga tahun. Dengan begitu, dana riset penelitian pada 2023 harus dibayarkan sampai 2025-2026. “Nah, ini uangnya enggak ada sekarang,” ujar Hamdi saat dihubungi pada Senin, 10 Februari 2025.
Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Universitas Indonesia Hamdi Muluk di kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 17 Mei 2024. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Contoh lain, dana hibah riset pemerintah yang menurun drastis di UI adalah skema Publikasi Terindeks Internasional (PUTI). Hamdi menyebutkan dana riset yang diberikan Direktorat Riset dan Pengembangan UI saat ini dipotong tinggal separuhnya. Dari skema 400, bisa menjadi 200. Bahkan ada yang hanya tinggal sepertiganya karena kebijakan pemangkasan besar-besaran.
Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2025. Instruksi pemangkasan anggaran itu ditindaklanjuti dengan edaran Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta kementerian dan lembaga memangkas anggaran 16 pos belanja hingga Rp 256,1 triliun. Ia juga menargetkan penghematan sebanyak Rp 50,5 triliun dana transfer ke daerah (TKD). Jadi, secara keseluruhan, APBN ditargetkan dipangkas sebanyak Rp 306,6 triliun.
Menyiasati dampak pemangkasan itu, Hamdi mendorong laboratorium yang ada di setiap departemen di kampus untuk berburu dana, entah ke industri atau lembaga-lembaga asing. Dia mengatakan riset UI yang memiliki landasan yang kuat dan status perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH) bisa menjadi privilese atau hak istimewa tersendiri.
“Kampus memang harus lebih kreatif untuk memperbesar basis-basis pendanaan yang bisa digaet,” kata Hamdi. Dia menuturkan, beberapa hari lalu, UI meluncurkan inovasi ekstrak propolis dengan penyedia produk herbal, pengembang loka pasar, dan Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP).
Dihubungi secara terpisah, Rektor IPB University Arif Satria mengatakan kampusnya juga tetap berinovasi dan menjalankan riset dari dana internasional, meski dana hibah dari pemerintah cekak. Dia mengklaim konsorsium riset internasional bagi lingkungan kampus IPB terus bertambah.
Rektor IPB Arif Satria. ANTARA/Linna Susanti
Arif mengatakan, IPB sudah menggandeng University of Waterloo untuk riset rumput laut; Wageningen, universitas di Belanda, untuk smart farming, yakni konsep pertanian yang menggunakan teknologi canggih untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi; serta sejumlah kerja sama dengan National University of Singapore. Dia juga mengatakan ada sejumlah kolaborasi riset dengan Oxford University, seperti untuk konservasi laut dan konsorsium pendanaan pusat perdagangan. Nilai kerja sama riset internasional IPB University pada 2023-2024 mencapai Rp 570 miliar.
Arif menegaskan, dana riset sangat vital bagi perguruan tinggi. Menurut mantan Wakil Panitia Seleksi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ini, riset yang berkualitas membutuhkan dana besar. Apalagi kalau riset ini diarahkan untuk menghasilkan inovasi unggul demi kemandirian teknologi. “Hibah pemerintah sangat penting, semestinya harus ditambah,” ucap Arif pada Senin, 10 Februari 2025.
Guru besar ekonomi Universitas Gadjah Mada, Didi Achjari, mengatakan dana hibah riset dari pemerintah yang diberikan kepada perguruan tinggi, bahkan sebelum adanya kebijakan pemangkasan anggaran, memang jumlahnya kurang. Akibatnya, ekosistem penelitian tidak terbangun. Dia juga menyebutkan tidak semua kampus mempunyai keleluasaan dan komitmen untuk menganggarkan dana penelitian, apalagi dalam jumlah besar.
“Dana dari pemerintah sangat jauh dari cukup,” tutur Didi. Dia mengatakan UGM yang berstatus PTN-BH, seperti IPB dan UI, sampai saat ini mempunyai kebebasan dan otonomi untuk mencari dana serta mengalokasikan anggaran untuk kegiatan tridharma: penelitian, pendidikan, dan pengabdian kepada masyarakat.
Peneliti meriset kendaraan listrik di laboratorium pengembangan kendaraan listrik Micro Electric Vehicle-Teleoperated Driving System (MEVi-TDS), di laboratorium BRIN, Bandung, Jawa Barat, Januari 2023. TEMPO/Prima Mulia
Anggaran BRIN pada 2025 ini dipangkas sebesar Rp 2 triliun dari pagu awal anggaran Rp 5,842 triliun. Dana itu hanya cukup untuk memastikan kegiatan operasional semua laboratorium serta fasilitas riset dan inovasi tetap berjalan. Pemangkasan itu didasarkan pada edaran Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) dalam Pelaksanaan APBN 2025.
Pemangkasan anggaran juga menyasar dana riset yang ada di Kementerian Pendidikan Tinggi. Pemangkasan yang diusulkan adalah 20 persen dari total anggaran riset Rp 1,1 triliun di pagu Kementerian Pendidikan Tinggi. Secara keseluruhan, Kementerian Pendidikan Tinggi terkena pemotongan anggaran Rp 22,5 triliun dari Rp 57,6 triliun yang ditentukan pada APBN 2025.
Tempo belum mendapatkan konfirmasi dan komentar dari Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi dan Menteri Pendidikan Tinggi Satryo Brodjonegoro hingga berita ini ditulis. Hasan dan Satryo belum merespons permintaan tanggapan ihwal alasan pemotongan dana riset serta imbasnya pada ekosistem penelitian.
Hamdi Muluk mengatakan minimnya dana hibah dari pemerintah bisa menyebabkan kampus yang ingin berorientasi pada riset menjadi terhambat. Dia mengatakan ekosistem riset juga menjadi terkena dampak bila sumber-sumber pendanaan berkurang. “Kita ingin riset menjadi budaya kita. Ini telat lagi kita mencapai ke sana,” tuturnya.
Dana riset pada 2020 yang hanya 0,28 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia merupakan angka yang memprihatinkan. Persentase ini jauh tertinggal dibanding dana riset negara tetangga. Hamdi membandingkan dana riset negara maju yang biasanya 3-5 persen dari PDB. Adapun PDB adalah indikator umum untuk menilai kondisi perekonomian suatu negara.
Menanggapi hal tersebut, peneliti politik BRIN, Siti Zuhro, menilai negara-negara maju membiasakan kebijakan pemerintah didasarkan pada hasil penelitian. Kebijakan ini dikenal dengan istilah evidence-based policy (EBP). Research-based policy bertujuan membuat kebijakan yang lebih rasional, teliti, dan sistematis.
Siti menilai kebijakan ini juga menekankan pada efisiensi dan efektivitas untuk mencapai hasil yang diinginkan. Masalah akan muncul ketika kebijakan pemerintah tidak berlandaskan kajian yang serius. “Bisa dipastikan tingkat akurasinya kurang. Indonesia kurang peka terhadap pentingnya evidence-based policy,” ujarnya melalui pesan pendek pada Senin, 10 Februari 2025. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo