Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UPAYA perlawanan itu dirancang Sisno Adiwinoto di sebuah tempat di bilangan Kebayoran, Jakarta Selatan, Sabtu dua pekan lalu. Pensiunan jenderal bintang dua polisi itu tak sendiri. Selain mengajak puluhan purnawirawan dan perwira aktif kepolisian, Sisno mengundang sejumlah pakar hukum pidana.
Ketika itu bekas Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat ini hendak mencari celah hukum untuk menggugurkan penghentian perkara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, serta dua mantan pemimpin lembaga itu: Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Perkara ketiganya dihentikan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. "Kami tak terima. Sikap Jaksa Agung seolah-olah menunjukkan polisi tidak profesional dan terbukti melakukan kriminalisasi," kata Sisno, Rabu pekan lalu.
Perkara Novel dihentikan melalui penerbitan surat ketetapan penghentian penuntutan oleh Kejaksaan Negeri Bengkulu, pertengahan Februari lalu. Dua pekan berselang, Prasetyo mengumumkan perkara Abraham dan Bambang dikesampingkan demi kepentingan umum atau seponering. Langkah hukum ini diambil sebagai hak prerogatif Jaksa Agung.
Ketiga kasus itu awalnya diusut Badan Reserse Kriminal Markas Kepolisian RI. Novel dituduh menganiaya pencuri sarang walet ketika menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Bengkulu pada 2004. Belakangan, rekomendasi Ombudsman yang terbit pada awal Januari lalu menyebutkan kasus ini syarat rekayasa. Kasus ini terbit setelah Novel menangani kasus dugaan korupsi yang menjerat bekas Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Tuduhan ini oleh jaksa dianggap tak terbukti dan kasusnya sudah kedaluwarsa.
Abraham dijerat dua kasus. Selain sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen, Abraham dijerat dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang karena bertemu dengan petinggi PDI Perjuangan terkait dengan pemilihan presiden 2014. Sedangkan Bambang menjadi tersangka dugaan keterangan palsu sidang sengketa pemilihan kepala daerah Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010, di Mahkamah Konstitusi.
Keduanya berstatus tersangka tidak lama setelah KPK menetapkan calon Kepala Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan rekening gendut. Penetapan keduanya memicu protes publik karena mengancam pemberantasan korupsi. Alasan inilah yang dipakai Prasetyo untuk menghentikan kasus mereka.
Sisno mengaku sempat berupaya mencegah penghentian perkara ketiganya dua pekan menjelang keputusan diketuk. Pertengahan Februari lalu, dia mengaku mengirim pesan pendek ke Prasetyo dan meminta agar tidak menghentikan perkara Abraham, Bambang, dan Novel.
Saat itu, menurut Sisno, isu penghentian itu sudah ramai di kalangan purnawirawan polisi. Kabar penghentian semakin kuat setelah surat Prasetyo meminta pendapat Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat atas upaya seponering kasus Abraham dan Bambang bocor ke media. Apalagi Presiden Joko Widodo memanggil Prasetyo dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti untuk menyelesaikan perkara Abraham, Bambang, dan Novel. "Saya ditelepon sana-sini. Akhirnya saya hubungi Prasetyo karena kami berkawan dekat," ujarnya.
Kepada Prasetyo, Sisno mengaku sudah berupaya mengingatkan bahwa keputusan penghentian akan mengecewakan pihak kepolisian. Menurut dia, kredibilitas polisi akan sangat jatuh jika tiga kasus tersebut dihentikan. "Ini jeritan para sesepuh Polri dan penyidik aktif," katanya. Prasetyo membenarkan percakapan ini. "Saya sudah menyampaikan ke beliau bahwa ini untuk keberlangsungan pemberantasan korupsi," ujar Prasetyo.
Sesudah keputusan diketuk, salah satu perlawanan dipelopori oleh Sisno sendiri. Setelah menyiapkan celah hukum, bersama 18 lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Penegak Hukum, Sisno mendatangi DPR. Ketua Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia ini mengadukan keputusan penghentian kasus Abraham, Bambang, dan Novel ke Komisi Hukum. Laporan pengaduan diterima Ketua Komisi Hukum Bambang Soesatyo. "Soal ini kami memang tidak setuju," kata Bambang. "Tapi kami sudah menyerahkan sepenuhnya keputusan ini ke Jaksa Agung."
Pada hari yang sama, forum yang dipimpin Sisno itu melaporkan Prasetyo ke Badan Reserse Kriminal Polri dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang dan dianggap merusak tatanan hukum. Tak berhenti di situ, menurut Sisno, mereka sedang menyiapkan gugatan dan uji materi terhadap Undang-Undang Kejaksaan dan Undang-Undang Pelayanan Publik ke Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
Bukan hanya Sisno dan kelompoknya, penghentian kasus Abraham dan Bambang juga dipersoalkan Andar Situmorang, direktur eksekutif lembaga swadaya masyarakat Government Against Corruption and Discrimination. Andar mendaftarkan gugatan praperadilan atas keputusan itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Kami menuntut keputusan Jaksa Agung agar dinyatakan tidak sah sekaligus bagi Jaksa Agung dinyatakan telah melakukan tindak pidana," ujar Andar.
Nama Andar pernah santer terdengar pada Februari tahun lalu. Ketika hubungan KPK dan Polri memanas akibat penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi, Andar memanfaatkan momen untuk mengadukan mantan Wakil Ketua KPK Chandra M. Hamzah dan Deputi Pencegahan KPK Johan Budi Sapto Pribowo ke Bareskrim.
Gugatan praperadilan seponering perkara Abraham dan Bambang juga dilayangkan seorang karyawan swasta bernama Junaidi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan I Made Sutrisna membenarkan soal ini. "Masih diproses," katanya.
Kendati merancang perlawanan penghentian kasus Novel, Sisno dan kelompoknya tidak tercatat sebagai pihak yang mempersoalkan keputusan itu di Pengadilan Negeri Bengkulu, lokasi hukum terjadinya perkara. Adalah Yuliswan, pengacara Irwansyah Siregar dan Dedi Nuryadi, dua pencuri sarang burung walet yang mengaku menjadi korban penganiayaan oleh Novel yang menjadi penggugat. Tersebab pengakuan mereka, Novel menjadi tersangka. Gugatan didaftarkan pada Selasa dua pekan lalu. Dua hari berselang, pengadilan sudah menunjuk Suparman sebagai hakim tunggal kasus itu. Senin pekan ini sidang perdana praperadilan Novel digelar.
Seorang polisi yang bertugas di Kepolisian Daerah Bengkulu mengaku kerap melihat Yuliswan mondar-mandir di markas Kepolisian Bengkulu sejak akhir Februari lalu. Ia semakin intensif ke polisi setelah kasus Novel dihentikan. Padahal Yuliswan sebelumnya jarang berurusan dengan Polda. "Anggota (polisi) pun sekarang jadi sering menyambangi kantor Pengadilan Bengkulu," katanya.
Yuliswan tak menyangkal. Ia bahkan mengaku sering mendatangi markas Polda belakangan ini. Sebagai pengacara, menurut dia, wajar kalau ia kerap menyambangi kantor polisi. "Saya banyak menangani perkara."
Kepala Polda Bengkulu Brigadir Jenderal M. Ghufron mengatakan polisi tidak ada kaitannya dengan praperadilan Novel. "Ini kasus yang ada pro dan kontra," ujarnya. Adapun Prasetyo tak mau ambil pusing ihwal gugatan dan pelaporan dirinya. "Saya juga tak tahu mengapa itu (seponering) dipermasalahkan," katanya. "Itu kan hak prerogatif saya."
Anton Aprianto, Muhamad Rizki, Istman M.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo