PENDATAAN ulang WNI keturunan asing ternyata tak cuma terjadi di
DKI Jaya. Belum lagi rampung ribuan warganegara keturunan
Tionghoa antri di Dinas Pendaftaran Kependudukan di Jl. Kebon
Sirih, Jakarta, di Telukbetung, ibukota propinsi Lampung,
terjadi hal serupa. Tapi selain WNI keturunan Tionghoa, yang
juga jadi sasaran di Telukbetung adalah penduduk keturunan Arab.
Kontan saja sekitar 2.000 lebih keturunan Arab di sana menolak.
Mereka, selain beranggapan hal itu tidak perlu, juga merasa
tersinggung. "Sejak kapan kami ini membutuhkan Formulir K-I,"
kata Abubakar, seorang warga sana yang terkena panggilan. Adapun
Formulir- K-I, adalah selembar Surat Keterangan Pelaporan WNI,
yang menyatakan tidak terdaftar sebagai orang asing (lihat TEMPO
3 Pebruari).
Tapi ketentuan setempat memang mengharuskan keturunan Arab itu
lapor. Dan di Telukbetung itu, yang mewajibkannya adalah Tim
Sensus, terdiri dari unsur Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan
pihak Kodim. Sama halnya dengan keturunan Tionghoa, WNI
keturunan Arab itu ditanyai banyak hal: mana akte kelahiran,
surat bukti kewarga-negaraan, berapa penghasilan sebulan, pernah
aktif dalam organisasi apa saja, dan lain-lain.
Selain para pria, isteri pun harus menghadap sendiri, "tak bisa
diwakilkan," seperti kata Mohamad yang melapor ke Jakarta.
"Begitu juga anak-anak yang di atas 15 tahun." Panggilan itu,
demikian katanya, datang secara bertubi-tubi, dengan ancaman
akan dikenakan sanksi hukuman bila tidak mematuhinya. "Kalaupun
ada yang sakit, anggota tim bisa saja datang mengecek ke rumah,"
sambungnya.
Sampai Bayi
Sejak dulu hal seperti itu memang menjadi kasus setiap ada
peraturan soal pendaftaran WNI keturunan asing. Di Bandung itu
pernah terjadi sekitar 4-5 tahun lalu. Maka ketika peranakan
Arab juga terkena, ada yang melapor kepada A.R. Baswedan,
Perintis Kemerdekaan yang dulunya pendiri dan Ketua PAI. "Saya
langsung kirim surat ke Kowilhan II disertai lampiran bundel
perjuangan peranakan Arab sejak PAI," kata Baswedan kepada TEMPO
"Akhirnya Pangkowilhan II (-Jenderal Widodo waktu itu), kirim
telek ke Bandung, agar keturunan Arab tidak didaftar." Bagaimana
hasilnya? "Di Bandung langsung dilaksanakan. Tapi di kota lain
seperti Garut, Tasikmalaya, sudah terlanjur kena Rp 6.000 per
kepala sampai bayi-bayi," ucap Baswedan.
Di Surabaya beberapa waktu lalu juga timbul hal yang sama. Tapi
di sana banyak dari mereka akhirnya bisa lolos dari urusan
pendaftaran itu. Adalah selembar Surat Kawat, ditandatangani
oleh Menteri Dalam Negeri Amirmachmud, yang ternyata bisa
menjernihkan duduk perkara. Bertanggal 18 Agustus l970, Surat
Kawat dari Mendagri/Ketua Lembaga Pemilihan Umum itu menyatakan
bahwa WNI turunan Arab itu "dapat didaftar sebagai pemilih
dengan menunjukkan salah satu keterangan seperti berikut: ( 1 )
Keputusan pengangkatan menjadi pegawai negeri, (2) Ijazah
sekolah yang diakui pemerintah Indonesia, (3) Kartu Keanggotaan
DPRGR/ DPRDGR, (4) kartu penduduk dan (5) lain-lain surat
keterangan di mana dicantumkan yang memiliki itu adalah WNI.
Surat Kawat itu juga menyatakan bahwa tempat kelahiran di
Indonesia tidak perlu dibuktikan dengan akte kelahiran. Cukup
dengan menunjukkan salah satu surat keterangan yang menyebut
tempat dan tanggal kelahiran.
Surat Kawat Mendagri Amirmachmud itu juga menegaskan kembali
stelsel pasif yang dianut UU Kewarganegaraan Indonesia: " . . .
Apabila yang bersangkutan menyatakan bahwa mereka tidak menolak
kewarganegaraan Indonesia, mereka dapat didaftar sebagai
pemilih. Tidak diperlukan lagi bukti pernyataan Pengadilan
Negeri yang menyatakan mereka tidak menolak kewarganegaraan
Indonesia."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini