Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Juga Keturunan Arab

Pendaftaran kembali WNI keturunan Tionghoa & keturunan Arab di Teluk Betung, ibu kota Prop. Lampung. Keturunan Arab menolak mengisi formulir k-1. Hal serupa pernah terjadi di Bandung & Surabaya. (nas)

10 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDATAAN ulang WNI keturunan asing ternyata tak cuma terjadi di DKI Jaya. Belum lagi rampung ribuan warganegara keturunan Tionghoa antri di Dinas Pendaftaran Kependudukan di Jl. Kebon Sirih, Jakarta, di Telukbetung, ibukota propinsi Lampung, terjadi hal serupa. Tapi selain WNI keturunan Tionghoa, yang juga jadi sasaran di Telukbetung adalah penduduk keturunan Arab. Kontan saja sekitar 2.000 lebih keturunan Arab di sana menolak. Mereka, selain beranggapan hal itu tidak perlu, juga merasa tersinggung. "Sejak kapan kami ini membutuhkan Formulir K-I," kata Abubakar, seorang warga sana yang terkena panggilan. Adapun Formulir- K-I, adalah selembar Surat Keterangan Pelaporan WNI, yang menyatakan tidak terdaftar sebagai orang asing (lihat TEMPO 3 Pebruari). Tapi ketentuan setempat memang mengharuskan keturunan Arab itu lapor. Dan di Telukbetung itu, yang mewajibkannya adalah Tim Sensus, terdiri dari unsur Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan pihak Kodim. Sama halnya dengan keturunan Tionghoa, WNI keturunan Arab itu ditanyai banyak hal: mana akte kelahiran, surat bukti kewarga-negaraan, berapa penghasilan sebulan, pernah aktif dalam organisasi apa saja, dan lain-lain. Selain para pria, isteri pun harus menghadap sendiri, "tak bisa diwakilkan," seperti kata Mohamad yang melapor ke Jakarta. "Begitu juga anak-anak yang di atas 15 tahun." Panggilan itu, demikian katanya, datang secara bertubi-tubi, dengan ancaman akan dikenakan sanksi hukuman bila tidak mematuhinya. "Kalaupun ada yang sakit, anggota tim bisa saja datang mengecek ke rumah," sambungnya. Sampai Bayi Sejak dulu hal seperti itu memang menjadi kasus setiap ada peraturan soal pendaftaran WNI keturunan asing. Di Bandung itu pernah terjadi sekitar 4-5 tahun lalu. Maka ketika peranakan Arab juga terkena, ada yang melapor kepada A.R. Baswedan, Perintis Kemerdekaan yang dulunya pendiri dan Ketua PAI. "Saya langsung kirim surat ke Kowilhan II disertai lampiran bundel perjuangan peranakan Arab sejak PAI," kata Baswedan kepada TEMPO "Akhirnya Pangkowilhan II (-Jenderal Widodo waktu itu), kirim telek ke Bandung, agar keturunan Arab tidak didaftar." Bagaimana hasilnya? "Di Bandung langsung dilaksanakan. Tapi di kota lain seperti Garut, Tasikmalaya, sudah terlanjur kena Rp 6.000 per kepala sampai bayi-bayi," ucap Baswedan. Di Surabaya beberapa waktu lalu juga timbul hal yang sama. Tapi di sana banyak dari mereka akhirnya bisa lolos dari urusan pendaftaran itu. Adalah selembar Surat Kawat, ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri Amirmachmud, yang ternyata bisa menjernihkan duduk perkara. Bertanggal 18 Agustus l970, Surat Kawat dari Mendagri/Ketua Lembaga Pemilihan Umum itu menyatakan bahwa WNI turunan Arab itu "dapat didaftar sebagai pemilih dengan menunjukkan salah satu keterangan seperti berikut: ( 1 ) Keputusan pengangkatan menjadi pegawai negeri, (2) Ijazah sekolah yang diakui pemerintah Indonesia, (3) Kartu Keanggotaan DPRGR/ DPRDGR, (4) kartu penduduk dan (5) lain-lain surat keterangan di mana dicantumkan yang memiliki itu adalah WNI. Surat Kawat itu juga menyatakan bahwa tempat kelahiran di Indonesia tidak perlu dibuktikan dengan akte kelahiran. Cukup dengan menunjukkan salah satu surat keterangan yang menyebut tempat dan tanggal kelahiran. Surat Kawat Mendagri Amirmachmud itu juga menegaskan kembali stelsel pasif yang dianut UU Kewarganegaraan Indonesia: " . . . Apabila yang bersangkutan menyatakan bahwa mereka tidak menolak kewarganegaraan Indonesia, mereka dapat didaftar sebagai pemilih. Tidak diperlukan lagi bukti pernyataan Pengadilan Negeri yang menyatakan mereka tidak menolak kewarganegaraan Indonesia."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus