Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Obral Janji ke Masyarakat Adat

Tiga calon presiden berjanji memperjuangkan nasib masyarakat adat. Pelindungan atas hak ulayat jadi isu utama.

20 Januari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Capres-Cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (kanan), Capres-Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dan capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, saat mengikuti acara Penguatan Anti Korupsi untuk Penyelenggara Negara Berintegritas di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 17 Januari 2024. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Anies menemui sejumlah tokoh masyarakat adat di Jawa Tengah.

  • Gibran berdialog dengan masyarakat adat di IKN.

  • Ganjar bertemu dengan masyarakat adat di NTT.

JAKARTA – Gunarto, 43 tahun, tidak lagi berharap kepada Presiden Joko Widodo. Petani asal Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah, itu ragu Presiden Jokowi dapat menepati janjinya menyelesaikan konflik antara masyarakat adat Samin atau Sedulur Sikep dan perusahaan PT Semen Indonesia pada akhir masa pemerintahannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami sudah pasrah. Presiden (Jokowi) sepertinya tidak akan menolong kami. Presiden sedang sibuk mengurus pemilihan presiden,” kata Gunarto, Jumat, 19 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sedulur Sikep sejak awal menolak pembangunan pabrik semen itu karena merusak lingkungan dan akan mengakibatkan krisis air. Pembangunan pabrik tetap dipaksakan meski masyarakat Samin sudah berkali-kali berunjuk rasa menentangnya.

Presiden Jokowi lantas berjanji menyelesaikan konflik yang disebabkan oleh pembangunan pabrik semen di wilayah pegunungan karst Kendeng tersebut. Presiden memerintahkan dilakukan pengkajian ihwal dampak lingkungan atas aktivitas pabrik semen itu. Menurut kajian ini, kata Gunarto, aktivitas pabrik semen di wilayah pegunungan karst Kendeng terbukti merusak lingkungan dan merampas ruang hidup masyarakat. 

“Namun, atas kajian itu, Presiden tak kunjung menghentikan aktivitas perusahaan,” ujar Gunarto.

Dalam situasi ini, Gunarto didatangi oleh calon presiden Anies Rasyid Baswedan pada Agustus 2023. Anies datang ke kediaman Gunretno, kakak Gunarto, di Kecamatan Sukolilo, Pati, Jawa Tengah. Pertemuan itu disebut sekadar silaturahmi Anies ke Gunretno. “Pak Anies ingin mendengar masalah kami,” ujar Gunarto.

Bakal calon presiden Anies Baswedan menyapa massa pendukung di Stabat, Langkat, Sumatera Utara, 2 November 2023. ANTARA/Fransisco Carolio

Pada kesempatan itu, kata dia, Sedulur Sikep lantas menjelaskan masalah yang sedang mereka dihadapi, dari semakin parahnya kerusakan lingkungan hingga ancaman kehilangan ruang hidup. Dari situ, Anies berjanji berupaya membantu menyelesaikan masalah suku Samin. 

“Kata dia, kalau tak terpilih, akan tetap membantu. Tapi kalau jadi presiden, dia akan membantu sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Gunarto.

Gunarto mengaku tidak ada kontrak politik antara Sedulur Sikep dan Anies. Sedulur Sikep juga belum tentu mendukung Anies, yang belakangan berpasangan dengan Abdul Muhaimin Iskandar dalam pemilihan presiden 2024. “Tapi ada kemungkinan kami memilih Anies,” katanya.

Juru bicara Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Irvan Pulungan, membenarkan kabar bahwa Anies pernah bertemu dengan masyarakat adat Samin pada Agustus 2023. Ia mengatakan pertemuan itu merupakan salah satu strategi pasangan nomor urut satu tersebut untuk mendekatkan diri dengan masyarakat adat. 

Selain itu, Anies ingin mendengar keluhan mereka. “Kami juga banyak bertemu dengan organisasi masyarakat adat, tapi belum bisa disebutkan,” kata Irvan, Jumat kemarin.

Ketika bertemu dengan Sedulur Sikep, kata Irvan, Anies melihat masalah masyarakat Samin juga dialami masyarakat adat lain, baik di Sumatera, Kalimantan, maupun Papua. Anies mendapati terjadi banyak konflik agraria akibat ekspansi pembangunan.

Menurut Irvan, solusi yang ditawarkan Anies-Muhaimin adalah akan menata peraturan perundang-undangan di bidang agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Penataan ini bertujuan memberikan akses partisipasi masyarakat adat yang berkeadilan. “Karena selama ini masyarakat adat tidak dilibatkan,” ujarnya.

Di samping itu, kata dia, Anies akan mengharmonisasi peraturan perundang-undangan agar sesuai dengan Pasal 18 B UUD 1945. Pasal itu menegaskan pengakuan dan penghormatan kepada masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. 

“Kami juga akan menerjemahkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tentang Hutan Adat yang mengamanatkan penyusunan Undang-Undang Masyarakat Adat secara khusus,” katanya.

Irvan melanjutkan, Anies juga berencana memperkuat pengetahuan pemerintah daerah untuk menetapkan hukum adat. Lalu, mereka akan merumuskan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam membentuk peraturan perundang-undangan yang menjadikan masyarakat adat sebagai fokus.

Selain itu, menurut Irvan, setelah terpilih sebagai presiden, Anies akan segera menetapkan tata batas kawasan hutan untuk hak ulayat masyarakat adat. Sebab, selama ini tata batas itu tidak jelas serta kerap menimbulkan konflik antara masyarakat adat dan pemerintah daerah maupun perusahaan. Pemerintah daerah kerap menyusun rencana tata ruang wilayah (RTRW) tanpa melihat tata batas hak ulayat masyarakat adat.

“Kami juga akan memasukkan kawasan hutan adat dalam peta kawasan hutan. Lalu pendaftaran hak atas tanah perlu dikelola juga. Terakhir, pencadangan hutan adat,” katanya.

Janji Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud

Dua pasangan calon presiden lainnya, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka serta Ganjar Pranowo-Mahfud Md., juga mendekati masyarakat adat. Isu masyarakat adat dan agraria menjadi tema debat kedua calon wakil presiden yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum pada Ahad, 21 Januari mendatang.

Anggota Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Immanuel Ebenezer, mengatakan pasangan nomor urut dua itu menyerap aspirasi dari masyarakat adat dengan cara berdialog dan bertemu langsung. “Misalnya, Gibran yang bertemu dengan masyarakat adat di sekitar Ibu Kota Negara Nusantara pada bulan lalu. Gibran mendengarkan masukan masyarakat,” kata Immanuel, Jumat kemarin

Immanuel melanjutkan, Prabowo-Gibran berkomitmen akan memberi pelindungan atas hak ulayat masyarakat hukum adat. Namun ia tak merinci kebijakan yang akan diambil Prabowo-Gibran untuk melindungi masyarakat adat. Immanuel hanya menegaskan bahwa kebijakan yang mendukung masyarakat adat akan didukung. “Apa pun untuk kepentingan NKRI akan dilakukan Prabowo," katanya.

Ketua Flobamora Nusa Tenggara Timur (NTT) Martinus Lende Mere (kiri) mengalungkan kain khas adat NTT kepada capres Ganjar Pranowo (ketiga dari kanan) di perkampungan masyarakat asli Kokoda di Kota Sorong, Papua Barat Daya, 20 November 2023. ANTARA/Olha Mulalinda

Serupa dengan kedua rivalnya, Ganjar-Mahfud juga mendekati masyarakat adat. Juru bicara Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud, Chico Hakim, mengatakan pasangan nomor urut tiga itu sudah berkali-kali bertemu dengan masyarakat adat di Pulau Jawa dan Sumatera Barat. Ganjar-Mahfud pun berjanji melindungi hak adat dan hak ulayat. Mereka juga berkomitmen mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat menjadi undang-undang. 

“Undang-undang ini diperlukan sebagai payung hukum dan hak-hak masyarakat hukum adat,” kata Chico, Jumat kemarin.

Ia mengatakan UU Masyarakat Hukum Adat dibutuhkan karena di dalamnya akan mengatur penyederhanaan mekanisme pengakuan masyarakat adat. UU itu juga diharapkan menjadi resolusi penyelesaian konflik. Menurut Chico, mekanisme pengakuan masyarakat adat ini penting untuk meminimalkan pencaplokan lahan milik masyarakat adat.

Deputi Inklusi Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud, Sandra Moniaga, menguatkan penjelasan Chico. Ia mengatakan Ganjar Pranowo ataupun Mahfud sudah berkali-kali menemui masyarakat adat, seperti masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan Timur; Suku Kokoda di Sorong, Papua; serta masyarakat adat di Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. 

Dalam setiap pertemuan tersebut, kata Sandra, Ganjar selalu menyoroti isu penting di setiap daerah, lalu mencoba menghadirkan solusi yang tepat di sana. “Misalnya, ada daerah yang punya potensi wisata, maka yang direncanakan adalah pembangunan desa wisata,” katanya.

Di samping Ganjar dan Mahfud, tim Deputi Inklusi berdialog dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN); kelompok perempuan adat di Tanah Tabi, Jayapura, Papua; serta masyarakat adat Kasepuhan di Lebak, Banten. Deputi Inklusi menyerap aspirasi dari mereka.

Menurut Sandra, komitmen Ganjar-Mahfud untuk memperjuangkan hak masyarakat adat di antaranya tergambar dengan menghadirkan deputi inklusi dalam struktur tim pemenangan nasional. Salah satu tugas kedeputian ini adalah memastikan hak-hak masyarakat adat diakui dan dipenuhi.

Sandra menambahkan, Ganjar-Mahfud juga memiliki serangkaian program konkret. Misalnya, mempercepat pengakuan hak ulayat dan hak-hak masyarakat adat terhadap hutan, tanah, serta sumber daya lainnya. Cara mempercepat pengakuan itu adalah mendorong percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat dan membentuk Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Agraria yang berada di bawah presiden.

Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Syamsul Alam Agus, mengatakan ketiga pasangan calon presiden itu seharusnya peka terhadap masalah masyarakat adat saat ini. Ia mencontohkan ihwal rendahnya capaian pengakuan masyarakat adat, yaitu hanya 14 persen dari total peta wilayah adat. 

“Hal ini akibat lemahnya komitmen pemerintah memberikan pengakuan,” kata Syamsul.

Syamsul mengatakan alokasi anggaran untuk mendukung proses pengakuan, pelindungan, dan pemberdayaan masyarakat adat juga masih rendah. Persoalan lainnya, penguasaan perusahaan terhadap sumber daya alam yang berada di wilayah adat berimplikasi pada konflik agraria. Berbagai konflik agraria itu belum terselesaikan hingga kini.

“Konflik itu menyebabkan perampasan ruang hidup, menghancurkan kebudayaan dan kearifan lokal masyarakat adat,” katanya.

Syamsul juga ragu ketiga pasangan calon presiden itu akan serius menangani masalah masyarakat adat. Sebab, visi dan misi ketiganya tidak menunjukkan upaya serius untuk melindungi masyarakat adat. 

HENDRIK YAPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus