Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ke Mana Berlalunya Dana TPS Palsu

KPU akan menarik seluruh anggaran TPS fiktif. Di Jawa Timur saja, ada 2.000 TPS fiktif dengan dana Rp 3 miliar yang belum dikembalikan.

26 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERITA di sebuah koran terbitan Jawa Timur membuat sarapan pagi Muhadjir terasa hambar. Koran itu memberitakan, panitia pemilihan kecamatan menilap dana dari tempat pemungutan suara (TPS) fiktif, yang mengakibatkan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Lamongan melaporkan kasus itu ke polisi.

Baru mendengar kata polisi saja, Muhadjir, yang menjabat sekretaris panitia pemilihan kecamatan (PPK) di Solokuro, Lamongan, sudah gemetaran. Selama ini, dia berurusan dengan polisi paling-paling untuk soal surat izin mengemudi atau karena menyerobot lampu merah di persimpangan. Tapi, soal tudingan membuat TPS fiktif dan menyabet uang negara, itu tentu tidak main-main. Muhadjir langsung mengumpulkan seluruh panitia pemungutan suara di wilayahnya Jumat dua pekan lalu.

Setelah Muhadjir mencoba mengusut, ternyata tudingan TPS fiktif itu karena adanya sejumlah TPS yang tidak difungsikan. Ceritanya, menjelang pemilu, PPK Solokuro mengajukan anggaran untuk 122 TPS. Ternyata jumlah TPS yang terpakai hanya 111. Nah, sisanya itu yang dituding fiktif dan dananya diduga ditilap. "Semua uang masih tersimpan bersama bunganya," kata Muhadjir sambil menunjukkan rekening BRI milik PPK Solokuro yang berjumlah Rp 14,8 juta kepada Fatkhurrohman dari Tempo News Room.

Alhamdulillah, uang di tangan Muhadjir aman. Namun wajar bila Panwaslu khawatir. Sebab, di Jawa Timur saja setidaknya ada 1.747 TPS palsu dalam pemilu legislatif April lalu dan 682 TPS fiktif saat pemilu presiden putaran pertama. Padahal KPU menganggarkan dana tiap TPS sebesar Rp 1,65 juta pada pemilu legislatif dan Rp 450 ribu untuk pemilu presiden putaran pertama. Sehingga, jika ditotal, ada lebih dari Rp 3 miliar uang yang harusnya menganggur.

Panwaslu menduga dana untuk TPS fiktif telah mengundang korupsi. Mustaqim Choirun, Ketua Panwaslu Lamongan, mengaku sudah melaporkan permasalahan tersebut ke Komisi Pemilihan Umum setempat seminggu setelah pemilu presiden. Namun laporan itu tidak digubris. Mereka akhirnya meminta polisi mengusut penggunaan dana pada TPS fiktif tersebut. "(Dana) TPS fiktif di daerah lain belum sampai dicairkan ke PPK, tapi di Lamongan sudah ditransfer ke rekening PPK," kata Mustaqim curiga.

Tudingan Panwaslu itu membuat KPU Jawa Timur kelabakan. "Itu bukan TPS fiktif, tapi kelebihan TPS," kata Didik Prasetiyono, anggota KPU Jawa Timur Divisi Logistik. Selisih jumlah TPS itu terjadi karena kesalahan PPK dalam memperkirakan jumlah pemilih. Berdasarkan jumlah yang belum akurat ini, KPU pusat membagikan dana untuk tiap-tiap TPS.

Angka pasti jumlah pemilih sebagai dasar pembentukan TPS rata-rata baru diketahui seminggu menjelang pemilu. Akibatnya, ada daerah yang jumlah TPS-nya berlebih, tapi ada pula yang jumlahnya kurang. Di Surabaya, misalnya, ternyata KPU harus menambah 81 TPS, sementara di Jember dan Banyuwangi berlebih masing-masing 441 dan 339 TPS. "Perkiraan ini rumit, sementara KPU pusat memberikan deadline untuk dijadikan dasar penyusunan anggaran," kata Didik.

Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti mengaku sudah meminta Sekretaris Jenderal KPU supaya secara resmi menarik semua uang yang masih di daerah. "Seharusnya semua dana sudah diserahkan ke KPU," kata Ramlan. KPU sendiri belum bisa memastikan jumlah TPS yang tidak terpakai itu secara nasional.

Terhadap sisa anggaran ini, beberapa daerah sempat mengajukan penggunaan untuk kebutuhan lain. Misalnya yang dilakukan KPU Jawa Tengah. Mereka bahkan menolak segera mengembalikan sisa anggaran tersebut. Alasannya, uang itu akan dipakai untuk keperluan lain. Tapi, "Setiap penggunaan harus dengan persetujuan KPU, tidak bisa dibenarkan begitu saja," kata Ramlan.

Menurut Ketua KPU Jawa Tengah, Fitriyah, anggaran yang tidak terpakai itu bukan sisa anggaran. Dia mengistilahkannya anggaran yang belum terpakai. Sebab, anggaran Rp 16 miliar untuk pemilu di Jawa Tengah akan dipakai untuk tiga kali pemilu. "Jadi, apa lagi yang mau dikembalikan," katanya.

Agung Rulianto, Adi Mawardi (Surabaya), Mahbub Djunaidy (Jember), Dian Yuliastuti (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus