Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tak Putus Dirundung Teror

Pendeta itu ditembak ketika memimpin kebaktian. Ada agenda membenturkan warga.

26 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Malam belum sempurna menyentuh Palu, Ahad pekan lalu. Hujan yang menyiram sejak dua hari sebelumnya masih tercurah. Di tengah hujan deras dan deru angin pada pukul 19.00 WITA itu, dengan khidmat Pendeta Susianti Tinulele, 29 tahun, menutup kebaktian di Gereja Effatha di Jalan Banteng, di pinggiran kota di Sulawesi Tengah itu. Ia melafalkan sebait doa. Di luar, sebuah sepeda motor Yamaha RX King berpenumpang tiga orang tiba-tiba berhenti di depan gereja. Tak lama kemudian, dua orang lagi datang mengendarai Yamaha Jupiter. Dua penumpang motor pertama turun, pengendara motor kedua bersiaga di atas sadelnya. Melihat tamu tak diundang itu, satpam gereja, Leksi Manoppo, mencoba menghalangi. Ia ditodong senjata api. Kedua lelaki tak dikenal itu merangsek ke dalam gereja. Terdengar ledakan senjata api. Farid, 15 tahun, tersungkur dengan luka di paha. Seisi gereja panik. Dalam hitungan sekon, dari depan pintu, hanya 30 meter dari altar, pelaku menembak empat kali. Satu peluru bersarang di dahi Susianti. Setelah terhenyak sejenak, tubuh pendeta itu terkulai, roboh. Jerit tangis berkobar. Puluhan anggota jemaat, yang sebagian besar remaja, tunggang-langgang. Setelah kerusuhan antarkelompok masyarakat tiga tahun lalu, Sulawesi Tengah seperti sulit diteduhkan. Penembak gelap masih berani beraksi. Baru satu setengah bulan lalu Jaksa Muda Ferry Silalahi tewas diberondong pelaku tak dikenal, kini Susianti jadi korban. Lulusan Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kristen Sulawesi Tengah, Tentena, itu tewas dengan kepala pecah dan otak terburai. Empat remaja lain terluka parah. Desriyanti, 18 tahun, tertembak di pelipis kiri tembus ke mata. Farid Melingko, 15 tahun, Kris Medianto, 18, dan Kristianti Ampu, 15, luka di bagian berbeda. "Saya lari keluar, takut terkena tembakan," kata Kris. Tapi peluru tak punya hati. Kini ia berbaring di Rumah Sakit Budi Agung, Palu, dengan lubang peluru di kaki. Keesokan harinya Ketua Gereja Kristen Sulawesi Tengah, A.R. Tubondo, menyatakan kecaman. "Yang kami sesalkan, peristiwa ini terjadi di atas altar. Tempat itu teramat suci," katanya. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Tengah, Saggaf al-Jufrie, tak kalah geram. "Penembakan itu melanggar nilai agama dan kemanusiaan," ujarnya. Seperti Tubondo, Saggaf pun mengimbau umat beragama di Sulawesi Tengah agar tidak terpengaruh oleh isu dan provokasi. Tapi, belum lagi keadaan tenang, serangkaian teror bom telah melanda. Pada saat pemberangkatan Susianti ke pemakaman, Selasa sore lalu, Sekretaris Gereja Effatha, Anwar, ditelepon seseorang yang mengancam akan meledakkan bom di sekitar gereja itu. Polisi memang tak menemukan apa-apa. Dua hari kemudian, giliran Gereja Bala Keselamatan diancam. Tapi, setelah menyisir dua jam, tim Brimob Sulawesi Tengah hanya menemukan bungkusan berisi dua baterai dan rangkaian kabel. Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Ichsan Loulembah, menilai penembakan Susianti, Ferry, dan teror bom yang melanda Palu sebagai bagian dari sebuah skenario besar. "Pelaku punya agenda membenturkan warga," katanya. Di Jakarta, Ketua DPR Akbar Tandjung pun mengingatkan kemungkinan peristiwa ini sebagai upaya pemanasan menjelang pemilihan presiden putaran kedua. Ia meminta pemerintah dan aparat keamanan lebih waspada. "Bukan tak mungkin ada usaha menciptakan instabilitas menghadapi pelaksanaan pemilihan presiden putaran kedua," ujarnya. "Pelaku menginginkan situasi kacau," Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno menambahkan. Namun, menurut Kepala Polda Sulawesi Tengah, Brigjen Pol. Taufik Ridha, polisi telah menetapkan F alias A sebagai salah satu tersangka. Meski enggan menjelaskan kepanjangan inisial itu, ia menegaskan persembunyian tersangka sudah diketahui, yakni di Desa Tulo, Kecamatan Dolo, Kabupaten Donggala. "Sayang, ketika disergap, ia sudah lari," katanya. Semula, Kapolda tak menampik kemungkinan penembakan Susianti adalah upaya mengganggu jalannya pemilu presiden di daerah itu. Namun, setelah Kepala Polri Jenderal Da'i Bachtiar membantah kemungkinan itu, Ridha berubah haluan. "Kita ikut Kapolri, penembakan ini bukan upaya menggagalkan pemilu," ujarnya. Hanibal W.Y. Wijayanta dan Darlis Muhammad (Palu)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus