Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Ke Paris Dengan Bau Busuk

Nasrullah, 17, pemenang lomba karya ilmiah remaja thn 1978 dari Kediri. Judul karyanya "mengenal binatang kepik dan bau busuk yang ditimbulkan". (pdk)

26 Agustus 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBAGAIMANA telah diduga (TEMPO 19 Agustus 1978) Nasrullah keluar sebagai pemenang I Lomba Karya Ilmiah Remaja 1978. Anak dusun dari Kediri ini berhak melancong ke Eropa untuk prestasi yang telah dibuatnya. Sekitar Mei tahun depan ia akan berangkat dan ambil bagian dalam kontes ilmiah di Paris. Peneliti dari udik, berusia 17 itu, tampak tidak canggung ketika berada di sebuah ruangan gedung P&K Senayan, untuk menerima penghargaan dari Menteri Daoed Joesoef. Karya ilmiahnya berjudul Mengenal binatang kepik dan bau busuk yang ditimbulkan menyisihkan 544 karya ilmiah yang ditulis oleh para remaja se Indonesia. Binatang kepik yang jadi pusat perhatiannya itu sebenarnya merupakan kebetulan belaka. Suatu ketika ia bersama dua orang kakak-kandung Fajar dan Eddy Hafid sedang menggali lobang tempat menumpuk sampah. Eh, tiba-tiba melayang seekor binatang dan mau singgah di muka kakaknya. Fajar, si kakak, menepis dan makhluk kecil -- tapi terbang itu terbanting ke tanah. Begitu tangan dicium, baunya tak enak. Kedua kakak-kandung tak mau pusing dengan binatang yang membawa bau busuk itu. Cuma Nasrullah timbul pikirannya untuk menelusuri kehidupan binatang tersebut, mulai dari telur sampai menjadi kepik. Termasuk juga kebiasaan hidup kumbang kecil tersebut. Faktor kebetulan juga mengarak Nasrullah meneliti ulat matahari dan menjadi pemenang kedua dalam Lomba Karya ilmiah 1977. Ketika itu ibunya sedang membersihkan pohon pisang di kebun. Tiba-tiba sekujur tubuh si ibu kegatalan karena ulat. Ia jadi "sinting" dan berbulan-bulan mengamati ulat matahari sebagai penyebab gatal. The Meet Bamboo Untuk meneliti kepik yang jadi bahan penelitiannya tahun ini, Nasrullah tak punya laboratorium di rumah. Maklumlah ayahnya, Anwar Dachlan, hanya menjadi Kepala Kantor Urusan Agama dan bertempat tinggal jauh dari kota Kediri. Tapi tak habis pikir. Nasrullah meminjam laboratorium Sekolah Pertanian Menengah Atas, di mana ia duduk di kelas I. Peralatan itu tak begitu sulit dipinjamnya karena baik kepala sekolah maupun guru yang mengawasi perangkat peralatan itu memang menyokong minat Nasrullah. Alhasil, anak desa itu keliling masuk rumpun bambu sini, merunduk mengendap-endap di rumpun bambu sana, mencari kepik. Pulang sekolah tak ada lagi yang ia kerjakan kecuali berburu dan mengamati penuh minat kehidupan kepik. Binatang cilik itu ditangkapnya dan disimpan dalam botol. Lebih dari 50 kepik yang ia simpan dalam botol dan dijajarkan di atas meja. "Sampai-sampai ibu saya marah karena bau kepik memenuhi kamar," tuturnya. Kedua orangtuanya marah seketika saja, karena mereka toh ingat nama keluarga yang jadi naik berkat prestasi anak mereka tahun lalu. Dari seisi rumah yang 14 orang itu Nasrullah memang dapat sokongan untuk cari tahu tentang kepik. Tapi sempat juga sebuah cap yang lucu diterakan kepadanya. Fajar Ainul Hidayat, kakaknya, memberinya sebutan "demit bambu" yang ditulis dalam ejaan Inggeris jadi the meet bamboo. Ramai juga rupanya suasana di dalam keluarga besar itu. Di luar rumah ia jadi bahan cemoohan teman-teman sebagai "anak kurang kerjaan". Tapi ayahnya selalu menguatkan hatinya. Dan perburuan terhadap kepik jalan terus. Tangkap sana tangkap sini. Masuk ke laboratorium sekolah tak habis-habisnya ia mengintip tubuh si kepik. Untuk mengungkapkan bagaimana perkembangan kepik mulai dari telur sampai menjadi kepik dewasa. Berdasarkan penelitiannya bau busuk yang keluar dari binatang itu sebagai bahan penangkis, seperti juga terdapat pada bunglon atau cumi-cumi yang mengeluarkan cairan hitam, kalau ada musuh yang mau menyerang. Bau busuk itu timbul dari cairan yang keluar dari persendian kaki kepik, kalau dia terpukul atau tertekan. "Cairan itu rasanya pahit," urainya. Bagaimana ia bisa menyimpulkan demikian Kebetulan! Suatu hari ibunya menyuruh Nasrullah yang sedang "tergila-gila" dengan kepik, supaya makan dulu. Rupanya Nasrullah lupa mencuci tangan. Sehingga cairan yang lengket di tangannya itu ikut termakan. Menurut cerita Nasrullah, kepik hidup dari memakan semacam kutu pada bambu ori dan bambu Jawa. "Sampai kini saya tak tahu apa faedah dan bahaya kepik. Karena kepik makan kutu pohon, boleh jadi segi positifnya dia memberantas kutu bambu. Tapi ini dugaan sementara," katanya seperti seorang peneliti kawakan. Pernah terbit niatnya untuk menyelidiki wereng. Tapi rencana itu kemudian padam. "Saya lebih tertarik pada serangga," sahutnya. Anak yang perhatiannya cukup rumit ini siapa tahu bisa berkembang di kemudian hari. Minatnya yang besar terhadap binatang serangga ternyata sudah mendapat sambutan Dr Andi Hakim Nasution dari IPB Bogor. Ia menjanjikan kesempatan buat anak Kediri itu. "Nanti kamu masuk IPB jurusan entomologi," kata juri yang sehari-harinya dosen IPB. Jurusan entomologi itu bagian apa? Jurusan yang mempelajari serangga-serangga, apalagi. Dan Nasrullah bukan main senangnya. Patut kalau dia dapat bea siswa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus