Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laleh Bakhtiar tadinya cuma dikenal sebagai psikolog. Ia juga mengajar di University of New Mexico, Amerika Serikat. Perempuan keturunan Iran ini kemudian mempelajari bahasa Arab klasik selama tiga tahun. Hasilnya? Awal bulan ini ia menerbitkan The Sublime Quran, terjemahan Al-Quran dalam bahasa Inggris.
The Sublime mengejutkan banyak orang karena memuat sejumlah arti baru pada beberapa ayat Quran. Perempuan 68 tahun ini, misalnya, menanggalkan kata infidel dan disbeliever (ingkar) untuk menerjemahkan kafir. Ia memilih ones who are ungrateful (mereka yang tidak bersyukur). Kata Allah digantinya dengan God. Dia juga menyebut Jesus untuk Nabi Isa dan Mary untuk Maryam. ”Agar lebih mudah dipahami pembaca berbahasa Inggris,” ujarnya.
Terjemahan yang paling banyak dipersoalkan ada pada Surat 4:34 atau Surat An-Nisaa ayat 34. Dia menerjemahkan adhribuu hunna menjadi to go away from them (pergi dari mereka). Ayat itu lengkapnya ia terjemahkan: ”Bagi mereka (wanita/istri) yang kamu takutkan tidak taat, peringatkanlah, pisahkan mereka di tempat tidur, dan kemudian tinggalkanlah mereka”. Masalahnya, hampir semua terjemahan Al-Quran, termasuk terbitan Departemen Agama Indonesia, mengartikan kata itu menjadi to beat them (pukullah mereka).
Laleh mengajukan tiga alasan atas terjemahan yang dipandang nyeleneh itu. ”Tuhan yang saya cintai tidak akan mengatakan seorang suami boleh memukul istrinya. Nabi Muhammad juga tidak pernah melakukan itu sepanjang hi-dupnya. Jadi dari mana kesalahpahaman itu?” katanya. Alasan kedua, ada 25 arti kata idhrib atau adhribuu. ”Kenapa harus memilih memukul?” Yang ketiga, penerjemahan memukul tidak konsisten dengan arti Surat Al-Baqarah ayat 231 soal perceraian.
Terjemahan seperti itu, kata Khaled Abou el-Fadl, profesor hukum Islam di University of California, Los Angeles, terjadi karena kemampuan Laleh me-nerjemahkan teks bahasa Arab jauh dari memadai. ”Belajar bahasa Arab klasik tiga tahun belum cukup,” katanya.
Seperti Khaled, guru besar ilmu Al-Quran di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, Roem Rowi, mengatakan penerjemahan Laleh tidak tepat. ”Saya belum pernah mendengar ada yang mengartikan idhrib menjadi meninggalkan,” katanya.
Roem menduga Laleh memilih penggunaan kata tersebut untuk menghapus citra kekerasan pada Islam. ”Tapi tidak lantas mengartikan lain, karena arti-nya memang memukul.” Roem menyebutkan—seperti disitir juga dalam tafsir tim Universitas Islam Indonesia—memukul pada ayat ini cuma hukuman psikologis, bukan hukuman untuk menyakiti istri. Bentuknya pukulan ringan yang tidak meninggalkan bekas dan tidak boleh diarahkan ke muka.
Namun Laleh tak sendirian. Siham Serry, profesor bahasa Arab di Universitas Amerika di Kairo, menerjemahkan idhrib sebagai to push away, yang mirip kendati sedikit berbeda dengan to go away yang digunakan Laleh. Reza Aslan, penulis buku No god but God, bahkan menerjemahkannya sebagai go to bed with them (when they are willing).
Kata idhrib, menurut guru besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Siti Musdah Mulia, malah bukan hanya punya 25 arti, melainkan 48 makna. Salah satunya berhubungan badan. ”Kenapa para mufasir memilih arti memukul?” katanya. Musdah menduga tafsir seperti itu terkait dengan budaya patriarki. Maklum, sebagian besar mufasir adalah laki-laki.
Dia juga mengkritik metode tafsir konvensional tahlili yang mengartikan ayat per ayat tanpa melihat konteks dan kaitannya dengan ayat-ayat lain. Setiap penafsiran Al-Quran, menurut dia, mestinya meng-acu pada biografi Nabi Muhammad. ”Rasul itu begitu lembut kepada perempuan, tidak pernah sekali pun menghardik istrinya, apalagi sampai memukul,” katanya.
Memberi makna kata memukul sebagai hukuman psikologis, menurut penulis dan feminis Amerika, Asra Nomani, pun cuma upaya ”berdansa dengan ayat”. Nomani punya segepok contoh jenaka ihwal ”dansa” seperti itu. Salah satunya pengalaman mendengar ceramah Syekh Yusuf Estes di West Virginia University tentang ”istri yang tidak patuh” dengan menyitir Surat 4:34 yang dia tulis di Washingtonpost.com.
Penceramah muslim Amerika itu menyarankan, pertama, ”Peringatkan mereka.” Kedua, ”Tinggalkan tempat tidur.” Dan akhirnya, ”Gulunglah kertas koran dan pukul mereka.” Setelah menyimak ceramah itu, Nomani langsung menegur Estes dan bertanya apakah ia pernah menggulung koran dan memukulkan pada istrinya. Estes menjawab, ”Saya menikahi seorang perempuan Texas. Kamu tahu apa yang akan dilakukannya bila saya memukulnya?”
Tak cuma di Amerika, di Indonesia pun pelaku kekerasan dalam rumah tangga bisa-bisa masuk bui. Tentu saja bukan karena itu Laleh menerjemahkan idhrib berbeda dengan yang lain.
Sapto Pradityo (Chicago Tribune, Washingtonpost.com, SublimeQuran.org)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo