Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Utut Adianto menyatakan, bahwa revisi Undang-undang atau UU TNI tidak akan menjadikan Indonesia sebagai negara militer. Hal itu ia sampaikan saat memimpin rapat kerja bersama Panglima TNI dan kepala staf angkatan dari tiga matra pada Kamis, 13 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi tetap, kita tidak jadi negara militer seperti yang kebanyakan ditakuti oleh orang," ujarnya di ruang rapat Komisi I DPR, Jakarta.
Politikus PDI Perjuangan ini mengapresiasi sikap TNI yang memprioritaskan supremasi sipil. Dia menilai bahwa prinsip itu penting diterapkan dalam negara demokratis seperti Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto memastikan instansinya berkomitmen dalam menjaga dan menjunjung prinsip supremasi sipil di Tanah air. Ia meminta masyarakat tak khawatir akan revisi Undang-Undang TNI.
Agus mengatakan, prinsip supremasi sipil merupakan elemen fundamental negara demokrasi yang mesti dijaga dan dijunjung tinggi. Ia berjanji revisi UU TNI tidak akan mengikis sedikit pun supremasi sipil.
"Supremasi sipil kami jaga dengan memastikan adanya pemisahan yang jelas antara militer dan sipil," kata Agus dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi bidang Pertahanan DPR, Kamis, 13 Maret 2025.
Ia menyebut, TNI akan senantiasa berkomitmen untuk menjaga keseimbangan peran antara militer dengan otoritas sipil. Agus memastikan TNI selalu memperhatikan batasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya.
"TNI berkomitmen mempertahankan prinsip supremasi sipil serta profesionalisme dalam menjalankan tugas pokok," ujar mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu.
Rapat Paripurna DPR pada 18 Februari 2025 menyetujui RUU TNI masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2025. Pada 13 Februari lalu, pimpinan DPR telah menerima surat bernomor R12/Pres/02/05 dari Presiden Prabowo Subianto untuk menunjuk wakil pemerintah dalam membahas RUU TNI.
Terdapat berbagai rumusan baru yang diusulkan dalam RUU ini, mulai dari penambahan wewenang TNI hingga batas maksimal usia pensiun. Ada juga klausul yang mengatur perluasan pos jabatan sipil yang bisa diduduki oleh personel militer.
Revisi UU TNI mendapat penentangan keras dari masyarakat. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai RUU TNI berisiko menghidupkan kembali dwifungsi militer seperti di era Orde Baru. Salah satu kritik datang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang tergabung dalam koalisi tersebut.
“YLBHI sendiri menyatakan dengan tegas kami menolak revisi Undang-Undang TNI yang hendak menghidupkan kembali praktek dwifungsi ABRI, atau bahkan kita bisa bilang mau menghidupkan lagi neo-Orba,” kata Wakil Ketua YLBHI Arif Maulana saat konferensi pers di gedung YLBHI, Jakarta Pusat, 6 Maret 2025.
Pilihan editor: Alasan TNI Naikkan Pangkat Teddy Indra Wijaya Jadi Letkol