B~ATAM kini lebih mirip sebuah kampung di pojok Singapura. Jalan selebar 7 meter yang menghubungkan bagian kota yang terserak - Sekupang, Nagoya, Nongsa - seluruhnya beraspal hotmix kelas satu, bukanlah gambaran sebuah kota kecil Indonesia. Kota madya ini cuma berpenduduk 70.000-an jiwa. Tapi di sana toko-toko yang kelihatan tumbuh seperti jamur menjajakan berbagai produk buatan mancanegara, seperti tas tangan Nina Ricci atau Guci, jam tangan Charles Jourdan atau Cartier, mainan anak-anak dari Hong Kong atau Jepang. Bar, klub malam, dan panti pijat juga tersedia. Telepon dari Batam ke Singapura menggunakan saluran lintas border. Artinya, hubungan dengan Singapura tak perlu melintasi Jakarta dulu, sebagaimana halnya beberapa kota lain di Indonesia. Memang, jaraknya pun tak jauh, cuma 20 km, dipisahkan oleh Selat Melaka. Dengan kapal feri. orang l~atam cuma butuh waktu 20 menit mencapai Singapura. Padahal, dulu Batam cuma sebuah pulau sepi yang terpencil dan pada ~1971 penduduknya tak lebih dari 7.000 jiwa. Semua berkembang cepat, setelah tahun 1973 pemerintah melalui Keputusan Presiden menetap Batam sebagai bonded area alias kawasan berikat. Untuk kepentingan industri da~n ~perdagangan semua barang yang masuk ke pulau ini dibebaskan dari segala ~macam bea masuk. Bila bara~ng-barang itu dibawa ke ~daerah Indonesia lainnya, barulah ketentuan tentan~g bea dan cukai atau peraturan lainnya yang ada diberlakukan. Berlakunya ketentuan fiskal (sekarang Rp 250.000,00) bagi semua warga Indonesia yang berangkat ke luar negeri memang ~men~yebabkan para pedagang cangkingan, ~~yang sempat mati kutu oleh ketentuan itu, lantas melirik Batam. Apalagi Kepres 4/1985 membcri celah-celah: perdagangan antarpula~u ~tak perlu jadi urusan pihak BC. Sebetulnya, sudah ada upaya menangkal ~kemungkinan penyelundupan barang-baran~g dari Batam. Dirjen BC, 1979, membuat ketentuan bahwa setiap barang luar n~egeri ~yang dimasukkan ke Batam harus di~beri label "Bonded Warehouse Batam". Dengan ini, barang eks Batam akan mudah dik~enali bila dibawa ke daerah lain. Selain itu, ditetapkan pula oleh Dirjen BC ~bahwaa untuk tempat pemasukan dan pengeluaran barang-barang eks luar negeri dari B~atam ditunjuk hanya dua pelabuhan, Sekupa~ng dan Batu Ampar. Tapi nyatanya sejak setahun yang lalu, pihak Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam membuka Kabil, sebuah desa di sebelah timur pulau itu, sebagai pelabuhan yang menghubungkan Batam dengan Tanjung Uban di Pulau Bintan. Jarak kedua pelabuhan sekitar 1O km, dan hanya setengah jam dengan perahu bermesin. Pihak BC pun - seakan lupa pada SK Dirjen tadi membuka kantor di situ. Ini memang mempermudah penyelundupan. Hanya dengan setengah jam barang-barang eks Batam sudah masuk Tanjung Uban. Barang itu sudah bisa dibawa ke daerah lain sebagai barang antarpulau. Apalagi ketentuan label "Bonded Warehouse Batam" ternyata tak lagi dilaksanakan oleh petugas BC. Kantor kecil BC yang ada di situ, dengan jumlah petugas sekitar lO orang, tentulah lebih mudah "diatur" dibanding di pelabuhan resmi seperti Sekupang dan Batu Ampar. Maka, Kabil pun berubah menjadi desa yang bersemarak. Lebih dari 30 perahu pompong mondar-mandir di sana, dan setiap harinya menyeberangkan ratusan inang-inang. Menjelang Lebaran, penyeberangan berlangsung terus sampai malam hari, dengan menggunakan lampu petromaks. Dari Tanjung Uban barang-barang itu dibawa dengan taksi menuju Tanjungpinan~g yan~g cuma 60 km. Setelah gebrakan terhadap kapal Sindoro, Sriyani, dan Niaga XVI, Kabil pun berubah sepi. Perahu penyeberangan kebanyakan hanya bertambat di dermaga. "Dulu yang menyeberang bisa 1.000 orang sehari, tapi sekarang paling seratus," kata seorang petugas BC di Kabil. Nasib Kabil sebagai pelabuhan pun tampaknya bisa tamat. "Bila memang tak dikehendaki, nanti saya akan melaporkan pada Pak Ketua," kata Soedarsono Darmosoewito, 60 tahun, Kepala Badan Pelaksana Otorita Batam. Yan~ dimaksudnya adalah Menristek B.J. Habibie, Ketua Otorita Batam. Ia juga merencanakan membangun gudang di Kabil, agar barang yang mau diseberangkan dari sana digudangkan dahulu untuk memudahkan pemeriksaan BC. Soedarsono sendiri beberapa bulan lagi akan mengakhiri jabatannya di Batam. Menurut rencana, kata B.J. Habibie, November nanti Soedarsono akan digantikan oleh Marsekal Supandi, yang kini menjadi sekretaris di perusahaan penerbangan Garuda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini