GADIS kecil Ella, 9, merapatkan tubuhnya ke tembok rumah sembari menangis sesenggukan, begitu melihat ayahnya datang dengan dikawal sejumlah polisi. "Jangan menangis, kalau menangis bukan anak jagoan," kata sang ayah menghardik. Ella mengangguk kecil, tapi air mata terus membasahi pipinya. "Jagoan" itu, Eddy Ramli, 43, adalah tersangka pelaku penting dalam peristiwa pengeboman kantor BCA di Jalan Gajah Mada yang tertangkap belakangan. Kehadiran Eddy di rumahnya, di Kelurahan Palmerah, Jakarta Barat, Senin pekan ini, adalah dalam rangkaian rekonstruksi untuk melengkapi rekonstruksi sebelumnya, akhir Oktober 1984, yang dilaksanakan semasa Eddy Ramli masih buron. Beberapa bagian dari rekonstruksi itu memang sudah terungkap dalam rekonstruksi sebelumnya. Ini dimulai 16 September, tiga hari setelah huru-hara di Tanjung Priok, ketika Tasrif, 54, menghubungi Rachmat Basocki. Keduanya memang sudah saling mengenal, karena pernah sama-sama ditahan dalam peristiwa kerusuhan di sidang umum MPR, 20 Maret 1978. Mereka juga sama-sama aktif di Gerakan Pemuda Ka'bah (GPK). Keduanya lantas bersepakat untuk membuat follow-up Peristiwa Tanjung Priok, dengan cara mengebom sejumlah kantor BCA di Jakarta, yang sahamnya antara lain dimiliki sejumlah pengusaha Cina (TEMPO, 3 November 1984). Tasrif lalu menyediakan tiga bom - entah diperoleh dari mana - serta menghubungi Eddy Ramli dan kawan-kawannya, setelah dia memperoleh dana Rp 1 juta dari Rachmat Basoeki. Separuh dari uang itu, konon, diperoleh Rachmat dari tokoh yang kini ditahan, seorang eks menteri pada permulaan Orde Baru. Mula-mula bom itu dititipkannya di rumah Hasnul Arifin, salah seorang teman Eddy yang tinggal di Klender. Belakangan, "barang" itu dijemput Eddy Ramli dan dibawa ke rumahnya. Dari rumah Eddy Ramli, pagi 4 Oktober, mereka berangkat menuju sasaran yang akan dibom. Dari rekonstruksi di rumah Eddy Ramli, yang terletak di sebuah gang sempit, diketahui bahwa pagi itu ketiga bom tadi dibagi, masing-masing kepada Eddy Ramli, Yunus, dan Tasrif. Eddy dan Yunus, dengan bekal Rp 30.000 dari Tasrif, berangkat dengan satu taksi. Eddy diturunkan di depan BCA Jalan Gajah Mada, dan Yunus meneruskan perjalanan ke jembatan Metro, Glodok. Setelah aksi pengeboman, ketiganya berkumpul di Wisma Hayam Wuruk, kemudian berpencar ke kediaman masing-masing. Ternyata, dua hari setelah peristiwa, jejak mereka sudah tercium petugas. Diawali dengan penangkapan terhadap Yunus, menyusul Chaerul, Rachmat Basoeki, dan belasan kawanan mereka tertangkap pula. Yang luput adalah Eddy Ramli dan Tasrif. Eddy, setelah pengeboman, masih sempat pulang ke rumahnya, bersembunyi di rumah mertuanya, di Jalan Kramat Sawah, lalu berpindah ke rumah Muhidin Ali di Kramat, dan ke rumah Hasnul di Klender. Setelah teman-teman itu tertangkap, Eddy berpisah dengan Tasrif di Bekasi. Tasrif pergi entah ke mana, sedangkan Eddy kabur ke Kampung Panjang, Kabupaten Lebak, di pedalaman Banten. Di sana dia menuntut ilmu gaib pada seorang dukun, agar bisa menghilang. Sayang, baru dua hari di sana, sang dukun mencurigai Eddy, dan diam-diam dia mengutus pembantunya melapor ke Kodam V Jaya. Dari laporan itu, setelah dicek, hari itu juga, 13 November 1984, Panglima Mayor Jenderal Try Sutrisno langsung memimpin sejumlah pasukan dengan sebuah helikopter menuju tempat dukun itu. Eddy pun tertangkap, dan langsung dibawa ke Jakarta. Sebelumnya, beberapa rumah bekas istri Eddy di beberapa tempat sudah digerebek, tapi tanpa hasil. Eddy memang diketahui setidaknya pernah punya tiga istri di pelbagai kota. Menurut rencana, perkara itu akan dibawa ke pengadilan bulan Desember ini. Tapi, seorang tokoh lain, Tasrif, tetap buron. Dari rekonstruksi tersebut bisa dilihat betapa pentingnya peranan Tasrif. Misalnya, 24 September, dia memerintahkan Eddy Ramli memasang bom di sebuah pohon di Lubang Buaya, dengan tujuan agar bom itu meledak ketika berlangsung upacara Hari Kesaktian Pancasila, yang dihadiri oleh Presiden dan pejabat penting lamnya. Tapi Eddy menolak, karena setelah ia menyelidiki ke sana, rencana itu terlalu riskan: penjagaan di sana amat ketat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini