KEBAKARAN Sarinah dua pekan lalu telah membuat pemilik gedung tinggi jadi waspada. Gedung BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, misalnya. "Kami baru saja mengusulkan untuk melengkapi sarana proteksi kebakaran gedung ini," kata Lolly Abdullah, kepala Subbagian Perawatan dan Pemeliharaan gedung berlantai 21 ini. "Anggaran setahun yang kami usulkan Rp 100 juta, empat kali anggaran proteksi kebakaran selama ini." Bahkan Senin sore pekan ini, gedung BPPT untuk pertama kalinya sejak gedung itu berdiri mengadakan latihan bahaya kebakaran. Di tiap lantai ditugasi enam orang sebagai penanggung jawab latihan ini. Merekalah yang memimpin evakuasi, pengamanan, dan lain-lain. Seorang bertugas menilai hasil latihan. Pukul 14.30 sirene meraung, semua karyawan segera meninggalkan mejanya. Tak ada ketegangan, dan langkah penyelamatan diri pura-pura ini pun berlangsung santai. Tapi, tiba-tlba suasana agak panik sebentar. Ternyata, para karawan belum tahu letak tangga darurat. Petugas pun tampak masih kurang terampil membuka pintu tangga darurat. "Belum efektif," tutur seorang petugas menilai latihan setengah jam itu. Sebenarnya, gedung BPPT termasuk yang selalu mengecek sarana proteksi kebakaran. Tiap bulan sekali selalu ada penggantian pipa hidran yang rusak, baterai, alarem yang tak mau bunyi, dan lain-lain. Tapi gedung ini hanya ber-sprinkler dari lantai Xl ke atas. Di lantai I sampai X tak ada alat pemancar air otomatis itu. Cuma, di tiap lantai memang ada hidran. Semua sarana itu kini dirasa kurang memenuhi syarat, hingga diusulkan tambahan anggaran itu. Tak cuma di Jakarta. Di Surabaya, Kamis pekan lalu, pihak Kodam VIII Brawijaya mengumpulkan 95 pimpinan proyek vital seluruh Jawa Timur. Acara, "Rapat Koordinasi Pengamanan Tempat-Tempat Umum". Tapi, tekanan pertemuan itu, toh, pada soal proteksi bila terjadi kebakaran. Yang - oleh beberapa pemilik gedung bertingkat di Surabaya - akhir-akhir ini memang diperhatikan. Gedung Siola berlantai V itu, misalnya. Belum lama ini gedung yang punya 7 500 m2 lantai itu menambah sarana proteksi kebakarannya dengan 50-an tabung kebakaran. "Ini sesuai dengan saran Dinas Kebakaran Surabaya," kata Wibisono, pengurus gedung Siola. Selain itu, kini disiapkan pula tandu-tandu darurat, dan jalan menuju tangga darurat dibersihkan dari tumpukan barang-barang. Yang menarik adalah dugaan John Djohan, manajer Proyek PT Gapura Raya, perusahaan Industrial Maintenance Product & Fire Protection Specialist, yang berkanor di Jakarta. Katanya, banyak gedung tinggi di DKI Jakarta yang tak memenuhi syarat sarana proteksi kebakarannya. Ia tahu, karena belum lama ini John diundang memberikan ceramah oleh beberapa perusahaan asuransi yang menanggung asuransi kebakaran sejumlah gedung tinggi. Dari pertemuan itu ternyata perusahaan asuransi asal saja dalam menerima langganan. "Mungkin karena perusahaan asuransi banyak saingan, sementara mereka harus mengejar target," kata John. Di samping itu John, yang perusahaannya dipercaya Departemen PU memberikan saran mengatasi kebakaran, melihat beberapa hal yang melemahkan upaya mencegah bahaya kebakaran. Misalnya, pemilik gedung ingin menghemat. Lalu, belum tegasnya peraturan yang mengharuskan pemasangan sarana pencegah kebakaran di gedung timggi. Padahal menurut perhitungan, ongkos mengadakan sarana proteksi kebakaran hanya sekitar 2% dari harga bangunan. "Yang ada peraturan daerah tahun 1975, yang hanya mengharuskan gedung lantai delapan ke atas yang harus pakai sprinkler," kata John. "Peraturan itu harus diganti, sebab semua lantai perlu sprinkler." Soeharto, wakil kepala Dinas P2K DKI Jakarta, setuju dengan pendapat itu. "Peraturan itu berasumsi baha penyelamatan gedung lantai-lantai ketujuh ke bawah tugas pasukan kebakaran," katanya. "Itu tidak benar. Seharusnya penyelamatan pertama datang dari pihak gedung itu sendiri, kalau mau efektif." Konon, menurut sumber TEMPO, peraturan pengganti Peraturan Daerah tahun 1975 sebenarnya sudah ada. Dalam konsep pengganti itu dinyatakan, bagi gedung bertingkat, semua lantai harus punya sprinkler. Ditambah, dilarang memakai bahan-bahan bangunan atau dekorasi dari material yang mudah terbakar. Tak jelas mengapa konsep itu belum dilaksanakan. Menunggu kebakaran yang lebih hebat dari Sarinah?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini