SIDANG kelima Abdullah bin Umar yang didakwa terlibat dalam gerakan "Komando Jihad", serangkaian perampokan dan pembunuhan, Senin pekan ini hanya berlangsung 30 menit. Sedianya, tiga orang saksi akan diajukan dalam sidang Pengadilan Negeri Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tapi yang dapat dihadirkan hanya dua orang: Bambang Sudiyatmo dan Bambang Simpoyo. Itu pun keduanya menolak memberi kesaksian bagi terdakwa yang dianggap sebagai "teman seperjuangan" mereka. Bambang Sudiyatmo, 31, asal Wates, Yogyakarta, memasuki ruang sidang dikawal dua orang provost. Ia tidak mau memberi hormat kepada majelis hakim yang dipimpin Mohamad Dinar, S.H., ketua Pengadilan Negeri Sleman itu. "Saya mau menjawab pertanyaan hakim asal diperkenankan menbaca Alquran," katanya. Gagal mengorek kesaksian dari Bambang Sudiyatmo, hakim memanggil saksi lain, Bambang Simpoyo, 33. Komandan untuk wilayah DIY itu - seperti rekannya - tidak mau menghormat hakim. Begitu masuk, ia duduk menghadap kiblat. Padahal, meja hakim menghadap ke selatan. Ia juga bungkam, tidak mau memberikan kesaksian apa pun. "Bagaimanapun juga, bila pengadilan membutuhkan kesaksian Saudara, kami akan menghadirkan kembali Saudara sebagai saksi," kata hakim. Selain sebagai saksi, keduanya akan diajukan sebagai terdakwa dengan tuduhan sama seperti Abdullah. Abdullah sendiri, demikian tuduhan Jaksa Wisnu Subroto, S.H., sejakJuli 1978 sampai akhir 1979 telah mengadakan serentetan rapat gelap untuk mematangkan perjuangan yang mereka sebut Komando Jihad. "Sebagai mubalig, ia telah mengadakan pertemuan dengan kedok pengajian," katanya. Bersama Warman, Tholkah Mansyur, Asri, Yatno, dan Pepen, terdakwa merampok uang gaji IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, I Maret 1979. Uang hasil rampokan Rp 4,4 juta digunakan untuk membiayai gerakan mereka. Aksi kedua Abdullah - yang mengaku pernah menjadi mahasiswa IKIP Malang-bersama Warman, Harun, dan Ali Atmojo, gagal ketika mencoba merampas uang gaji IKIP Malang 31 Marei 1979. Sebelumnya, seperti dituduhkan Jaksa, bersama Warman, Hasan Bauw, dan Farid Gozali, terdakwa telah membunuh Parmanto, M.A., pembantu rektor urusan kemahasiswaan UNS (Universitas Negeri Sebelas Maret) di Solo, 11 Januari 1979. Alasannya, Parmanto dianggap sebagai kader PKI yang menyusup ke dunia pendidikan lewat UNS. Seminggu kemudian, Abdullah dituduh menghabisi nyawa rekannya sendiri, Hasan Bauw, di Cangkringan, Yogyakarta. Mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga asal IrianJaya itu ditembak karena dianggap telah menodai perjuangan dengan membocorkan gerakan mereka kepada pemerintah (TEMPO, 30 Juni 1979). Terdakwa, sebelum ditahan Laksusda JaTeng/DIY 28 Januari 1980, dikenal sebagai guru mengaji di Pondok Pesantren Ngruki, Sukoharjo, Surakarta. Berbadan sedikit langsing dan selalu berpakaian rapi, ayah dua anak itu memelihara janggutnya tebal. Ia, menurut Jaksa, termasuk salah seorang dari 12 kader yang dilantik Gaos Taufiq, tokoh Komando Jihad Sumatera Utara, 1976. Dengan tenang dan suara lantang, Abdullah, tokoh Komando Jihad kelahiran Desa Lamahala, Flores Timur, itu menolak seluruh tuduhan Jaksa. "Saya baru tahu nama Komando Jihad setelah ditahan," . katanya. Mengenai pembunuhan Parmanto, Abdullah berucap, "Ketika itu saya sedang mengajar ngaji di Pondok Ngruki Sukoharjo. Sedangkan tentang kematian Hasan Bauw, terdakwa mengatakan, "Mana mungkin saya membunuhnya? Ia kawan baik saya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini