BENCANA kelaparan di Jayawijaya, Irian Jaya, yang telah mengambil korban meninggal sejak Maret lalu akhirnya ditangani pemerintah pusat. Dalam rapat koordinasi para menteri bidang kesejahteraan rakyat di Jakarta Rabu minggu lalu, Departemen Sosial ditugasi mengirimkan 50 ton beras dan mengkoordinasikan pemindahan sekitar 26.500 orang yang terancam kelaparan di Kecamatan Kurima. Sedangkan Departemen Pertanian diminta segera membasmi hama tanaman yang diduga menjadi penyebab kelaparan itu. Agaknya, bencana suburuh obok - kurang makan dalam bahasa suku Yali - di dataran tinggi yang terbentang di sebelah timur Lembah Baliem sampai Pegunungan Jayawijaya itu boleh dibilang agak terlambat diatasi. Akibatnya, korban, yang sejak Maret sampai Agustus lalu baru tercatat 37 orang meninggal, sampai dua pekan lalu bertambah dengan 232 orang meninggal. Sedikitnya 1.500 orang suku Meik dan Yali yang masih mengembara di daerah bencana itu kini dalam keadaan kritis. Sebenarnya, isyarat kurang makan itu sudah terlihat sejak awal tahun ini. Sebagai petunjuk, kata dr. Simon P. Sangkerij, pimpinan Rumah Sakit Effata di Anggruk, Kecamatan Kurima, hasil bumi penduduk sekitarnya tidak lagi melimpah di pasar. "Sejak triwulan pertama tahun ini, pasar hasil bumi menurun secara drastis," katanya. Daerah yang dilanda kelaparan kali ini, menurut camat Kurima, Nimrod Manufandu, diia in1r 2X 000 orang, terpencar dalam kelompok kecil yang masih hidup mengembara. Daerah paling rawan pangan berada di Desa Anggruk, Helariki, Nalca, dan Kona - semua di Kecamatan Kurima. Makanan pokoknya - seperti halnya penduduk Jayawijaya yang lain - ialah batatas, sejenis ubi jalar. Sumber bencana yang utama, menurut Camat Manufandu, ialah kondisi tanah yang memang kurang subur. Sejak awal tahun, tanaman batatas telah diserbu hama suklum, sejenis ulat segede kelingking dengan kepala mlrlp anjing, menggerek tanaman batatas yang baru berumur satu bulan. Sampai Agustus lalu, praktis tanaman makanan utama penduduk Kecamatan Kurima telah ludes dilalap suklum. Banyak penduduk yang putus asa dan kemudian menghabisi babi piaraannya untuk mengganjal hidup. Pemandangan di desa-desa itu pun berubah. Pagi hari, tidak lagi terlihat ada orang membakar batatas. Sebagian besar rumah, dari pagi hingga petang, tampak kosong. Penghunmya mencan ubi atau berburu ke hutan. Untuk penunjang makanan pokok, masyarakat suku Meik dan Yali itu juga mencari buah merah - sejenis nangka berukuran panjang sampai I meter dan buah kelapa di hutan. Sebenarnya, kelaparan semacam itu tidak perlu terjadi bila mereka mau membuka lahan baru yang kondisi tanahnya lebih baik. "Masyarakat selalu menjawab, pindah tempat tidak perlu karena mereka sudah punya ladang luas," kata Naftali Nauw. Kebetulan ladang kedua suku di Kecamatan Kurima itu memang kurang subur, banyak batu karang dan jurang. Penyebab kelaparan lain, seperti dilaporkan bupati Jayawijaya Albert Dien kepada gubernur Irian Jaya, ialah adanya proyek padat karya penunjang jalan perintis sepanjang 70 km di Ninia - Anggruk - Apalapsili. Karena mendapatkan upah dari proyek itu, kata Bupati, banyak penduduk menelantarkan ladang batatas-nya. "Hampir tiap tahun bencana kelaparan seperti sekarang ini terjadi," kata Camat Manufandu, "cuma, kali ini yang paling parah." Dari korban bencana kelaparan itu, menurut dr. Simon P. Sangkerij, memang belum terlihat adanya kematian yang diakibatkan kelaparan secara langsung. Paling tidak, sejak bertugas di Anggruk, awal tahun lalu, ia belum pernah menemukan penderita marastis (kurus sekali karena kelaparan) atau kwashiorkor (kekurangan zat putih telur). "Memang," katanya, "ada hubungan mtara daya tahan seseorang dan kekurangan gizi." Hal itu bisa dilihat dari korban bencana kelaparan. Yang menonjol adalah anak-anak, wanita menyusui atau hamil, dan orang yang tidak punya harta dan makanan. Itu sebabnya, ketika daerah bencana tersebut dua bulan lalu juga terlanda wabah disentri, penyakit batuk rejan, dan radang paru (pneumonia), penyakit-penyakit ini memberi andil cukup besar - 79 orang mati terhadap seluruh jumlah korban yang meninggal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini