DIBAWAH Bupati Soetijoso jang tahun lalu dihadiahi Presiden
sebuah bintang berita dari Klaten lazimnja hanjalah berita
pembangunan. Tapi soal pemilihan umum menjibukkan orang disana
djuga achirnja. Penangkapan Ketua Umum Wilajah Djawa Tengah
Suratman (TEMPO 5 Djuni) disertai djuga penangkapan Drs. H.
Marzuki Mahdy, 40 tahun, Harun al Rasjid, 36 tahun dan M. Juni
Kadir, 30 tahun. Semuanja dari Klaten dan semuanja tak terlepas
dari perkara Pemilu. Paling tidak dalam situasi seperti sekarang
soal begitu mau tak mau akan ditanggapi demikian.
Barangkali sebabnja karena antara tuduhan dengan riwajat
orang-orang Partai Muslimin jang ditangkap dirasa ada sedikit
teka-teki. Marzuki Mahdy ditangkap, konon karena menjimpan
beberapa sendjata gelap. Pembantu TEMPO Bambang Soebendo menulis
bahwa Marzuki memang beberapa tahun jang lalu disebut-sebut
Mingguan Chas dalam hubungan dengan Affair Kozek 2 tahun jang
lalu --peristiwa sekitar seorang petugas Tjekoslowakia jang
dituduh mendjual sendjata kepada orang-orang Indonesia.
Bersamaan dengan razia sendjata gelap di Djawa Tengah baru-baru
ini, jang kabarnja berada dibeberapa rumah orang tapi kemudian
djuga dikatakan berada dirumah-rumah orang lain, tuduhan
terhadap Marzuki Mahdy tak terlalu luar biasa. "Ada 16 sendjata
gelap jang diselundupkan ke Klaten", kata Majdje Widodo
dilapangan Adisutjipto sesaat sebelum memasuki pesawat setelah
mengantar Menteri Amir Machmud ke Klaten baru-baru ini. Baru ada
5 jang diketemukan, dan konon "mungkin sekali itu warisan Kozek.
Sogok. Tapi disebelah soal tuduhan, sendjata, Bupati Soetijoso
mengungkapkan pula soal lain tentang Marzuki Mahdy -- lurah desa
Buntalan, jang pernah djadi pembantu sang Bupati sendiri.
Menurut Bupati, Marzuki Mahdy pernah menerima uang suap sebesar
Rp 123 djuta dari Drs. Soeharto -- itu Ketua Parmusi Ranting
Polanhardjo jang dikabarkan sebagai "PKI malam" jang melakukan
infiltrasi. Dengan uang sogok sebanjak itu Soeharto berhasil
djadi Ketua Ranting Parmusi dan sekaligus Direktur SMEA Batik
di Sala. Meskipun demikian, bagi orang-orang Parmusi di Klaten
tuduhan terhadap Marzuki Mahdy sulit untuk ditelan "Tuduhan
terhadapnja sebagai penjimpan sendjata gelap dan menjiapkan
pemberontakan adalah bikin-bikinan sadja" kata Wijono, Ketua
Komite Aksi Pemilihan Umum Parmusi Anak rjahang Buntalan Klaten
kepada Hermansjah dari TEMPO. "Benar Marzuki punja sendjata tapi
sendjata jang sah", tambahnja. Sementara itu seperti jang
ditulis Thojib Djumadi untuk TEMPO beberapa hari tentang riwajat
hidup Marzuki Mahdy memang menarik. Dia salah seorang terkaja
didaerah itu, bekas lasjkar Hisbullah ditahun 1945, bekas
anggota DPRD Fraksi Masjumi, dan meskipun amat dekat dengan
Parmusi, sebagai lurah Buntalan ia menandatangani pernjataan
monolojalitas Kokar-mendagri. Sedang Harun al Rasjid adalah guru
SMA Muhammadijah jang djadi pedjabat lurah Kauman dan Junus
Kadir anggota pengurus Anak Tjabang Parmusi Polanhardjo.
Bagaimana hubungan mereka dengan Drs. Soeharto? Hermansjah
melaporkan: "Mulanja penguasa menolak hak pilih Drs. Soeharto,
sebelum ia ditahan 7 bulan jang lalu. Harun al Rasjid membelanja
-- ia tak tahu bahwa Soeharto dulu bekas aktivis IPPI. Parmusi
setempat djuga minta bantuan Marzuki Mahdy untuk membela hak
Soeharto, tapi Marzuki jang berhubungan luas dengan
pedjabat-pedjabat setempat tak bersedia membelanja.
Sepatu. Aneh atau tak aneh, sampai kini ketiga orang itu masih
ditahan di Semarang. Tapi mereka boleh bertemu dengan keluarga
dan orang-orang Parmusi diizinkan mendjenguk mereka. Sementara
setjara umum permukaan Klaten nampak tenang. Dipermukaan djuga
hubungan antara Bupati dan para tokoh Parmusi nampak baik.
Ketjuali satu insiden ketjil. Beberapa djam setelah terdjadi
penangkapan-penangkapan diatas, Bupati mengundang pimpinan
Parmusi untuk berkonsultasi. Saking tergesa-gesanja, seorang
Parmusiwan lupa pakai sepatu dan datang tjuma bersandal. "Bupati
nampaknja tak enak dengan soal itu". tulis Bambang Subendo, "dan
dalam beberapa pidatonja ia selalu menjinggung perkara itu".
Tapi tak lama. Pada pertemuan berikutnja sang Bupati pun chusus
menjiapkan seolang tukang sepatu untuk sang tokoh Parmusi --
jang ternjata kali ini datang dengan rapi dan bersepatu. Gelak
tertawapun terdengar. "Kalau pak Bupati mau memberikan sepatu,
saja terima kasih", kata si Parmusiwan. Tapi nampaknja
Pemerintah Daerah Klaten tak akan mendistribusikan sepatu buat
parpol-parpol, sebab mereka sudah terima uang Rp 100.000
masing-masing buat ongkos kampanje.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini