Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Kisah seorang bupati

Ehrman josef gadi djon, bupati ende, nusa tenggara timur beberapa kali melakukan tindakan yang kurang simpatik. tak memperoleh dukungan rakyat. uskup agung ende mengusulkan untuk diganti.

6 Agustus 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HERMAN Josef Gadi Djou, Bupati Ende, bulan lalu sekali lagi membuat kejutan di bekas ibukota Flores itu. Yaitu dengan mempeti-eskan gaji dan beras subsidi bagi 194 guru swasta di daerahnya sejak 1 Juni lalu. Penguatnya adalah teleks Gubernur NTT, Brigjen El Tari, atasannya langsung. Alasannya: NIP dan Karpeg 194. guru SD Katolik yang bernaung di bawah Yayasan Umat Katolik Ende-Lio (Yasukel) itu toh telah dicabut oleh BAKN. Sehingga dia mungkin tak merasa berkewajiban lagi mengganjel periuk nasi guru swasta tersebut, padahal perjanjian kerjasama dan subsidi antarapemerintah daerah dan Yasukel belum resmi diputus. Namun pimpinan Yasukel tak tinggal diam. Dulu mereka jugalah yang mendesak pembatalan Nomor Induk Pegawai dan Kartu Pegawai bagi 194 gurunya itu, karena bertentangan dengan Keppres No.27/ 1973. Makanya dengan membonceng operasi Menpan Sumarlin yang sedang memerangi penyunatan gaji guru SD Negeri di Jawa Barat. Sekretaris Uskup Ende Dr Alo Pendito yang juga pengurus Yasukel terbang ke Jakarta. Hanya dua minggu masalabnya digarap di kantor Sumarlin. Rabu, 2O Juli lalu keluar perintah Menpan Sumarlin pada Gubernur El Tari dan Bupati Gadi Djou agar segera mencairkan kembali gaji dan beras bagi 194 guru swasta bersubsidi itu. Keesokan harinya, perintah Sumarlin itu segera diteleks ke Kupang dan Ende oleh Asisten Menpan, Brigjen Mufti (TEMPO, 30 Juli) SK Buputi yang keluar sebulan setelah Pemilu 1977, ditafsirkan orang di Ende sebugai tindakan balas-dendam terhadap pendukung-pendukung PDI. Maklumlah, basis PDI terutama adalah sekolah di biara-biara Kutolik. Lagipula, pembatalan NIP dan Karpeg ke-194 guru Yasukel itu sudah keluar Januari lalu. Sedang bulan berikutnya, Brigjen Manihuruk masih wanti-wanti agar gaji dan beras mereka tetap disalurkan seperti biasanya. Jadi mengapa baru bulan Juni gaji + beras mereka dihentikan? Namun kalau tindakan Gadi Djou itu betul diarahkan untuk lebih melemahkan PDI, agak menggelikan. Sebab sebelumnya biara bruderan SVD di Ende sudah menjadi sasaran penggarapan Golkar. Yakni dengan pencalonan Kepala Biara. Pastor Robert Rewu SVD menjadi anggota DPR-RI (TEMPO 28 Mei). Padahal menurut Dr Alo Pendito "dispensasi Uskup Ende pada mulanya hanya diberikan pada Robert Rewu untuk menjadi anggota DPRD Dati II Ende. Supaya tugasnya sebagai Kepala Biara di Ende tak terlantar." Izin Pesta Maka orang pun mulai mengungkit kembali latar-belakang Gadi Djou sebelum jadi Bupati Ende. Alkisah, ketika menjadi Direksi PD Perdagangan milik Pemda NTT di Kupang, drs. Gadi Djou tak dapat mempertanggungjawabkan Rp 49 juta uang kas PD itu. Hal itu bukan info murahan, sebab dingkapkan sendiri oleh ketua DPRD NTT, Jan Kiapoli dalam suratnya pada Gubernur NTT, tertanggal 30 September 1968. Jan Kiapoli yang tetap dipilih menjadi ketua DPRD setelah Pemilu 1971 waktu itu mendesak Gubernur untuk menindak Gadi Djou. Tapi nyatanya penyelewengan itu tak diusut. Malah El Tari mengorbitkan Gadi Djou menjadi Bupati Ende. Dengan latar-belakang yang demikian, tampaknya sukar bagi Gadi Djou memperoleh dukungan rakyat Ende. Ketika awal 1975 dia menganjurkan rakyatnya memberantas judi, belis (mas kawin) dan pesta adat yang merugikan, orang-orang Ende menanggapinya dengan apatis. Tukas seorang cendekiawan asal Ende-Lio pada TEMPO: "Bagaimana Gadi Djou mau melarang rakyat mengadakan pesta adat yang menghambur-hamburkan uang, kalau dia sendiri suka bikin pesta yang tak tanggung-tanggung? Kalau El Tari bikin pesta di Kupang. Gadi Djou pasti bikin pesta yang lebih meriah lagi di Ende." SK Bupati tanggal 1 Maret 1976 bahwa pesta adat dan pesta agama harus mendapatkan izin Camat, juga terbentur pada problim praktis. Sebab "orang harus berjalan kaki sampai puluhan kilometer" untuk mendapatkan izin itu tulis Leo Badjo BA, seorang pembaca majalah dwi-pekan Dian, 10 Juni 1976. Akhir tahun lalu, Gadi Djou masih sempat membuat kejutan bagi umat Islam di Ende. Berdasarkan surat kawat pula, Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam KUA Ende, tiba-tiba diserahterimakan pada seorang pejabat yang beragama Katolik. Ini bertentangan dengan struktur Departemen Agama sendiri (Dian, 24 Januari). Mungkin akibat seretetan tindakan yang mengurangi popularitas sang bupati sendiri, kabarnya Uskup Agung Ende Mgr. Donatus Djagom SVD diam-diam sudah melayangkan sepucuk surat rahasia pada Menpan Sumarlin mendesak supaya Gadi Djou cepat diganti. Tapi apakah urusan ini pun harus ditangani oleh Dr J.B. Sumarlin sendiri, atau cukup Mendagri Amirmachmud atau Mayjen Manihuruk, belum diketahu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus