DI Medan Pangkopkamtib juga memberikan kesempatan kepada para
pengusaha menyampaikan keluhan. Terakhir yang terdengar
mengajukan keluhan ternyata seorang petugas DLLAJR. Dengan
suara berat dan keras, Tony Daulat Siagian, 39 tahun, Kamis
pekan lalu minta dirinya dihukum gantung tau ditembak mati,
bila dirinya benar salah. Lho?
Tony Daulat adalah bekas kepala jabatan timbang di Pal II,
Kecamatan Padang Sidempuan Kabupaten Tapanuli Selatan, sekitar
600 km dari Medan. Ia diangkat 5 September 1981. Menurut
pengakuan Tony, seminggu setelah menjabat, ia banyak menerima
memo pejabat. Isinya: meminta pembebasan retribusi perusahaan
angkutan tertentu. "Padahal truk yang mereka bela bukan milik
pejabat itu. Mereka hanya menjadi deking", ucap Tony.
Memo yang datang antara lain dari pati. Tapi lebih sering dari
Komani Kodim, cerita Tony. MenuTut ngakuannya, memo itu tak
dihiraunya. Semua truk yang muatannya lebih sekalipun hanya 100
kg, tetapi didendanya sesuai Perda nomor 20/1980.
Pada 7 Desember 1981 sebuah truknuatan beras masuk jembatan
timbang Pal 11. Muatannya 7,8 ton, padadaya angkutnya cuma 5,5
ton. Berharus kena denda Rp 23.000. Selembar ribuan yang
diselipkan dalam buku kir ditolak Tony. Di tengah perdebatan,
seorang wanita yang kemudian ternyata istri pemilik truk, meraih
buku kir dari meja. Tony mencegahnya. Dalam perebutan itu kepala
si wanita terbentur pintu. Terjadi perkelahian setelah sang
sopir mengambil kelewang dari truk. Dua orang anak buah Tony
ikut terjun dan membekuk si sopir. Istri pemilik kemudian lari
ke Padang Sidempuan.
Perkaranya pun diteruskan di kantor polisi, di depan pemilik
truk yang telah tiba. Polisi ternyata memerintahkan Tony segera
masuk tahanan. Hanya berkat surat jaminan yang diteken
atasannya, L.M. Sitompul, Tony bisa ditahan di luar. Perkara itu
ternyata dilanjutkan ke pengadilan.
Perkara itu mulai disidangkan 27 Maret 1982 dengan 3 terdakwa:
Tony Daulat Siagian, serta dua anak buahnya, Jansen Siagian dan
Pangihuun Sitanggang. Ketiga terdakwa dituduh telah melanggar
pasal 170 ayat 1 KUHP: melakukan pengeroyokan dengan sanksi
hukuman 5 tahun 6 bulan. Juga pasal 421, 351 ayat 2 dan pasal 52
KUHP: pegawai negeri yang dengan sewenang-wenang memakai
kekuasaannya. Ancaman hukumannya 2 tahun 8 bulan.
Sidang terakhir 31 Mei 1982. Setelah itu jaksa memang sudah dua
kali melakukah pemanggilan, tapi Tony dkk. menolak. Kami
menolak pungli kok kami pula yang diajukan ke pengadilan, kata
Tony lantang kepada Sudomo, Kamis pekan lalu. Menurut
pengakuannya, sejak Mei tahun ini Tony ditarik kembali ke kantor
DLLAJR Medan tanpa diberi jabatan, kursi ataupun meja.
Sebelumnya, kasusnya ini telah diadukannya kepada Kadapol II
Sum-Ut, Pangdam II Bukit Barisan, Gubernur Sum-Ut dan Kepala
Dinas LLAJR Sum-Ut. Hasilnya belum ada, ceritanya.
Tapi Kamis malam itu Pangkopkamtib Sudomo menyatakan terima
kasih kepada Tony yang berani menolak pungli. Ia berjanji akan
memerintahkan seorang stafnya memeriksa perkara itu, untuk
mendudukkan persoalan pada proporsinya tanpa mempengaruhi sidang
pengadilan. Hal itu sampai sekarang sedang kami proses, kata
Gubernur Sum-Ut E.W.P. Tambunan.
Bagaimana nasib Tony Daulat, si pemberani itu, mari kita tunggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini