Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kolonel Latief Ungkap Kegalauan 60.000 Pasukan Batal Ikut Operasi G30S

Kolonel Latief salah satu pimpinan G30S mengungkap batalnya 60.000 pasukan dalam rencana penculikan para jenderal TNI AD.

4 Oktober 2021 | 16.27 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana diorama peristiwa G30S/PKI di kawasan Monumen Kesaktian Pancasila, Jakarta, Selasa, 29 September 2020. Diorama tersebut dibuat untuk peringatan Hari Kesaktian Pnlancasila dan mengenang korban dalam peristiwa G30S/PKI khususnya tujuh pahlawan revolusi pada 1 Oktober mendatang. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kesimpangsiuran Peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S masih berlangsung hingga saat ini. Berbagai cerita dan analisis simpang siur yang menyertai peristiwa tersebut menyebabkan berbagai simpang siur terkait dengan dalang di balik peristiwa tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa pemimpin militer yang terlibat dalam peristiwa tersebut, antara lain Kolonel Untung Syamsuri, Kolonel Abdul Latief, Brigjen Soepardjo, dan Mayor Udara Suyono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagian besar pemimpin militer tersebut diberi hukuman mati oleh Mahkamah Militer Luar Biasa setelah G30S meletus. Namun, nasib yang berbeda diterima oleh Kolonel Abdul Latief. Ia mendapat hukuman penjara seumur hidup dari Mahkamah Militer Luar Biasa. Latief bahkan bisa menghirup udara bebas setelah rezim Orde Baru tumbang.

Kolonel Latief yang kala itu menjabat Komandan Brigade Infanteri atau Brigif I Kodam V Jakarta Raya atau Kodam V Jaya memiliki beberapa kontribusi terhadap pelaksanaan G30S.

Dalam buku Gerakan 30 September di Hadapan Mahmilub: Perkara Untung (1966), rumah Latief tercatat digunakan sebanyak tiga kali untuk rapat persiapan G30S.

Dalam rapat-rapat yang telah dilaksanakan, sejumlah anggota angkatan bersenjata telah dipersiapkan untuk terjun dalam G30S. Pada rapat terakhir, Latief sempat dilanda kegelisahan.

Sebagaimana dicatat oleh Victor M. Fic dalam buku Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang Konspirasi (2005), Latief gelisah karena ketidakhadiran 60.000 angkatan bersenjata dalam rapat tersebut. Ia khawatir 60.000 pasukan tersebut akan menyerang G30S ketika sedang beraksi. Sebab, bagaimanapun juga, militer merupakan musuh dari PKI pada waktu itu.

Lebih lanjut, Latief juga mengetahui bahwa 60.000 pasukan tersebut berada di bawah kontrol Mayor Jenderal Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat. Selain itu, Latief juga sempat mendatangi Soeharto dua hari sebelum G30S meletus.

Latief, sebagaimana ia tulis dalam Pledoi Kolonel Abdul Latief: Soeharto Terlibat G30S (2000), cukup terkejut ketika Soeharto mengatakan bahwa ia sudah mengetahui isu tentang Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta terhadap Soekarno.

Latief juga pernah bertemu dengan Soeharto pada 30 September 1965. Kala itu, ia berniat untuk menjenguk Tommy Soeharto yang tengah dirawat karena ketumpahan sup panas. Selain itu, Latief juga memberi kabar kepada Soeharto terkait dengan acara untuk membawa Dewan Revolusi ke hadapan Presiden Soekarno.

Dikutip dari Buku Dalih Pembunuhan Massal karya John Roosa, Soeharto bersikap sangat tenang ketika mendengar hal tersebut. Ia hanya menganggukkan kepala sejenak. Sekali lagi, sifat tenang tersebut mengejutkan Kolonel Latief.

BANGKIT ADHI WIGUNA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus