Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Komisi II DPR Beberkan Penyebab Partisipasi Pemilih Turun di Pilkada 2024

Komisi II DPR akan mengevaluasi efektivitas penyelenggaraan pilkada di tahun yang sama dengan Pemilu 2024.

8 Desember 2024 | 20.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga memperlihathatkan surat suara pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh serta calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banda Aceh pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024 yang digelar Komisi Independen Pemilihan (KIP) di TPS 03 Merduati, Banda Aceh, Aceh, 30 November 2024. Lembaga penyelenggara pemilu KIP menggelar PSU Pilkada 2024 berdasarkan rekomendasi Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) kota Banda Aceh disebabkan adanya pelanggaran pemilih yang mencoblos lebih dari sekali. ANTARA/ Irwansyah Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menjabarkan beberapa faktor yang menyebabkan turunnya tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2024. Faktor-faktor tersebut adalah kejenuhan masyarakat, biaya pilkada yang tinggi, serta kurangnya sosialisasi.

“Kejenuhan akan pemilihan dalam tahun yang sama itu yang paling nyata,” kata Dede dalam keterangannya yang diterima di Jakarta pada Ahad, 8 Desember 2024.

Politikus Partai Demokrat itu mengatakan faktor biaya pilkada yang cukup tinggi membuat para calon yang dihadirkan bukanlah yang diharapkan oleh masyarakat. “Mungkin yang diharapkan tidak mampu, karena cost-nya yang begitu besar, apalagi sekarang serentak dengan pilkada daerah lainnya,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, yang menjadi faktor menurunnya tingkat partisipasi pemilih adalah kurangnya sosialisasi dari Komisi Pemilihan Umum untuk merangkul pemilih pemula.

“Menggapai para pemilih pemula, yang notabene sekarang kan banyak yang generasi muda, Gen Z itu, juga kurang mampu merangkul, ya baik pesertanya maupun juga dari sosialisasi KPU,” ucap Dede.

Karena itu, Dede mengatakan Komisi II DPR akan mengevaluasi efektivitas penyelenggaraan pilkada serentak yang pada tahun ini dilaksanakan di tahun yang sama dengan Pemilu 2024. 

“Apakah perlu kita bedakan tahunnya sehingga euforia untuk memilihnya itu menjadi sangat besar. Karena kalau masyarakatnya terus ogah-ogahan malas atau calonnya yang kurang menarik bagi mereka,  ya mereka tidak akan datang,” tuturnya.

KPU RI sebelumnya menyatakan partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 di bawah 70 persen. Dalam pernyataannya di Jakarta pada Jumat, 29 November 2024, Komisioner KPU August Mellaz mengatakan angka tersebut masih dapat dikategorikan normal. Namun pada 23 November 2024, Komisioner KPU Idham Holik mengungkapkan lembaganya menargetkan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 mencapai 82 persen.

KPU juga menyebutkan sejumlah 81,78 persen pemilih menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Presiden 2024; kemudian 81,42 persen untuk Pemilu Anggota DPR RI, dan 81,36 persen untuk Pemilu Anggota DPD RI.

Perludem:  Parpol Harus Meningkatkan Kualitas Kaderisasi

Sebelumnya, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Annisa Alfath, partai politik di Indonesia harus meningkatkan kualitas kaderisasi guna mendapatkan kepercayaan publik dalam momentum pemilu maupun pilkada.

Dia mengatakan salah satu upaya meningkatkan partisipasi pemilih adalah dengan menyodorkan kader terbaik sebagai calon pemimpin daerah maupun tingkat nasional, sehingga para pemilih tidak memilih calon karbitan dalam momentum pesta demokrasi.

“Meskipun ambang batas pencalonan sudah diturunkan, masih banyak daerah yang menghadirkan calon tunggal dalam pilkada, sehingga menunjukkan lemahnya kaderisasi dan seleksi kandidat oleh partai politik,” kata Annisa di Jakarta pada Selasa, 3 Desember 2024.

Annisa menuturkan perubahan jadwal pelaksanaan pemilu dan pilkada yang tidak berdekatan bisa menjadi salah satu upaya meningkatkan partisipasi pemilih. Namun efeknya tetap bergantung pada faktor lain, salah satunya kualitas calon.

Faktor tersebut adalah integritas dan efektivitas proses politik harus diperkuat oleh seluruh pemangku kepentingan yang terlibat, mulai dari KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), parpol, dan calon.

“Kepercayaan masyarakat terhadap integritas dan efektivitas proses politik harus diperkuat agar pemilih merasa bahwa partisipasi mereka benar-benar bermakna untuk perubahan,” ujar perempuan peneliti itu.

Karena itu, kata Annisa, peningkatan partisipasi harus dilihat sebagai langkah multidimensi dari seluruh pemangku kepentingan, mulai dari reformasi jadwal melalui revisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada, peningkatan kualitas kandidat, dan penguatan kepercayaan masyarakat terhadap politik secara keseluruhan.

ANTARA

Pilihan editor: Tim Pramono-Rano Siapkan Bukti C1 di Semua Titik Hadapi Gugatan RK-Suswono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus