Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Komitmen rabu pagi

FPP membicarakan dokumen yang beredar luas di jakarta dimana isinya mengenai komitmen abri sebagai anggota keluarga besar golkar. dpp golkar dan hankam membantah kebenaran dokumen itu.(nas)

15 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAYA mempunyai dokumen autentik bahwa ABRI dan Golkar tidak akan berpisah. ABRI tetap masuk Keluarga Besar Golkar. Kalau demikian, Pemilu 1982 nanti seperti apa?" Yang mengucapkan itu Mayjen (Purn.) AJ Mokoginta, anggota Yayasan Lembaga Kesadaran Berkonstitusi, dalam acara dengar pendapat dengan Fraksi Persatuan Pembangunan akhir November lalu. Pertanyaan itu kemudian seperti dijawabnya sendiri. "Kalau ABRI tidak berdiri di atas semua golongan, Pemilu 1982 nanti tidak akan jauh berbeda dengan Pemilu sebelumnya." Pengungkapan Mokoginta rupanya tak begitu mengejutkan para anggota FPP. "Saya juga mempunyai dokumen autentik itu," ujar Anwar Nurris, anggota F-PP menjawab Mokoginta. Ia balik menanyakan, kalau benar ABRI masih masuk Keluarga Besar Golkar, bagaimana dengan pelaksanaan pernyataan Menhankam Jenderal Jusuf bahwa ABRI harus berdiri di atas semua kekuatan sosial politik? Adanya dokumen itu menurut Nurris, membuat fraksinya agak ragu dengan pernyataan Jenderal Jusuf. Dokumen yang dihebohkan terdiri dari 4 halaman fotokopi dengan kop DPP Golkar dan ditandatangani Sekjen Sugianto. Isinya: hasil pertemuan DPP Golkar dan Wapangab/Pangkopkamtib Sudomo 17 Oktober 1979 pagi di Departemen Hankam. Menurut dokumen itu beberapa keputusan telah diambil, antara lain kesepakatan untuk membentuk suatu forum pertemuan/komunikasi secara periodik, baik di tingkat pusat maupun provinsi. Sebagai penghubung tetap ditunjuk Sukardi mewakili DPP Golkar dan Kolonel Hari Soegiman dari pihak Hankam. Tidak Pernah Lihat Yang paling diributkan dari dokumen itu adalah bagian yang menjelaskan hubungan ABRI dengan Golkar. Tercantum "Dalam pertemuan ini ditegaskan bahwa ABRI adalah mutlak Golkar. Ini sejalan dengan penegasan Presiden Soeharto dalam pertemuan dengan Wapangab/Pangkopkamtib pada Rabu pagi (jam 7.00) 17 Oktober 1979." Disebutkan juga mengenai rencana kunjungan bersama secara incognito oleh Wapangab/Pangkopkamtib dan pihak DPP Golkar ke daerah-daerah. Tujuannya antara lain untuk menjelaskan hubungan dan kedudukan Golkar dalam kerangka 3 jalur Keluarga Besar Golkar (Golkar-Korpri-ABRI) dalam rangka pemenangan Golkar dalam Pemilu 1982. Beberapa anggota F-PP yakin dokumen itu asli dan benar. Isi dokumen itu telah dibicarakan dan dibahas fraksi ini. Kabarnya F-PP malahan telah merencanakan untuk mengirim wakil menemui Menhankam Jenderal Jusuf menanyakan kebenaran dokumen ini. Bahwa adanya dokumen tersebut telah merisaukan pihak parpol, tercermin dalam tajuk rencana harian Pelita 4 Desember lalu. Di bawah judul: Benarkah ABRI memibak pada satu golongan harian ini menyebut adanya "petunjuk yang bersumber dari suara orang banyak tentang adanya bentuk huhungan baru antara ABRI dan Golkar. "Bahwa ABRI adalah mutlak Golkar dalam rangka tiga jalur keluarga besar untuk memenangkan Pemilu 1982." "Saya yakin kebenaran dokumen autentik itu karena ada kop Golkar," kata AJ Mokoginta pada A. Margana dari TEMPO. Namun ia menolak mengatakan dari mana ia memperolehnya. Menurut Mokoginta, ABRI sebagai organisasi harus berprinsip tidak memihak. Wajar kalau ABRI yang terdiri dari manusia-manusia bisa mempunyai simpati pada golongan tertentu. "Meskipun misalnya 99% anggota ABRI simpati pada Golkar, tidak bisa diresmikan bahwa ABRI masuk Keluarga Besar Golkar," ujar purnawirawan yang kini menjabat Direktur Utama PT Tri Usaha Bhakti itu. Diakui Mokoginta, Golkar memang "dilahirkan" ABRI pada situasi yang mendesak. Dalam Seminar Angkatan Darat II 1966 yang dihadirinya, ABRI waktu itu melihat perlunya membesarkan kelompok yang tidak mau pada PKI dan parpol lain. Kelompok inilah yang kemudian menjadi Golkar. "Setelah besar, anak yang dilahirkan ABRI itu harus dilepaskan supaya hidup sendiri," ujarnya. Dua kali kemenangan mutlak dalam Pemilu menunjukkan sudah waktunya ABRI melepaskan Golkar. "BiarIan Golkar berkembang sendiri. LepasIan Golkar supaya dalam Pemilu 1982 nanti terbukti ke mana rakyat memberi simpati," kata Mokoginta. Isu Kontra Isu Dari DPP Golkar keluar bantahan tegas. "Sebagai Ketua DPP Golkar saya tidak pernah mendengar atau membaca komitmen tertulis itu," kata Sukardi yang menurut dokumen itu mewakili DPP Golkar sebagai penghubung. "Saya mendukung sepenuhnya pernyataan Jenderal Jusuf bahwa ABRI tidak memihak salah satu golongan. ABRI harus memihak semua rakyat karena ABRI adalah pejuang yang harus manunggal dengan rakyat," lanjut Sukardi. Namun Sukardi berpendapat ABRI dalam perjuangan akan mencari partner perjuangan. "Saya yakin ABRI dalam kedudukannya yang tidak memihak itu akan mendukung kekuatan sospol yang mempunyai tujuan perjuangan UUD 1945 dan Pancasila," kata purnawirawan ABRI ini. Ia sependapat, semua kekuatan sospol di Indonesia mempunyai tujuan perjuangan yang hampir sama. "Terserah pada ABRI untuk memilih kekuatan sospol mana yang paling dekat dengan tujuan perjuangannya," ujarnya. Jurubicara Hankam Brigjen Goenarso SF menganggap dokumen itu "isu biasa." "Dalam tiap persoalan selalu ada golongan yang memanfaatkannya. Akibatnya timbul isu kontra isu," ujarnya Senin pagi lalu. Menurut Goenarso garis kebijaksanaan Menhankam bahwa ABRI tidak memihak salah satu golongan akan tetap jadi pegangan seluruh slagorde ABRI. Betulkah pada 17 Oktober ada pertemuan antara DPP Golkar dan Wapangab Laksamana Sudomo? "Semua orang bisa bertemu Wapangab. Tapi itu bukan berarti terus bikin kebijaksanaan di luar ketentuan Menhankam, " jawab Kepala Puspen Hankam ini. "Masyarakat jangan terpengaruh pada isu semacam itu," lanjut Goenarso. Garis kebijaksanaan Menhankam Jenderal Jusuf antara lain mengenai peran ABRI sebagai kekuatan sosial sudah dinyatakan dalam "buku biru". Sebuah buku kecil berwarna biru setebal 110 halaman yang diterbitkan pertengahan tahun ini. Mengenai hubungan ABRI dengan Parpol dan Golkar ditegaskan di situ bahwa ABRI sebagai kekuatan sosial mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Parpol dan Golkar, tidak saling membawahi dan tidak ada yang merasa lebih tinggi dari yang lain. ABRI senantiasa menganggap Parpol dan Golkar sebagai kawan perjuangan dan senantiasa bahu membahu dalam mensukseskan pembangunan, mewujudkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis serta meningkatkan ketahanan nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus