"SEBELUM Hari Natal 1979 tidak akan ada lagi tahanan G30S/PKI
golongan B di Indonesia," ucap Pangkopkamtib Laksamana Sudomo
dalam suatu upacara di Yogyakarta Sabtu pekan lalu. Hari itu
2045 tahanan politik golongan B dibebaskan di beberapa tempat di
Indonesia. Sisanya, 105 orang -- 41 di antaranya bekas tahanan
di pulau Buru-yang sebagian besar ditahan' di Magelang, akan
dibebaskan sebelum Natal.
Mereka masih ditahan karena dianggap menunjukkan sikap yang
kurang kooperatif. Di antaranya sastrawan terkenal Pramudya
Ananta Toer. 105 orang ini setelah bebas masih akan dikenakan
wajib lapor sekali seminggu. "Walaupun jarak waktunya dengan
yang dibebaskan pekan lalu hanya sebentar, tapi penahanan lebih
lama itu untuk menunjukkan bahwa mereka salah. Supaya ada
bedanya dengan yang lain," Kepala Puspen Hankam Brigjen Goenarso
SF menjelaskan.
Dengan begitu tinggal 23 tahanan golongan A yang belum bebas.
Mereka ini menurut Sudomo, akan diadili tahun ini juga. Kan
tahun ini tinggal 20 hari? "Ya kalau tak habis, dilanjutkan awal
tahun depan," jawab Sudomo cepat. "Tapi yang penting, pemerintah
mengharapkan akhir tahun ini masalah tahanan G30S/PKI selesai
secara tuntas," lanjut Pangkopkamtib.
Tuntas tidak berarti persoalan selesai begitu saja. Terutama
menyangkut peradilan 23 tahanan golongan A ini. Kalau misalnya
di antara tokoh yang diadili ini terungkap bukti baru, bisa
terjadi penangkapan-penangkapan lagi, seperti dikatakan Sudomo.
Selamat Datang
Keluarga Pramudya yang tinggal di daerah Rawamangun, Jakarta,
gembira setengah tak percaya mendengar berita itu. "Selama ini
perasaan kami tak menentu karena simpang siurnya berita," ujar
Ny. Maimunah, istri Pram. Pertengahan November lalu bersama 5
anaknya ia sia-sia mencari Pram di Tanjung Priok ketika
rombongan terakhir tahanan dari pulau Buru tiba.
"Ada yang memberitahu bahwa Bung Pram termasuk mereka yang
diturunkan lebih dulu di Surabaya," lanjut Ny. Pram. Di mana
kemudian Pram ditahan tidak mereka ketahui. Pekan lalu mereka
merencanakan untuk menghadap Kepala Bakin Jenderal Yoga Sugama
untuk minta izin menengok Pramudya di Cimahi, di mana ia
dikabarkan ditahan. "Sekarang tentu saja kami menunggu saat
pembebasan itu tiba," lanjut Ny. Maimunah.
Demam menunggu pembebasan telah beberapa bulan melanda keluarga
itu. Sebuah tulisan "Selamat Datang Papaku Tercinta" telah
ditempelkan di dinding ruang tamu sejak awal November lalu.
Titiek, anak nomor dua yang kuliah di Universitas Jayabaya,
sudah menentukan bahwa ialah yang pertama harus digendong
ayahnya. Memang ia yang sejak kecil paling dekat dengan Pram dan
sering dibawa ke mana-mana.
Sedang si bungsu Yudistira, yang berumur 9 bulan ketika Pram
ditahan, sering bertanya pada ibunya "Apakah kalau bertemu papa
harus dicium? Malu ah." Tapi menurut Ny. Pram, anak-anak merasa
dekat dengan ayahnya karena lewat surat Pram selalu mengadakan
pendekatan dengan cara yang berbeda. Surat terakhir dari Pram
diterima keluarga ini Desember tahun lalu.
Menurut Laksamana Sudomo, naskah Pramudya yang ditulisnya selama
di Buru tidak bisa diterbitkan, "karena isi buku itu bisa
menjurus pada bentuk kegiatan politik dan bisa mempengaruhi
mereka yang membacanya. " Bidang ABRI dan pemerintahan, dan juga
perusahaan vital termasuk pers, tertutup bagi para bekas tahanan
ini.
Kabarnya, pembebasan 105 tahanan golongan B terakhir itu akan
dilakukan 20 Desember mendatang. Setelah 14 tahun, satu lembaran
gelap dari sejarah Indonesia akan kita lewati juga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini