Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sebabnya terdiam

Pers barat mulai menanyakan reaksi para pemimpin keagamaan islam dalam menanggapi tindakan khomeini. beberapa ulama islam diminta pendapatnya. kita harus maklum bahwa iran dalam revolusi. (nas)

15 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH krisis penyanderaan staf Kedubes Amerika Serikat di Teheran sebulan lebih berlalu, setelah banyak jalan dicoba dan tidak berhasil, maka pers Barat pun menoleh ke arah baru: para pemimpin keagamaan Islam dunia. Kolumnis terkenal Amerika James Reston menulis di The New York Times awal bulan ini: "Agak aneh bahwa Carter, seorang yang begitu saleh, belum memobilisasikan para pemimpin rohani dunia untuk menghimbau Khomeini atas nama Islam dan Qur'an." "Khomeini tak menanggapi politik kekuasaan, tapi mungkin akan menanggapi seruan keagamaan. Paling tidak, hal ini pantas dicoba," tulis Reston. Tidak Setuju Pendapat koran Inggris The Guardian 9 Desember lalu senada. Menurut koran ini, mungkin campur tangan yang efektif adalah dari dunia Islam yang sebagian besar melihat perbuatan Khomeini dengan diam. Dengan berdiam diri, tulis Guardian bisa diartikan mereka menyetujui tindakan Khomeini. "Tiap bab dalam Qur'an selalu dimulai dengan Bismillahir Rahmanir Rahim (Dengan nama Tuhan yang Pengasih dan Penyayang). Apakah ini terjemahan yang salah? Apakah Al Rahman dan Al Rahim punya arti lain dalam bahasa Arab ?. Para ahli keagamaan Islam di seluruh dunia tampaknya memang lebih banyak bersikap diam atau menunggu. Begini juga banyak pemerintah dari negara yang penduduknya beragama Islam. Pemerintah Indonesia sendiri sampai sekarang belum menyatakan secara terbuka sikapnya terhadap penyanderaan di Teheran itu. Kabarnya, sikap resmi sudah disampaikan lewat Dubes Iran di Jakarta dan Dubes RI di Teheran. Menurut suatu sumber sikap RI adalah prihatin dengan tindakan yang dapat menimbulkan preseden yang bisa menyulitkan huhungan internasional. Bagaimana dengan pendapat para ulama Indonesia? Beberapa di antara mereka diwawancarai TEMPO. Hasilnya: Buya Hamka: Kemelut di Iran itu menjengkelkan hati kita. Saya hanya berdoa semoga semuanya lekas selesai. Apalagi Carter sudah bilang tidak akan menggunakan senjata. Itu titik terang. Penyanderaan? Dalam segala revolusi banyak yang tidak cocok. Revolusi Prancis lebih dari itu, semua kepala dipotong. Mana ada revolusi yang tidak ada ekses demikian? Revolusi di negara kita juga begitu. Tokoh-tokoh Islam Indonesia diam saja karena agak hati-hati dalam menanggapi hal ini. Ini berhubungan dengan politik, termasuk politik luar negeri kita sendiri. Kesimpulan saya: saya ingin kembali ke pepatah kuno Minangkabau. Tidak ada perang yang tidak damai dan tidak ada kesumat yang tidak habis. Itu nantinya akan selesai walau bertahun seperti revolusi Prancis. Prof. M. Rasjidi Tindakan Khomeini akibat perlakuan penguasa yang tidak mengindahkan kepentingan orang beragama. Karena itu emosi agama jelas kuat sekali mendasari semangat perjuangannya. Ini bukan Syiah melawan Syah, tapi rakyat melawan raja. Dan Islam telah menjiwai perjuangan itu, yaitu memperjuangkan nilai-nilai kehidupan beragama. Secara pribadi saya tidak setuju penyanderaan itu. Dari segi agama kita dianjurkan mengadakan hubungan yang baik dengan semua orang. Saifuddin Zuhri: Bentuk perjuangan kaum Syiah sering menimbulkan kesan radikal. Tapi sebagai kebangkitan suatu bangsa itu tidak bisa disalahkan. Ini adalah revolusi Syiah modern. Semangat agama juga mendasari perjuangan mereka. Khomeini juga membawa aspirasi nasionalisme, membebaskan rakyat dari penjajahan raja. Tentang penyanderaan, barangkali Iran terpaksa menempuh cara itu. Ini kebangkitan suatu bangsa, tak bisa segera disalahkan. Amin Iskandar: Revolusi Iran merupakan revolusi Islam yang dijiwai oleh keyakinan Islam. Merupakan tindakan menentang rezim yang menindas rakyat dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran keyakinan Islam. Beberapa faktor seperti Syiah yang taat pada Islam, nasionalisme dan humanisme bersatu pada pendirian bahwa rezim Syah adalah penindas rakyat. Dalam revolusi Iran memang banyak yang tidak rasional seperti penyanderaan, pengadilan revolusi dan sebagainya. Tapi di mana ada revolusi yang didukung sepenuhnya secara rasional tanpa unsur-unsur irrasional? Wajar kalau yang semula bersatu menjadi bertentangan setelah revolusi berhasil. Bahkan kalau terjadi pemimpin revolusi dikalahkan pun biasa. Melalui proses ketidak-pastian itu revolusi akan mencapai taraf lebih sempurna. M. Natsir: Setiap kali kita harus mengadakan penilaian tentang Iran, jangan kita lupa menyadari bahwa mereka itu berada di dalam suatu revolusi besar. Perasaannya revolusioner. Cara berpikirnya revolusioner. Kita juga pernah mengalami. Dalam revolusi memang banyak keadaan yang ganjil, banyak kejadian yang tidak normal. Orang dalam keadaan demikian mudah tersinggung. Apalagi seperti Iran yang melawan dan mengeluarkan perasaannya yang sudah terkekang selama 30 ahun di bawah kekuasaan seorang diktatur. Jadi sudah memuncak. Sekarang dilepaskan oleh seorang Khomeini. Bagi mereka Khomeini merupakan semacam penyelamat. Mereka sudah merasa bersatu dengan dia, walau belum tentu Khomeini itu lebih baik. Sebaliknya bagi Amerika yang merasa negara besar, penyanderaan warganegaranya dianggap sebagai pemerasan. Mereka tidak dapat menerima karena itu dianggap menjatuhkan prestisenya. Jadi kedua-duanya sama-sama keras. Padahal kalau masalahnya dilihat dengan kepala dingin sudah akan dapat diselesaikan. Apalagi kalau dulu-dulu sudah dibawa ke PBB. Penyanderaan itu memang tidak bisa dibenarkan. Tapi perasaan orang Iran juga harus diperhatikan. Semuanya hanya bisa diselesaikan dengan memberi antara kedua pihak. Jangan bicara apakah penyanderaan itu sesuai dengan ajaran Islam. Jangan bicara tentang hukum internasional dengan orang yang sedang dalam revolusi semacam itu. Itu tidak ada artinya. Kita harus berbicara dengan bahasa yang mereka mengerti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus