Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Komnas dan Walhi Soroti Peningkatan Kerentanan Perempuan Akibat Krisis Iklim

Komnas Perempuan menyatakan konflik sumber daya alam yang berkontribusi terhadap krisis iklim membuat banyak perempuan kehilangan mata pencaharian.

16 Desember 2024 | 18.44 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang menilai krisis iklim memiliki dampak signifikan terhadap perempuan, terutama meningkatkan kerentanan terhadap kekerasan dan kemiskinan yang dapat dialami oleh perempuan.

Dalam diskusi membahas krisis iklim dan kekerasan terhadap perempuan yang diikuti secara daring dari Jakarta, Senin, 16 Desember 2024, Veryanto mengatakan perempuan masuk dalam kelompok rentan menghadapi dampak perubahan iklim bersama dengan anak-anak, masyarakat adat, lansia, penyandang disabilitas, serta kelompok marjinal lain.

Dia mengatakan mereka berada di dalam situasi krisis iklim yang berkontribusi terhadap terjadinya kekerasan berbasis gender. “Temuan Komnas Perempuan, perubahan lingkungan itu turut melemahkan ekonomi dan keamanan perempuan, baik dalam sosial maupun keluarga,” kata Veryanto.

Menurut dia, konflik sumber daya alam yang berkontribusi terhadap krisis iklim, membuat banyak perempuan kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian. Misalnya, kata dia, pembuangan limbah tidak bertanggung jawab oleh perusahaan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan pada akhirnya berpengaruh terhadap mata pencaharian petani dan pekerja kebun, yang sebagian terdiri atas perempuan, ditambah potensi intimidasi dari pihak pencemar ketika mereka memprotes fakta tersebut.

“Krisis iklim itu akan mengakibatkan pemiskinan terhadap perempuan, bahkan saya berani menyebut bahwa krisis iklim berkontribusi pada feminisasi kemiskinan,” tuturnya.

Krisis iklim, kata dia, juga berpengaruh terhadap ketidakstabilan sosial, yang dapat menimbulkan gesekan baru di masyarakat dengan perempuan dan kelompok rentan lain dapat menjadi korban ketika hal itu terjadi.

Menurut data Komnas Perempuan, selama periode 2003 sampai dengan 2021, terdapat 67 pengaduan yang diterima berkaitan dengan kasus konflik sumber daya alam, yang terjadi di 22 provinsi.

Walhi: Krisis Iklim Berdampak pada Kearifan Lokal yang Dimiliki Perempuan

Dalam kesempatan itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai dampak krisis iklim dapat mengakibatkan kehilangan kearifan lokal yang dimiliki perempuan akibat kerusakan alam karena eksploitasi berlebihan.

Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Eksekutif Nasional Uli Arta Siagian mengatakan, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), perempuan rata-rata berkontribusi memproduksi 60-80 persen pangan di sebagian negara berkembang. Perempuan juga bertanggung jawab pada sebagian produksi pangan dunia dalam kontribusinya di setiap subsistem pertanian.

Dia menuturkan krisis iklim, yang dimulai dari kerusakan alam akibat eksploitasi berlebihan, dapat mengakibatkan penurunan sumber pangan yang pada akhirnya dapat berdampak pada perempuan sebagai salah satu aktor penting dalam rantai produksi pangan.

Tidak hanya itu, kata dia, penurunan itu juga akan berpengaruh terhadap kearifan lokal yang dimiliki perempuan berkaitan dengan pangan dan obat-obatan tradisional yang dimiliki sejak lama.

“Lalu perempuan kehilangan pengetahuan lokal terhadap pangan dan obat-obatan tradisional, akibat rusaknya hutan dan hilangnya biodiversitas,” kata Uli.

Bagi masyarakat adat, hutan menjadi supermarket untuk mendapatkan pangan dan sumber obat-obatan. Kehilangan hutan berarti pengetahuan pangan dan obat-obatan tradisional, yang kebanyakan dimiliki oleh perempuan di dalam sebuah komunitas adat, juga akan hilang.

Krisis iklim yang berdampak pada air juga akan berpengaruh terhadap entitas perempuan. Dia mencontohkan bagaimana air bersih sangat penting untuk memenuhi hak reproduksi perempuan, dan kehilangannya dapat menambah kerentanan mereka terhadap penyakit reproduksi.

“Hilangnya ekonomi rakyat yang bertumpu pada alam akan membuat perempuan terlempar ke sektor padat karya, menjadi buruh kerja murah, sementara mereka masih dibebankan oleh kerja-kerja reproduksi sosial sepenuhnya,” ujarnya.

Hal itu yang menyebabkan beban ganda terhadap perempuan. Dia memberikan contoh bagaimana di banyak di wilayah pedesaan perempuan mengerjakan banyak tugas sekaligus, dari sebagai istri yang mengurus suami, ibu yang mengurus anaknya, buruh tani, dan mengerjakan pekerjaan serabutan lainnya.

Pilihan editor: Pertimbangan Pramono Anung akan Serap Program Ridwan Kamil dan Dharma Pongrekun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus