Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Ahmad Taufan Damanik, mengapresiasi rencana Kejaksaan Agung membentuk Satuan Tugas Penuntasan Pelanggaran HAM Berat.
Komnas HAM berharap pembentukan satgas ini merupakan sinyal kejaksaan untuk segera memulai penyidikan berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu.
Komnas HAM pernah berkomunikasi dengan pemerintah untuk membentuk unit kerja presiden dalam urusan penuntasan pelanggaran HAM berat.
JAKARTA – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ahmad Taufan Damanik mengapresiasi rencana Kejaksaan Agung membentuk Satuan Tugas Penuntasan Pelanggaran HAM Berat. Ahmad Taufan berharap pembentukan satgas ini merupakan sinyal kejaksaan untuk segera memulai penyidikan berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami menangkap arahan Presiden, ada keseriusan soal ini setelah banyak kritik dari aktivis dan dari kami,” katanya, kemarin.
Ahmad Taufan mengatakan lembaganya sudah menuntaskan penyelidikan sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM berat. Kini giliran Kejaksaan Agung menyikapinya ke tahap penyidikan. Ia mengatakan Komnas HAM bisa dilibatkan dalam satgas tersebut. Tapi ia melihat kejaksaan sudah memiliki banyak penyidik yang akan diikutkan dalam satgas.
“Kalau dibentuk satgas ini, dapat memulai penyidikan, salah satunya, ya, meneliti berkas dari Komnas HAM,” ujar Ahmad Taufan.
Ia mengatakan lembaganya belum pernah berkomunikasi dengan Kejaksaan Agung ihwal rencana pembentukan satgas tersebut. Komunikasi yang intens dilakukan lembaganya dalam urusan HAM justru dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. serta Menteri Hukum dan HAM Yasona Hamonangan Laoly.
Hasil komunikasi itu, kata Ahmad Taufan, ada rencana untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat dengan membentuk unit kerja presiden dalam urusan penuntasan pelanggaran HAM berat serta menghidupkan kembali Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Fatia Maulidiyanti, mengatakan pihaknya menganggap pembentukan satgas itu tidak efisien. Alasannya, penuntasan kasus HAM seharusnya bisa dijalankan pemerintah dengan mengacu pada Undang-Undang Pengadilan HAM dan standar internasional.
Fatia berujar, pengalaman sebelumnya, pembentukan tim ataupun satgas justru tidak pernah menunjukkan hasil signifikan. Ia juga mengklaim bahwa Kejaksaan Agung justru menjadi aktor kunci yang menghambat proses penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Dengan pernyataannya yang terbukti melawan hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara terkait dengan peristiwa Semanggi I dan II bukan peristiwa pelanggaran HAM berat. Pernyataan itu menghina keluarga korban,” kata Fatia.
Selain itu, Fatia mengatakan berkas penyelidikan dugaan pelanggaran HAM hasil investigasi Komnas HAM yang bolak-balik ke Kejaksaan Agung ikut menghambat penuntasan kasus. Apalagi ia menganggap Kejaksaan Agung tidak menyertakan petunjuk untuk merevisi hasil investigasi itu ketika mengembalikan berkas penyelidikan ke Komnas HAM.
Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Julius Ibrani mengatakan saat ini yang dibutuhkan untuk menuntaskan kasus dugaan pelanggaran HAM berat adalah keinginan politik dari pemerintah. “Kalau perlu, Kejaksaan Agung membentuk Satgas Political Will, yang merumuskan political will negara,” katanya.
Adapun Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan mendukung pembentukan satgas itu apabila diniatkan untuk melaksanakan kewajiban Jaksa Agung sebagai penyidik dan penuntut perkara pelanggaran HAM berat. Tapi ia ragu ketika pembentukan satgas itu tak diniatkan sebagai pelaksanaan tugas dan kewajiban Jaksa Agung sebagai penyidik dan penuntut perkara pelanggaran HAM.
DIKO OKTARA
Komnas HAM Berharap Pembentukan Satgas Jadi Sinyal Penyidikan
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo