Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGUSAHA pun bisa main politik-politikan dalam berorganisasi. Buktinya, pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia masih saja melakukan sikut-sikutan sampai sekarang. Terakhir, Sotion Ardjanggi, ketua wadah organisasi pengusaha itu, memecat Sukamdani S. Gitosardjono dari jabatannya sebagai Ketua Dewan Pembina Kadin Indonesia Komite Cina (KIKC).
Sebenarnya, pemecatan Sukamdani itu sudah berlangsung agak lama. Nama pengusaha pribumi kelas kakap itu sudah dicoret dari kepengurusan KIKC berdasarkan surat keputusan Kadin tertanggal 20 April lalu. Hanya, entah mengapa, Sukamdani mengaku tak pernah menerima surat itu sampai dua bulan kemudian. "Saya tahu diberhentikan setelah ramai ribut-ribut di koran," katanya.
Baru kemudian surat bernomor 59/DK/ DPH/IV/199O itu diterimanya dari seorang staf Setjen Kadin. Dan Sukamdani tampaknya tak mau menerima begitu saja. Sebuah surat sepanjang lima halaman segera diketiknya 4 Juni lalu. Surat itu dialamatkan kepada Sotion Ardjanggi.
Sukamdani memperbanyak 500 kali dan menyebarluaskan surat jawaban ke semua anggota pengurus Kadin lainnya. Isinya mempertanyakan keabsahan surat keputusan Sotion Ardjanggi. Selain itu, Sukamdani juga melemparkan sejumlah kritik terhadap kepemimpinan Sotion.
Sebenarnya, butir-butir kritik Sukamdani bukannya hal baru. Pasalnya, suara sumbang memang sudah terdengar sejak proses pemilihan Sotion Ardjanggi--mantan Dirjen Aneka Industri itu--bulan Desember 1988. Bahkan, menurut sebuah sumber, kalau para pejabat tinggi pemerintah tak turun tangan membantunya, bekas Dirut PT Semen Gresik itu mungkin tak bisa duduk di kursi ketua umum.
Akhirnya, Sotion memang dikukuhkan menjadi ketua umum. Tapi badai ternyata belum berlalu. Kepemimpinan Sotion selalu diguncang. Sepuluh bulan setelah pemilihan, Sukamdani sebagai Ketua Dewan Pembina Kadin sudah mengirim surat. Isinya, bahwa kepemimpinan Ketua Umum Kadin belum berjalan sebagaimana mestinya. Dan kritik itu tak hanya berbentuk surat. Ada juga pihak yang berupaya menggulingkan kursi Sotion lewat musyawarah nasional khusus (munasus) Desember tahun lalu.
Salah seorang yang disebut-sebut koran memperkirakan munasus menjadi munas luar biasa adalah Sukamdani sendiri. Bila terjadi, maka dalam forum itu kepemimpinan Kadin bisa dirombak. Bersamaan dengan hangatnya persiapan munasus ketika itu, beredar pula isu mosi tak percaya terhadap kepemimpinan Kadin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mosi datang dari beberapa Kadinda (Kadin Daerah). Bahkan sudah beredar empat nama sebagai calon pengganti Sotion Ardjanggi, ketika itu yakni Imam Taufik, Aburizal Bakrie, Arnold Baramuli, dan Fahmi Idris. Kemudian, keempatnya membantah. Munasus pun tak berkembang menjadi munas luar biasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badai dianggap reda kembali. Kepemimpinan Sotion tetap tak tergoyahkan. Namun, masih saja ada desakan, seperti memperpendek masa jabatannya dari lima menjadi tiga tahun. Juga, ada upaya memperbaiki anggaran dasar organisasi dengan mengubah masa jabatan kepengurusan cuma untuk satu periode. Bukan dua kali berturut-turut. Lewat perdebatan yang seru dan sengit, usul yang digulirkan Majelis Pertimbangan Kadin Probosutedjo dan Eric Samola ini akhirnya ditolak.
Menggebu-gebunya badai terhadap kepemimpinan Sotion Ardjanggi ini bisa dimengerti. Sebagai mantan pejabat pemerintah, gaya kepemimpinan ketua umum organisasi para pengusaha itu dinilai kurang gesit oleh para anggotanya. Pasalnya, pucuk pimpinan Kadin ini sebelumnya selalu dipegang oleh pengusaha swasta. Atau jatuh ke tangan bekas pejabat yang sudah menjadi pengusaha murni.
Salah satu gaya seorang pejabat pemerintah pada diri Sotion tampak dalam kasus pemberhentian Sukamdani sebagai pengurus KIKC. Bagi Sotion Ardjanggi ini bukan persoalan. Sebab, berdasarkan aturan yang berlaku, jabatan Ketua Dewan Pembina KIKC adalah jabatan ex-officio Ketua Umum Kadin. "Sesuai dengan aturan yang ada, maka sayalah yang duduk di sana," kata Sotion Ardjanggi seperti dikutip harian Neraca.
Karena itu, mungkin surat pergantiannya pun tak segera dilayangkan kepada Sukamdani. Dan cara ini rupanya sulit diterima oleh pengusaha pemilik Hotel Sahid Jaya International ini. "Kalau pemberhentian saya itu dikatakan pergantian kepengurusan biasa saja, yah saya tak apa-apa," kata Sukamdani. Hanya saja, "Mestinya dia kasih tahu saya, 'Pak Kamdani, saya minta untuk mundur karena saya mau menduduki tempat itu'. Nah, saya akan dengan segala senang hati mundur dan akan memberikan saran-sarannya. Bahkan apabila perlu kita beri sangu," tambahnya.
Sukamdani bisa dimaklumi karena punya sejarah dalam jabatannya di KIKC. Di bawah kepemimpinannya, proses pencairan hubungan dagang dengan RRC mulai dirintis. Sukamdanilah yang mewakili Kadin Indonesia menandatangani Memorandum of Understanding tentang hubungan dagang langsung dengan RRC di Singapura, Juli 1985. Dan di bawah kepemimpinan Sukamdani pula delegasi Kadin Indonesia pertama kali berkunjung ke Negeri Naga itu.
Kini jabatan bersejarah tersebut tercabut. Dan, "Dia tak mau ngomong," kata Sukamdani. Maka, Sukamdani pun membuat surat kecaman lima halaman itu kepada Sotion Ardjanggi. Sayangnya, sang penerima surat belum mau bicara mengenai ini. "No comment, karena itu urusan intern yang akan kami selesaikan secara intern pula," kata Sotion. Agaknya, sikap ini sengaja diambil Sotion untuk meredam suasana yang panas.
Selain itu, nampaknya Sotion juga berharap lagi bahwa Pemerintah akan mendukung sikapnya. Kendati mengakui jasa besar Sukamdani dalam membuka jalan hubungan dagang RI-RRC, seorang pejabat tinggi pemerintah tetap mendukung Sotion Ardjanggi. "Untuk aturan yang berlaku, kita tetap harus konsisten," katanya.
Bahkan boleh jadi Pemerintah mungkin sudah menganggap perlu untuk mengambil alih penanganan hubungan dagang RI-RRC ini. Maklum, ada kemungkinan hubungan diplomatik kedua negara akan dicairkan bulan depan. Itu berarti jalur hubungan akan kembali normal dan jalur khusus seperti melalui Kadin sudah tak lagi menjadi paling penting.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak artikel ini terbit di bawah judul Badai Naga Melanda Kadin.
Bambang Harymurti, Linda Djalil, dan Riza S. berkontribusi dalam penulisan artikel ini.