Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Bidan berusia 28 tahun menerjang banjir sambil membawa tiga anaknya.
Seorang perempuan 57 tahun menggotong suaminya yang menderita stroke.
Penjual jajanan hampir terseret arus di Kampung Pulo, Jatinegara.
SUARA gemuruh membangunkan Rokhana pada Selasa dinihari, 4 Maret 2025. Sekitar pukul 4 pagi, dari lantai 2 rumahnya di Perumahan Grand Cikarang Village, Desa Jayasampurna, Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, ia terbelalak menyaksikan air bah menderas dari arah kali yang berjarak 800 meter dari rumahnya. Banjir Bekasi telah mengepung kompleks itu.
Penuh ketakutan, bidan 28 tahun itu membangunkan asisten rumah tangganya. Di rumah sekaligus klinik persalinan itu, Rokhana tinggal bersama tiga anaknya dan seorang pramuwisma. Ia meminta asisten rumah tangga itu mendekap tubuh tiga anaknya yang masih tidur pulas agar tak cemas dan rewel.
Rokhana turun ke lantai 1. “Air sudah setinggi paha,” katanya saat dihubungi Tempo pada Rabu, 5 Maret 2025. Air berwarna cokelat bercampur lumpur mengacapi mesin ultrasonografi dan lampu sorot di ruang periksa pasien. Puluhan dokumen riwayat kesehatan pasien mengambang tak beraturan.
Membuka pintu rumah, Rokhana lebih terkesiap. Air setinggi dada sudah mengungkung area kompleks. Ia berteriak-teriak membangunkan tetangga di kanan-kirinya seraya meminta tolong. Ia menelepon kerabat yang tinggal tak jauh dari rumahnya agar menjemputnya. Namun harapannya pupus karena jalan menuju kompleks rumah terendam air setinggi lebih dari 2 meter.
Dengan susah payah, Rokhana membopong dua anaknya yang berusia kurang dari 3 tahun ke luar rumah. Asisten rumah tangga menggendong anak Rokhana yang lebih besar, berumur 6 tahun, dan membawa tas berisi susu. “Anak saya yang besar ketakutan dan terus memanggil saya. ‘Bunda, Bunda’,” ujarnya.
Rokhana dan keluarganya mengarungi banjir di tengah kegelapan. Listrik mendadak padam. Hanya ada teriakan dari para penduduk yang panik. Di tengah kepanikan itu, seorang bapak menghampiri mereka. Ia lalu menuntun mereka ke tanah yang lebih tinggi di punggung perumahan. Jaraknya tak sampai 1 kilometer dari perumahan bersubsidi itu.
Kaki Rokhana terasa lemas setelah berjuang menahan derasnya arus air. Mereka selamat. Saat langit terang, Rokhana menyaksikan kompleks rumahnya sudah terendam air. Orang-orang tampak merangkak menuju atap rumah. Sebagian bergelantungan di pagar. “Lebih dari lima tahun tinggal di sini sejak perumahan berdiri, enggak pernah banjir separah ini,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Tambang Penyelamat Bunda