Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Korban-korban serddu jepang

Lima korban jugun ianfu tentara jepang muncul di lbh jakarta. pengacara nichibenden siap memperjuangkan ganti rugi.

24 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIMA wanita korban jugun ianfu (budak nafsu) tentara Jepang muncul di LBH Jakarta, Senin pekan ini. Korban tentara pendudukan itu bertemu dengan lima advokat Jepang yang akan membela nasib mereka. Melalui juru bicara Akira Murayama, kelima pengacara anggota komite hak asasi manusia dari federasi asosiasi advokat Jepang (Nichibenden) itu mendengarkan langsung suara jeritan hati yang diderita korban bordil yang dilakukan oleh tentara pendudukan Jepang pada Perang Dunia II. ''Mereka sebenarnya ingin mewawancarai korban perang, termasuk para wanita penghibur tentara Jepang,'' kata Akira Murayama. Acara pengumpulan data dan fakta ini penting bukan hanya akan dipakai sebagai bukti dalam sidang pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi, tapi juga akan dijadikan bahan utama dalam simposium tahunan Nichibenden bulan Oktober mendatang. Seperti dituturkan Murayama, tema pokok simposium itu akan membahas soal pampasan perang. Namun tidak tertutup kemungkinan untuk mendapatkan ganti rugi bagi para korban perang. Karena, pemerintah Dai Nippon kini punya kebijaksanaan khusus tentang pampasan perang, dan keberadaan wanita penghibur pada masa perang sudah diakui oleh pemerintah Jepang. Pertemuan itu sendiri diprakarsai oleh YLBHI dan Jakarta Lawyers Club (JLC). Mulya Lubis, Presiden JLC, mengatakan bahwa pihaknya kini tengah mengumpulkan data dan fakta. Ia berharap agar sejumlah korban kebiadaban tentara Jepang, baik romusha maupun korban jugun ianfu, agar melapor ke sejumlah LBH yang ada di Indonesia. Namun, untuk itu, seperti diakui Mulya, ada sejumlah kendala. Selain peristiwanya sudah lama, para korbannya sudah tua, juga banyak di antara mereka yang tak bersedia diidentifikasi sebagai wanita penghibur karena hal itu merupakan suatu aib. Di antara korban jugun ianfu yang menghadap ke ''pembela- pembela hak asasi manusia dari Jepang'' itu sebutlah Raijah, kini 63 tahun. Wanita asal Tangerang, Jawa Barat, ini menceritakan ketika itu orang tuanya dihajar tentara Dai Nippon, dan dia sendiri kemudian dijadikan budak nafsu. ''Saya dibawa ke rumah (bordil) di Cikini,'' katanya. ''Kami dipaksa melayani tentara Jepang secara bergiliran,'' kata Raijah, yang kini berusia 72 tahun. Sedangkan Fatimah, 64 tahun, mengaku diseret oleh tentara Jepang ketika berada di sawah bersama pamannya. ''Saya langsung diperkosa di mobil mereka beramai-ramai secara bergantian, sampai pingsan,'' kata wanita asal Kendal, Jawa Tengah, itu menuturkan kepada Nunik Iswardhani di LBH Jakarta. Lalu perjalanannya pun merambat sebagai penghibur sampai Jakarta. Nasib serupa juga menimpa Keng Sie Lei alias Since. Wanita warga Malaysia ini sempat dilemparkan ke Pulau Morotai di Halmahera. Bersama sekitar 20 rekannya dari Jawa dan Melayu, Since dipaksa melayani serdadu yang sedang istirahat dari bertempur. Di rumah bordil itu, yang diistilahkan sebagai ''rumah kuning Bunga Samurai'', mereka dipaksa melakukan praktek prostitusi siang hari untuk prajurit. Malam hari untuk perwira, dan dini hari hingga esok harinya khusus untuk perwira tinggi Jepang. ''Dalam sehari kami melayani lima sampai sepuluh orang,'' kata Since, yang kini menjanda. Tapi apakah mereka kini akan menuntut ganti rugi seperti halnya yang dilakukan wanita Korea dan Filipina? Raijah mengatakan, kalau memang mendapatkan ganti rugi, ya syukur. ''Kalau nggak dapat, ya itu mungkin sudah nasib saya,'' katanya. Ia menambahkan, selain memberikan ganti rugi, pemerintah Jepang juga harus meminta maaf secara resmi. Armein Kelana, sukarelawan yang mengurus nasib jugun ianfu ini, menimpali, ''Pelanggaran hak asasi manusia itu harus dikumandangkan kepada dunia.'' Agus Basri dan Nunik Iswardhani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus