Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Korp "batik" 11 tahun

Ulang tahun korpri yang ke-11. jumlah wakil di dpr lebih besar dari parpol. anggota korpri dipotong untuk yayasan amal bakti muslim pancasila. (nas)

4 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KORPS Pegawai Republik Indonesia (Korpri) "pamet lekuatan". Senin lalu, lautan bajy batik dari sekitar 100 ribu anggotanya memenuhi Stadion Utama Senayan. Sebagian dari mereka berasal dari beberapa kabupaten sekitar Jakarta. Acaranya: peringatan 11 tahun organisasi pegawai negeri itu. Diiringi tepuk tangan meriah, sebuah pernyataan kebulatan tekad meluncur dari mulut Daryono Ketua Pengurus Pusat Korpri, sebagai hasil rapat kerja nasional di Jakarta 25-27 November lalu. Isinya antara lain: meminta MPR memilih kembali Presiden Soehart untuk masa jabatan 1983-1988 dan memberinya gelar Bapak Pembangunan. Upacara besar dan meriah itu bisa dimengerti. Agaknya ini merupakan juga suatu perayaan kemenangan setelah keberhasilan Golkar memenangkan pemilu yang lalu. Bila dalam Pemilu 1977 peranan ABRI, sebagai anggota Keluarga Besar Golkar, lebih menonjol, dalam Pemilu 1982 tampaknya peranan tersebut telah diambil oleh Korpri. Dengan sekitar 3 juta anggotanya, Korpri memang merupakan suatu kekuaun besar. Namun tanpa suatu ikatan korps yang kuat, kekuatan itu tidak akan berarti. Dalam usianya yang kesebelas, jiwa korps itu tampaknya yang ingin ditanam. Daryono menganggap keberhasilan utama Korpri adalah "dapar dikembalikannya loyalitas tunai pegawai negeri terhadap Pancasila, UUD1945, negara dan pemerintah." Makin tumbuhnya Korpri tampaknya juga makin memperkuat peranan politiknya. Itu tercermin dalam jumlah wakil mereka di DPR. Dari 364 anggota DPR hasil Pemilu 1982, pegawai negeri mendapat jatah sekitar 100 kursi atau sekitar 22 persen. Ini berarti perwakilan Korpri lebih besar dari parpol (kursi PPI) saat ini 94 sedang PDI 24 buah). Di tingkat daerah, prestasi Korpri lebih mengesankan. Saat ini rata-rata 50 persen kursi di DPRD I diduduki pegawai negeri, sedang di DPRD 11 Korpri menguasai hampir 80 persen kursi. Untuk MPR yang beranggotakan 920 orang itu, Korpri mempunyai porsi 256 orang atau 26,7 persen. "Pembagian itu beralasan. Korpri memang mempunyai andil besar dalam memenangkan pemilu," kata seorang pimpinan Golkar. Tak heran Ketua MPR/DPR Amirmachmud bernilai pernyataan kebulatan tekad Korpri "mempunyai nilai dan bobot tersendiri dari pernyataan-pernyataan lainnya." Amirmachmud, bekas Ketua Dewan Pembina Korpri Pusat yang dianggap paling berjasa melahirkan dan mengembangkan organisasi tersebut menilai Korpri "telah dapat mencapai kemantapan, kematangan, kedewasaan, ketrampilan, dinamika, militansi, progresivitas dan aktivitas." Dan lain-lain. Kebesaran Korpri itu bukan tanpa kritik. Berkali-kali PPP dan PDI memprotes perlakuan terhadap pegawai negeri yang menjadi calon parpol. Banyak kasus yang dirumahkan atau diskors karena menjadi calon parpol. Kasus mereka belum diselesaikan selama bertahun-tahun, sekalipun sesungguhnya undang-undang menjamin hak mereka. Kritik terhadap kemungkinan tumbuhnya semangat korps yang berlebihan dalam Korpri juga muncul seiring dengan makin membengkaknya jumlah anggota dan kekuatan organisasi itu. Ada juga kekhawatiran bahwa prinsip mono loyalitas akan tumbuh menjadi semacam sikap "hitam putih". Adanya sorotan masyarakat terhadap Korpri itu juga dikemukakan Presiden Soeharto. Dalam pidatonya tatkala menerima 350 peserta Rakernas Korpri di Istana Negara Sabtu lalu, Presiden mengingatkan agar Korpri menyajikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. "Sebagai abdi negara dan masyarakat, pegawai negeri harus senantiasa mengoreksi diri, mengingat masyarakat dewasa ini makin kritis terhadap mutu pelayanan dan menyorot tajam berbagai bentuk penyalahgunaan wewenang," kata Pak Harto. Pesan Presiden itu rupanya diterima. Salah satu keputusan Rakernas Korpri adalah tekad untuk meningkatkan amal baktinya pada masyarakat, khususnya masyarakat muslim Indonesia. Diputuskan: tiap anggota Korpri yang beragama Islam akan memberi sumbangan untuk disalurkan lewat Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila yang diketuai Presiden Soeharto sendiri. Besar sumbangan itu: pegawai negeri golongan I sebesar Rp 50 golongan 11 Rp 100 golongan 111 Rp 500 dan golongan IV Rp 1.000. "Apabila dikumpulkan dengan baik, akan tersedia uang Rp 250 juta sebulan," kata Sudharmono, Ketua Dewan Pembina Korpri Pusat yang disambut gemuruh tepuk tangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus