KORPS Pegawai Republik Indonesia (Korpri) "pamet lekuatan".
Senin lalu, lautan bajy batik dari sekitar 100 ribu anggotanya
memenuhi Stadion Utama Senayan. Sebagian dari mereka berasal
dari beberapa kabupaten sekitar Jakarta. Acaranya: peringatan 11
tahun organisasi pegawai negeri itu.
Diiringi tepuk tangan meriah, sebuah pernyataan kebulatan tekad
meluncur dari mulut Daryono Ketua Pengurus Pusat Korpri, sebagai
hasil rapat kerja nasional di Jakarta 25-27 November lalu.
Isinya antara lain: meminta MPR memilih kembali Presiden
Soehart untuk masa jabatan 1983-1988 dan memberinya gelar Bapak
Pembangunan.
Upacara besar dan meriah itu bisa dimengerti. Agaknya ini
merupakan juga suatu perayaan kemenangan setelah keberhasilan
Golkar memenangkan pemilu yang lalu. Bila dalam Pemilu 1977
peranan ABRI, sebagai anggota Keluarga Besar Golkar, lebih
menonjol, dalam Pemilu 1982 tampaknya peranan tersebut telah
diambil oleh Korpri.
Dengan sekitar 3 juta anggotanya, Korpri memang merupakan suatu
kekuaun besar. Namun tanpa suatu ikatan korps yang kuat,
kekuatan itu tidak akan berarti. Dalam usianya yang kesebelas,
jiwa korps itu tampaknya yang ingin ditanam. Daryono menganggap
keberhasilan utama Korpri adalah "dapar dikembalikannya
loyalitas tunai pegawai negeri terhadap Pancasila, UUD1945,
negara dan pemerintah."
Makin tumbuhnya Korpri tampaknya juga makin memperkuat peranan
politiknya. Itu tercermin dalam jumlah wakil mereka di DPR. Dari
364 anggota DPR hasil Pemilu 1982, pegawai negeri mendapat jatah
sekitar 100 kursi atau sekitar 22 persen. Ini berarti perwakilan
Korpri lebih besar dari parpol (kursi PPI) saat ini 94 sedang
PDI 24 buah).
Di tingkat daerah, prestasi Korpri lebih mengesankan. Saat ini
rata-rata 50 persen kursi di DPRD I diduduki pegawai negeri,
sedang di DPRD 11 Korpri menguasai hampir 80 persen kursi. Untuk
MPR yang beranggotakan 920 orang itu, Korpri mempunyai porsi 256
orang atau 26,7 persen. "Pembagian itu beralasan. Korpri memang
mempunyai andil besar dalam memenangkan pemilu," kata seorang
pimpinan Golkar.
Tak heran Ketua MPR/DPR Amirmachmud bernilai pernyataan
kebulatan tekad Korpri "mempunyai nilai dan bobot tersendiri
dari pernyataan-pernyataan lainnya." Amirmachmud, bekas Ketua
Dewan Pembina Korpri Pusat yang dianggap paling berjasa
melahirkan dan mengembangkan organisasi tersebut menilai Korpri
"telah dapat mencapai kemantapan, kematangan, kedewasaan,
ketrampilan, dinamika, militansi, progresivitas dan aktivitas."
Dan lain-lain.
Kebesaran Korpri itu bukan tanpa kritik. Berkali-kali PPP dan
PDI memprotes perlakuan terhadap pegawai negeri yang menjadi
calon parpol. Banyak kasus yang dirumahkan atau diskors karena
menjadi calon parpol. Kasus mereka belum diselesaikan selama
bertahun-tahun, sekalipun sesungguhnya undang-undang menjamin
hak mereka.
Kritik terhadap kemungkinan tumbuhnya semangat korps yang
berlebihan dalam Korpri juga muncul seiring dengan makin
membengkaknya jumlah anggota dan kekuatan organisasi itu. Ada
juga kekhawatiran bahwa prinsip mono loyalitas akan tumbuh
menjadi semacam sikap "hitam putih".
Adanya sorotan masyarakat terhadap Korpri itu juga dikemukakan
Presiden Soeharto. Dalam pidatonya tatkala menerima 350 peserta
Rakernas Korpri di Istana Negara Sabtu lalu, Presiden
mengingatkan agar Korpri menyajikan pelayanan yang lebih baik
kepada masyarakat. "Sebagai abdi negara dan masyarakat, pegawai
negeri harus senantiasa mengoreksi diri, mengingat masyarakat
dewasa ini makin kritis terhadap mutu pelayanan dan menyorot
tajam berbagai bentuk penyalahgunaan wewenang," kata Pak Harto.
Pesan Presiden itu rupanya diterima. Salah satu keputusan
Rakernas Korpri adalah tekad untuk meningkatkan amal baktinya
pada masyarakat, khususnya masyarakat muslim Indonesia.
Diputuskan: tiap anggota Korpri yang beragama Islam akan memberi
sumbangan untuk disalurkan lewat Yayasan Amal Bakti Muslim
Pancasila yang diketuai Presiden Soeharto sendiri.
Besar sumbangan itu: pegawai negeri golongan I sebesar Rp 50
golongan 11 Rp 100 golongan 111 Rp 500 dan golongan IV Rp
1.000. "Apabila dikumpulkan dengan baik, akan tersedia uang Rp
250 juta sebulan," kata Sudharmono, Ketua Dewan Pembina Korpri
Pusat yang disambut gemuruh tepuk tangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini