Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Cincin emas menunggu o.b

Pesawat jenis piper aztec yang ditumpangi oleh dirut ptp iii, o.b baringin siahaan bersama 4 stafnya, hilang ketika terbang dari aek nabara menuju medan. (nas)

4 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"DI mana kau O.B.?" Hampir semua orang penting perkebunan (terutama di PTP) di Sumatera Utara bertanya begitu. Dan tercenung. Nyaris tak percaya kalau kolega mereka yang populer dengan panggilan "013" itu pada Kamis sore pekan lalu dinyatakan hilang bersama pesawat jenis Piper Aztec yang berkode PA 23-250 PK-PNP. Onggong Baringin (OB) Siahaan, 51 tahun, adalah Dir-Ut PTP III yang berkantor di Medan. Bersama 4 stafnya, Direktur Produksi Masduki, 52 tahun, Kepala Biro Khusus dan Jasa I.M. Gultom, 52 tahun, dan staf ahli pengembangan di PTP III Ir. P. Suyasto, 33 tahun, pada tengah hari 25 November terbang ke Aek Nabara, 400 km dari Medan. Di Sumut (nama desa), Kabupaten Labuhan Batu, mereka meninjau Proek Perkebunan Inti Rakyat Pangan (Pir-Pang). Proyek yang dibiayai PTP III itu dikelola O.B. Siahaan sejak tahun 1979. Hari itu juga, puku 18.00, dari airstrip Aek Nabara mereka terbang kembali ke Medan. Masih setengah perjalanan di udara, pesawat kecil tadi diguyur hujan lebat. Cuaca pekat. Lama terbang Aek Nabara-Medan biasanya 45 menit. Kontak teakhir yang diterima petugas tower Polonia Medan dari pilot Imam Supardio pada pukul 18.13. "Sekarang saya sedang berada di ketinggian 4.500 kaki", katanya. Petugas di Polonia menanya Imam di atas mana dia terbang. "Di atas Tanjung Morawa. Tapi mungkin . . ." Tiba-tiba, suara monitor itu hilang. Dan selanjutnya tak ada kode minta pertolongan dari pilot Imam Supardjo. "Pesawat kecil itu sebenarnya dilarang terbang di atas pukul 18.00," kata humas PTP III, Banggas Hutapea, 43 tahun. Piper Aztec (berbaling-baling 2) adalah milik bersama PTP II, PTP III, PTP IV dan PTP VI -- yang semuanya berkantor di Medan. Buatan Amerika Serikat, pesawat itu dibeli pada tahun 1974. Kecepatan terbangnya maksimal 160 mil (257,6 km) per jam. Kapal terbang tersebut sering dipakai untuk menyemprot tembakau, baru sekali ganti mesin di Singapura. Dengan mesin baru yang sekarang ini sudah dipakai untuk terbang 1.900 jam. Kepala Biro Operasi Kodau I yang merangkap sebagai Koordinator SAR, Let-Kol Penerbang Gatot P., 38 tahun, mengatakan, pesawat Piper Aztec tersebut tak punya radar. "Pesawat yang tak punya radar menyulitkan pilot menentukan posisi terbannya," tambah Gatot yang bertubuh jangkung itu kepada Monaris- Simangunsong dari TEMPO 28 November. Katanya, rekaman percakapan antara pilot dengan petugas tower tak banyak menolong. Sebutan di atas Tanjung Morawa, "tapi mungkin . . . " memang aba-aba yang membingungkan. Karena tubuhnya kecil, pesawat itu mudah diguncang angin. Benarkah kecepatan angin pada waktu itu 18 knot per jam "Itu surat kabar yang nulis. Angin memang kencang sejak seminggu ini," kata Sugeng Suharsono, Kepala Dinas Meteorologi di Medan. Meski ia punya alat meramal cuaca, Sugeng tak berani menyebutkan berapa sebenarnya angka kecepatan angin ketika pesawat itu "hanyut". Usaha pencarian masih dilakukan secata terpadu Tim terdiri dari SAR Darat, Laut dan Udara. Ada pula 2 kapal disuruh mengintip di perairan Selat Melaka. Ikut pula 30 anggota ORARI. Masyarakat di 4 kabupaten (Langkat, Simalungun, Karo, Deli Serdang) dimintamencari-cari di hutan (yang dikategorikan lebat) di daerah mereka. "Operasi Sisir" juga diadakan, dengan mempersempit pencarian di kawasan hutan Sibolangit, Deli Serdang. Dan hasilnya? "Posisi yang positif belum kita ketahui," kata Let-Kol Gatot, namun berkat info yang diterima dari penduduk, diduga kuat pesawat itu jatuh di kawasan hutan lebat Uruk Ciger, Kabupaten Langkat. Ke wilayah itulah, mulai 30 November pencarian difokuskan. Lenyapnya Piper Aztec milik PTP itu mengingatkan orang pada peristiwa yang sama pada September 1970. Berpenumpang 6 orang, setelah lepas landas dari Polonia melintasi Bukit Barisan pesawat kecil itu hilang sebelum tiba di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat. Di antara penumpangnya, duduk jutawan Teuku Banta Ali pemilik Fa. Aceh Kongsi. Pada tahun 1979 kerangka seluruh penumpang, di antaranya almarhum pilot Dewanto ditemukan pencari rotan di tengah hutan perbatasan Sum-Ut Aceh. Kini, rumah O.B. Siahaan di Jalan Suryo 9 Medan penuh sanak famili. Di antaranya, Men-Ko Polkam M. Panggabean. Istri Siahaan adalah adik Istri Panggabean, yang juga berfamili dekat dengan keluarga almarhum Maylen D.I. Panjaitan. Siahaan, ayah 5 anak dan mertua penyanyi Nur Afni Octavia, di Medan sering dipanggil sebagai "Bapak Pir-Pang dan Pir-Bun". O.B. adalah orang pertama yang menangani 14 ribu hektar Proyek Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (Pir-Bun) dan 1.050 hektar Proyek Derkebunan Inti Rakyat Pangan (Pir-Pang). Dua tahun lalu (1980) Menteri Pertanian Prof. Soedarsono meminta pada semua PNP dan PTP di Indonesia mengembangkan pola Pir-Pang dan Pir-Bun seperti dilakukan di PTP III untuk usaha ekstensifikasi pangan dan perkebunan. PTP 111 bergerak dalam bidang karet dan kelapa sawit (lihat:Ek-Bis: Karet) nyaris dilikwidasi. Setelah pada tahun 1972 O.B. masuk ke sana sebagai Dir-Ut, perkebunan (perseroan) ini berhasil diselamatkan dari kebangkrutan. Pernah. sebagai salah seorang pelopor menasionalisasi perkebunan asing, pada tahun 1968 O.B. menjabat Kepala Kantor Pemasaran Bersama PN/PTP Sum-Ut/Aceh. Dia juga pernah sebagai Kepala Perwakilan PN/PTP di Eropa yang berpos di Jerman Barat. O.B. mulai berkecimpung di perkebunan pada tahun 1955. Hilangnya pesawat yang ditumpangi O.B. Siahaan dan stafnya itu berbuntut dengan dibatalkannya acara jubeleum di Wisma Kartini Medan pada malam 27 November lalu. Acara yang disponsori Kantor Inspeksi PN/PTP Wilayah I itu adalah untuk memberi penghargaan kepada karyawan perkebunan yang sudah berjasa lebih 25 tahun. Di antara 97 orang yang diberi penghargaan adalah O.B. Siahaan. Kepadanya sudah disediakan sebentuk cicin emas 12 gram dan uang Rp 2,7 juta. Acara baru akan dipastikan Sabtu malam 4 Desember ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus