Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pengajaran Pramuka berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di sebuah sekolah dasar negeri di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, panen kecaman. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan akan meninjau insiden yang diduga dilakukan pembina Pramuka yang tengah mengikuti program Kursus Mahir Lanjutan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua KPAI Susanto berujar, lembaganya bakal berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta untuk mengevaluasi insiden pengajaran tepuk Pramuka dengan yel-yel berbau SARA tersebut. "Pembina mesti hati-hati agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dari peserta didik terkait dengan keyakinan beragama masing-masing," kata Susanto kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Insiden tersebut mencuat ketika seorang wali murid siswa sekolah dasar itu mengunggah status via WhatsApp perihal pembina Pramuka yang mengajarkan tepuk Pramuka yang bernada SARA pada Senin lalu. Status ini kemudian tersebar dan viral di Yogyakarta. Pembina Pramuka itu diduga mengambil yel-yel dari bagian lirik lagu berjudul Aku Anak Soleh dengan bumbu kata-kata lain.
Menurut Susanto, nilai-nilai Pramuka sesungguhnya sangat baik bagi pembentukan karakter anak. Karena itu, ujar dia, internalisasi kepramukaan tidak boleh bertentangan dengan Dasadharma Pramuka yang mengajarkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kasih sayang terhadap sesama manusia. "Kami akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan terkait dengan penyelesaian masalah ini," ucap dia.
Sri Sultan juga menyesalkan insiden yang diduga rasisme itu terjadi di Yogyakarta. Dia menyebutkan tidak pada tempatnya pembina Pramuka mengajarkan hal semacam itu. "Di Indonesia tidak ada kafir. Saya sangat menyesalkan itu terjadi," kata dia. Sultan kemudian berencana melihat kasus ini secara detail.
Adapun Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. menyebutkan tindakan pembina tersebut dapat mengganggu keutuhan bangsa karena telah merendahkan keberagaman di Tanah Air. Ia pun meminta pemerintah Yogyakarta segera memanggil dan membimbing pembina Pramuka tersebut.
Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Mustofa Bisri, juga menyatakan resah terhadap sikap anti-keberagaman yang terjadi di Yogyakarta. "Ini wong mendem (orang mabuk). Nyekoki-nya gimana (memberikan minumannya gimana)?" kata ulama yang biasa disapa Gus Mus tersebut.
Wakil Ketua Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kota Yogyakarta, Suraji, menuturkan telah bergerak sejak menerima aduan dari orang tua murid terkait dengan yel-yel itu. "Saya tak mengambil jeda. Saat itu juga saya langsung kumpulkan pembina, termasuk pelaku dan peserta, bahwa yel-yel itu salah," ujarnya.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Yogyakarta, Edy Heri Suasana, menyatakan kasus tersebut bukan kesalahan dari Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kota Yogyakarta. Ia menuturkan yel-yel berunsur SARA itu tidak pernah diajarkan oleh Kwartir Cabang. Pelaku, kata Edy, berasal dari Kabupaten Gunung Kidul yang sedang mengikuti pelatihan Kursus Mahir Lanjutan Pembina Pramuka di Kota Yogyakarta.
"Kami telah rekomendasikan pelaku sebagai peserta kursus harus berhenti dan tidak lulus dari kegiatan kepelatihan itu," ujar Edy, yang juga menjabat pengurus Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan demikian, peserta yang bersangkutan tak akan mendapatkan predikat sebagai pembina mahir, melainkan tetap sebagai pembina dasar.
Ketua Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, menuturkan kegiatan Kursus Mahir Lanjutan itu diikuti oleh 25 pembina Pramuka dari berbagai daerah. Dalam kegiatan itu, ujar dia, setiap pembina diberi materi, dari praktik mengajar hingga membuat yel-yel.
"Saat itulah pembina asal Kabupaten Gunung Kidul tersebut mengucapkan yel-yel bernada SARA," ucap Heroe. DEWI NURITA | SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA) | PRIBADI WICAKSONO (YOGYAKARTA) | AVIT HIDAYAT
KPAI Kecam Insiden Pelatihan Pramuka di Yogyakarta
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo