Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mendesak penegak hukum untuk mengkaji ulang hukuman terhadap W, 15 tahun, korban pemerkosaan yang divonis 6 bulan penjara. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengatakan penentuan hukuman terhadap korban pemerkosaan harus mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak. "Hukuman bisa saja berubah," kata Yohana kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 19 Juli lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian, Jambi, menyatakan W bersalah karena telah menggugurkan janin yang dikandungnya. W hamil akibat diperkosa oleh AS, kakak kandungnya. Ia terpaksa melakukan aborsi karena didesak oleh AD, ibu W dan AS. Pihak kepolisian, kejaksaan, dan hakim menganggap perbuatan W melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi karena menggugurkan janin yang telah berusia di atas 40 hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proses hukum terhadap kasus W saat ini masuk tahap banding ke Pengadilan Tinggi Jambi. Komisi Yudisial dan Pengadilan Tinggi Jambi saat ini juga sedang melakukan pemeriksaan terhadap para anggota majelis hakim yang menyidang W serta Ketua PN Muara Bulian, Derman P. Nababan. Pemeriksaan dilakukan karena adanya laporan sejumlah aktivis perlindungan anak dan perempuan mengenai dugaan pelanggaran dalam proses hukum W.
Menurut Yohana, W adalah korban pemerkosaan dan melakukan aborsi saat dalam tekanan. Karena itu, ia berharap aparat penegak hukum perlu menelaah lagi vonis terhadap W. Kementerian telah menerjunkan tim untuk menelaah hasil putusan pengadilan tersebut. Kajian juga dilakukan untuk melihat seberapa besar dampak psikologis yang dialami korban. Dalam waktu dekat, kata Yohana, hasil telaah itu akan ia sampaikan kepada penegak hukum untuk dijadikan pertimbangan dalam mengkaji ulang putusan.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan anak yang menjadi korban kejahatan mesti mendapat rehabilitasi dan jaminan keselamatan. Karena itu, seluruh hak korban-seperti hak untuk mendapat bantuan hukum, pemulihan dari trauma, serta rehabilitasi psikososial-mesti dipenuhi.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, mengatakan lembaganya bakal memantau proses banding kasus W. Menurut dia, pengawasan terhadap hukum yang berjalan perlu dilakukan agar korban mendapat putusan yang adil. "Kami terus memaksimalkan advokasi pentingnya perwujudan pengasuhan ramah anak," katanya.
Menurut Susanto, penegak hukum tak boleh hanya melihat kasus W di perkara aborsi semata. Sebab, aborsi itu dilatarbelakangi kasus pemerkosaan dan paksaan, sehingga W mesti diposisikan sebagai korban. "Konsep restorative justice dalam kasus ini penting diterapkan," ujarnya. MAYA AYU PUSPITASARI | SYAIPUL BAKHORI | AGUNG S.
Diperkosa Lalu Dipenjara
Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Perempuan dan Anak langsung bereaksi ketika majelis hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian, Jambi, menjatuhkan vonis penjara kepada W, 15 tahun, korban pemerkosaan yang menggugurkan janinnya. Di sisi lain, kepolisian, kejaksaan, dan majelis hakim beralasan perbuatan aborsi yang dilakukan korban merupakan pelanggaran hukum.
September 2017
W, 15 tahun, diperkosa oleh kakak kandungnya, AS, 17 tahun, sehingga hamil.
22 Mei 2018
AD, ibu W dan AS, diduga mendesak W untuk melakukan aborsi.
30 Mei
Warga menemukan jasad janin W. Mereka lantas melapor ke polisi. Polisi menangkap AS, W, dan AD.
19 Juli 2018
Majelis hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian menjatuhkan vonis 6 bulan penjara dan 3 bulan pelatihan kerja kepada W. Hakim dan penegak hukum menilai W bukan sebagai korban pemerkosaan, melainkan pelaku aborsi. AS dihukum 2 tahun penjara. Proses hukum AD masih berlangsung.
Aturan yang dipakai hakim: Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
- Pasal 31 ayat 1
Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat pemerkosaan.
- Pasal 31 ayat 2
Tindakan aborsi akibat pemerkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
Aturan perlindungan bagi korban: Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
- Pasal 64 ayat 1 dan 3
Anak sebagai korban berhak mendapat rehabilitasi dan jaminan keselamatan.
FRANSISCO ROSARIANS | AGUNG S.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo