Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY Rabu 11 Desember 2019 kemarin menyampaikan pidato politik Refleksi Pergantian Tahun di JCC, Senayan, Jakarta. Pada pidato tersebut SBY menyampaikan beberapa kritiknya terhadap kinerja pemerintah sepanjang tahun 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut kritik SBY terhadap kinerja pemerintah:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Pemilu menelan banyak korban
SBY menuturkan terdapat catatan buruk dalam pelaksanaan Pemilihan Umum 2019. Menurutnya catatan tersebut menjadi dasar yang kuat untuk mengevaluasi sistem dan Undang-Undang Pemilu.
“Evaluasi menyeluruh tentang sistem, undang-undang dan penyelenggaraan pemilu perlu kita lakukan. Terutama bagi pihak pemerintah, parlemen dan penyelenggara pemilu,” ujar SBY dalam pidato politik Refleksi Pergantian Tahun di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu, 11 Desember 2019.
Pemilu 2019, menurutnya, banyak hal baru yang terjadi. Baik positif mau pun negatif. Hal buruknya, kata dia, pertama kali terjadi pemilu dengan politik identitas yang melebihi takaran. Selain itu juga pemilu 2019 ini menelan banyak korban jiwa.
2. Mempertanyakan strategi pemindahan ibu kota
Selanjutnya SBY mempertanyakan strategi pemerintah dalam membangun Ibu Kota baru. SBY ingin mendengar strategi tersebut karena, menurutnya, proyek ini megaproyek yang tak boleh meleset.
“Konsepnya seperti apa? Timeline-nya atau jadwal pembangunannya seperti apa? Berapa besar biaya yang digunakan? Dari mana anggaran itu diperoleh? Apakah betul ada pemikiran untuk menjual aset-aset negara dan bahkan utang ke luar negeri untuk membiayainya?” Kata SBY dalam pidato politik Refleksi Pergantian Tahun, di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu, 11 Desember 2019.
SBY menuturkan, pada saat menjabat presiden, ia pun pernah membuat rencana membangun pusat pemerintahan yang baru. Saat itu konsepnya meniru Ibu Kota Malaysia, Putra Jaya, yang tak jauh dari pusat bisnis di Kuala Lumpur.
Menurut SBY ketika itu pemerintah menyiapkan tempat di Jawa Barat, 1,5 jam ke arah timur dari Jakarta. Namun rencana pembangunan Ibu Kota baru ini batal terlaksana karena terganjal beberapa hal.
“Pertimbangan kami waktu itu adalah anggaran yang sangat besar belum tersedia, sementara banyak sasaran pembangunan yang lebih mendesak. Di samping itu, ada faktor lingkungan yang tidak mendukung, yang tentu tidak boleh kami abaikan,” tutur Presiden ke-6 Indonesia ini.
FIKRI ARIGI