Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENUMPANG pesawat Fokker 100 dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Muhammad Mahfud Mahfuddin tiba di Denpasar, Bali, lewat tengah hari pada Sabtu dua pekan lalu. Pemilik pesawat itu, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, mengundang Mahfud Md dan sudah menunggu di Nusa Dua untuk makan siang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Undangan datang dua hari sebelumnya. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu segera bercakap dengan Aburizal di meja makan Hotel Mulia, Nusa Dua. Topiknya apa lagi kalau bukan arah koalisi partai-partai menuju pemilihan presiden. "Bagaimana kalau kita berpasangan?" kata Aburizal, seperti ditirukan Mahfud kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahfud tak langsung menjawab. Aburizal bertanya lagi, "Pak Mahfud cocok, kan, dengan saya?" Mahfud mengatakan tak ada masalah dengan semua tokoh yang sudah mendeklarasikan diri menjadi calon presiden. Namun, untuk menjawab lamaran Aburizal, Mahfud meminta Ketua Umum Partai Golkar itu menghubungi Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar. "Bagaimanapun, saya kader Partai Kebangkitan Bangsa. Saya akan turut keputusan mereka."
Pertemuan tanpa kesepakatan itu berlangsung satu jam. Mahfud minta diantar ke Surabaya karena akan menghadiri undangan pemilik Pondok Pesantren Al-Anwar, Rembang, Maimoen Zubair. Agendanya menghadiri pertemuan ulama Nahdlatul Ulama se-Jawa Tengah dan Jawa Timur di Pesantren Denanyar, Jombang. Para kiai berkumpul membicarakan dukungan untuk calon-calon presiden. Ada tiga nama yang disebut: Prabowo Subianto dari Partai Gerakan Indonesia Raya, Joko Widodo dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Aburizal Bakrie.
Secara spesifik, menurut Mahfud, dalam pertemuan Sabtu malam itu para kiai memintanya menjadi pendamping Prabowo Subianto atau Joko Widodo. "Ada suara untuk Aburizal, tapi sedikit sekali," ujarnya. Dari banyak usul itu, sebagian besar kiai menginginkannya menjadi wakil Prabowo. Kiai itu umumnya, kata Mahfud, tak menjadi pengurus dua partai penampung suara Nahdlatul Ulama: Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Rupanya, permintaan Mahfud agar Aburizal mengontak Muhaimin, Ketua Umum PKB, ditindaklanjuti pengurus Golkar. Ketika tiba di Jakarta lagi, Mahfud diundang sarapan oleh Muhaimin di rumahnya membicarakan tawaran Aburizal itu. Pada Selasa pagi pekan lalu, keduanya bertemu. Muhaimin bercerita bahwa Aburizal menginginkan persetujuan PKB meminang Mahfud dan jawabannya ditunggu hari itu juga.
Mahfud lalu bercerita tentang pertemuannya dengan para kiai di Jombang yang condong mendorongnya ke Prabowo. Tak perlu waktu lama, keduanya bersepakat: menolak ajakan koalisi Golkar. Berbeda dengan para kiai di luar struktur partai, para pengurus PKB, kata Mahfud, cenderung ingin berkoalisi dengan Joko Widodo. Lewat pesan seluler, Mahfud mengirimkan jawaban penolakan ke telepon Aburizal Bakrie. "Saya bilang, silakan cari calon lain," ujarnya. Pesan itu belum berbalas.
Dua hari kemudian, rombongan Keluarga Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (KAHMI) menemui Aburizal di Menara Bakrie. Rombongan yang dipimpin bekas Ketua HMI Sulastomo dan bekas Menteri Keuangan Fuad Bawazier itu menyodorkan tiga nama yang mereka nilai layak menjadi wakil Aburizal: Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, dan Mahfud Md. Pertemuan itu tindak lanjut surat yang dikirim Mahfud sebagai Koordinator Presidium KAHMI.
Seusai pertemuan, Aburizal mengatakan dua nama pertama tak mungkin ia pilih karena mereka petinggi Golkar dan berasal dari luar Jawa. Golkar, kata Aburizal, sedang mencari wakil presiden dari Jawa karena ia berasal dari Lampung. "Cita-cita Golkar mewujudkan Aliansi Rakyat Bersatu," ujar Fuad Hasan Mansyur, Ketua Bidang Penggalangan Opini Golkar.
Menurut Aburizal, Mahfud, yang berasal dari Madura, Jawa Timur, sangat berpeluang menjadi wakilnya. Ia hanya tertawa ketika disinggung soal penolakan Mahfud terhadap tawarannya di Bali. "Pak Fuad ini hadir di Bali," katanya. "Membaca berita itu, kami tertawa saja."
Fuad Mansyur menolak menceritakan detail pertemuan di Bali tentang siapa yang pertama kali menawarkan koalisi. "Faktanya, Pak Mahfud meneken usul KAHMI itu," ujarnya. Menurut Mahfud, ia mengirim surat kepada semua calon presiden. Fuad mengatakan, setelah rombongan KAHMI pamit, Aburizal menerima Rhoma Irama dan "serombongan pengurus PKB".
Rhoma, pedangdut, masuk daftar calon wakil presiden dari PKB yang ditawarkan kepada calon-calon presiden, selain Jusuf Kalla dan Mahfud Md. Pertemuan dengan Rhoma dan pengurus PKB, kata Fuad, menunjukkan penjajakan koalisi PKB-Golkar digarap serius. Aburizal sendiri mengatakan akan kembali berkomunikasi dengan PKB untuk mendapatkan Mahfud.
Perburuan terhadap Mahfud dilakukan Golkar setelah penjajakan kepada beberapa nama tak membuahkan hasil. Di antaranya kepada Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan bekas Menteri Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indar Parawansa. Menurut Ketua Pemenangan Golkar Jawa Timur Zainuddin Amali, dua nama itu sudah didekati sejak sebelum pemilihan legislatif 9 April lalu.
Ketika ditemui, keduanya tak memberikan jawaban pasti dan menyerahkannya kepada pemimpin partai mereka. Soekarwo menunggu restu Ketua Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, yang saat itu sedang menggelar konvensi calon presiden. "Memang pendekatan kami baru sebatas individu, belum antarpartai," kata Zainuddin.
Setelah melihat hasil perolehan suara legislatif, Golkar mengarahkan koalisi kepada Partai Hati Nurani Rakyat. Partai itu mengusung bekas Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Jenderal Purnawirawan Wiranto dan pemilik Grup MNC, Hary Tanoesoedibjo. Golkar menilai Wiranto relatif mudah diajak berkoalisi karena pernah menjadi calon presiden dari Golkar pada 2004.
Menurut Wakil Ketua Umum Golkar Fadel Muhammad, koalisi dengan Hanura tinggal dideklarasikan seusai rapat pimpinan Golkar pada 1-3 Mei. Partai Keadilan Sejahtera, yang mendapat enam persen suara, kata Fadel, juga sudah menyatakan bergabung dengan menerima proposal jatah empat kursi menteri. Namun pernyataan Fadel dibantah Sekretaris Fraksi PKS Refrizal. "Kami belum memutuskan koalisi dengan siapa," ujarnya.
Sekretaris Badan Pemenangan Hanura Ahmad Rofiq juga menyangkal telah menerima pinangan Golkar. "Omong-omong memang sudah, tapi formalnya belum," ucapnya. Hanura, kata dia, masih berpegang pada pemberian mandat calon presiden kepada Wiranto, bukan turun menjadi wakil presiden. Menurut Fadel dan anggota Dewan Pertimbangan, Luhut Panjaitan, kesepakatan dengan Hanura bukan posisi wakil presiden, melainkan kursi menteri.
Calon lain yang pernah diincar Golkar adalah Pramono Edhie Wibowo, bekas Kepala Staf Angkatan Darat, adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut orang dekat Yudhoyono, Demokrat lebih senang berkoalisi dengan PDI Perjuangan ketimbang dengan Golkar atau Gerindra. Jika koalisi mengusung Joko Widodo tak tercapai, Demokrat akan membuat poros baru. "Mungkin saja saya ada di poros itu," kata Pramono Edhie.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Rusman Paraqbueq, Ananda Teresia, Fransisco Rosarian (Jakarta), Agita Sukma (Surabaya) berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Lamaran Tak Terjawab di Nusa Dua"