Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Babak Baru Kasus E-KTP
Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012 telah memasuki tahap penyidikan. Pada Selasa pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Sugiharto, pejabat pembuat komitmen proyek senilai Rp 5,9 triliun itu, sebagai tersangka pertama. Sugiharto adalah Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
"Ekspose penyelidikan terhadap paket penerapan e-KTP menemukan dua alat bukti yang cukup dan disimpulkan S (Sugiharto) sebagai tersangka," kata juru bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo. Komisi menjerat Sugiharto dengan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Johan mengatakan, jika dibutuhkan, Komisi akan memanggil Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk dimintai klarifikasi. Gamawan menyatakan siap dipanggil oleh penyidik. "Kalau ada masalah-masalah hukum, (saya) harus menghormati," ujar Gamawan di kantornya.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, sejak Rabu pekan lalu, Komisi menggeledah sejumlah tempat, di antaranya kantor Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, rumah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman, rumah Sugiharto, serta kantor PT Quadra Solution, perusahaan rekanan proyek itu.
September tahun lalu, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mengaku ikut menggelembungkan nilai proyek itu Rp 2,5 triliun bersama Bendahara Umum sekaligus Ketua Fraksi Partai Golkar, Setya Novanto. Ia juga menyebutkan Gamawan menerima fee. Tapi baik Setya maupun Gamawan membantah tuduhan itu.
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Jumat pekan lalu mencegah lima orang yang terkait dengan kasus itu atas permintaan KPK. Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan kelima orang itu adalah Sugiharto, Irman, mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Indonesia Isnu Edhi Wijaya, Direktur Utama PT Quadra Anang Sugiana Sudihardjo, dan Andi Agustinus. Andi disebut-sebut sebagai tangan kanan Setya, tapi Setya membantahnya.
Megaproyek Kartu Penduduk
Profil proyek: KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP)
Pemberi proyek: Kementerian Dalam Negeri
Waktu: 1 tahun 6 bulan (2011-2012)
Anggaran: Rp 5,9 triliun
Pelaksana Proyek
- PT Percetakan Negara Republik Indonesia (pencetakan)
- PT LEN Industri (alih teknologi, AFIS)
- PT Quadra Solution (peranti keras, peranti lunak)
- PT Sucofindo (bimbingan teknis)
- PT Sandipala Arthaputra (pencetakan)
Juni 2011
Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) menang tender dengan penawaran Rp 5,8 triliun.
5 Juli 2011
Konsorsium Lintas Peruri Solusi menggugat keputusan panitia lelang karena kalah meski nilai kontrak yang diajukan lebih rendah, yaitu antara Rp 4,7 triliun dan Rp 4,9 triliun.
23 Agustus 2011
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyatakan kemenangan konsorsium tak sah karena ditetapkan ketika peserta lain mengajukan keberatan.
14 November 2012
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan ada persekongkolan tender. KPPU mendenda konsorsium PNRI Rp 20 miliar karena bersekongkol dengan PT Astra Graphia dalam lelang.
7 Maret 2013
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan keputusan KPPU.
Diolah dari Pelbagai Sumber
Korban Baru Kekerasan Seksual di JIS
Korban kekerasan seksual di Taman Kanak-kanak Jakarta International School (JIS) bertambah satu orang. Kasus baru itu terungkap setelah seorang siswa sekolah tersebut bersama keluarganya mengadu ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada Rabu pekan lalu. Orang tua korban mengatakan anaknya telah mengalami kekerasan seksual sejak Februari lalu. "Dia mengalami lebih dulu dari korban yang sebelumnya melapor," kata Ketua KPAI Asrorun Niam.
Menurut Sekretaris Jenderal KPAI Erlinda, korban menunjuk satu dari dua tersangka kasus sebelumnya, Agun dan Awan, sebagai pelakunya. "Hanya satu yang ditunjuk, tapi berkali-kali," ucapnya Kamis pekan lalu.
Kepala Jakarta International School Timothy Carr enggan berkomentar soal adanya korban baru. "Itu belum pasti dan kami belum mendapat keterangan resmi dari pihak yang berwenang," ujarnya Kamis pekan lalu.
Kasus kekerasan seksual di JIS terjadi Maret lalu, tapi baru terungkap ke publik pada Senin dua pekan lalu. Polisi telah mencokok tiga petugas kebersihan yang diduga sebagai pelakunya, yaitu Agun, Awan, dan Afriska. Tapi polisi membebaskan Afriska karena tak ada cukup bukti.
Banding Bekas Presiden PKS Ditolak
Pengadilan Tinggi Jakarta menolak permohonan banding bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan ÂIsÂhaaq dalam kasus penambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan kasus pencucian uang. Hakim menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menghukum Luthfi 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider setahun kurungan badan.
Juru bicara Pengadilan Tinggi Jakarta, Ahmad Sobari, menyatakan majelis hakim yang diketuai Marihot Lumban Batu hanya mengubah lama kurungan pengganti denda menjadi delapan bulan. "Inti amar putusan penjaranya sama dengan putusan Pengadilan Tipikor," kata Sobari melalui pesan pendek, Jumat pekan lalu.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Luthfi terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman melalui Ahmad Fathanah, orang kepercayaan Luthfi. Ia menerima fulus itu ketika masih menjabat anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden PKS untuk mempengaruhi Menteri Pertanian yang juga kader PKS, Suswono, buat menambah kuota impor daging sapi 2013 yang diajukan PT Indoguna Utama. Ia juga terbukti melakukan pencucian uang dari hasil tindak pidana.
Selasa pekan lalu, jaksa KPK menuntut Maria empat tahun bui. Jaksa menilai Maria terbukti menyuap Luthfi. Jaksa Herry B.S. Ratna Putra mengatakan Maria tiga kali mengajukan permohonan penambahan kuota 8.000 ton menjadi 10 ribu ton, tapi selalu ditolak. Maria menganggap tuntutan itu terlalu berat. "Saya tidak bersalah. Itu terlalu tinggi."
Boediono dan Sri Mulyani di Sidang Century
Wakil Presiden Boediono dan Direktur Bank Dunia Sri Mulyani bakal bersaksi dalam sidang Budi Mulya pada 9 Mei mendatang. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu kini menjadi terdakwa perkara pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century.
Kepastian datangnya Boediono dan Sri Mulyani diungkapkan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, K.M.S. Roni, Kamis pekan lalu. Awalnya mereka akan bersaksi pada 2 dan 5 Mei mendatang. Namun, menurut Roni, keduanya memilih datang pada waktu yang sama, 9 Mei nanti. Akibat pengunduran jadwal ini, ketua majelis hakim Afiantara meminta jaksa mengisi dua hari itu dengan pemeriksaan saksi ahli.
Dalam dakwaan atas Budi Mulya, nama Boediono disebut berkali-kali karena memimpin berbagai rapat Dewan Gubernur BI yang memutuskan pemberian FPJP senilai Rp 689 miliar, yang dilanjutkan dengan penyetoran modal sementara untuk Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Adapun Sri Mulyani pada 2008 adalah Menteri Keuangan, yang juga menjabat Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan, yang memutuskan bahwa Century adalah bank gagal berdampak sistemik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo