Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Lisoi-lisoi, harap tertib

Gubernur sum-ut, ewp tambunan melarang pegawai negeri minum tuak dalam jam kerja, padahal lapo tuak bertebaran dimana-mana. sebab selain mengganggu pekerjaan juga tak baik bagi kesehatan. (dh)

7 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTENGAHAN bulan lalu Gubernur Sumatera Utara EWP Tambunan melarang pegawai negeri di daerahnya minum tuak yang biasa dijual di lapo-lapo (lepau) tuak. Terutama ketika masih jam kerja. Sebab selain mengganggu pekerjaan dinas (kalau mabuk), juga tak baik bagi kesehatan. Larangan ini ditujukan terutama bagi mereka yang tergolong suku Batak, karena kebiasaan minum tuak ini seperti diketahui sudah turun temurun bagi suku ini. Berkaitan dengan itu ratusan pemilik kedai minuman di Kotamadya Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah 20 Maret lalu dikumpulkan oleh pejabat kedua daerah. Berbagai wejangan diberikan. Pokok masalah apa akiBat yang bisa timbul dari kebiasaan orang minum minuman keras. Maka, sesudah bubar, pemilik kedai minuman itu pun tahu bahwa mereka kini ditertibkan. Baik di Sibolga maupun Tapanuli Tengah, sebagian besar pemilik kedai minuman tuak tidak mempunyai izin usaha. Jelasnya, dari 201 yang ada di Sibolga hanya 50 yang mempunyai izin -- sementara di Tapanuli Tengah 9 dari 405. Meminum minuman keras bagi banyak orang Tapanuli, merupakan kebiasaan yang dihubungkan dengan adat istiadat. Itulah sebabnya nyaris di setiap pojok di daerah Tapanuli ada kedai minuman tuak. Dan orang Tapanuli punbiasa berlisoi-lisoi -- santai -- minum tuak di kedai itu. Sementara setiap kali orang memberi hadiah kepada bayi yang baru lahir senantiasa berucap "Ini nak, sekedarnya untuk pembeli tuak natonggi -- tuak manis. Tuak natonggi tentu saja tidak ada. Malah, karena mempunyai kadar alkohol yang tak kalah banyak dibanding rata-rata bir misalnya, tuak tak jarang membuat orang mabuk. Khususnya di Tapanuli Tengah tahun lalu ada 112 kasus kejahatan yang timbul gara-gara orang mabuk. Tiga pemabuk bahkan mati ditikam pemabuk lain antara Desember tahun lalu sampai Pebruari tahun ini. Dari situ petugas kepolisian pun bertindak. Setelah dikumpulkan, pemilik kedai yang tidak mempunyai izin diharap menghentikan usahanya, sementara yang punya boleh jalan terus asal pintunya ditutup jam 22.00. Obat Masuk Angin Seperti biasa, ada penertiban, ada reaksi. Bagi sebagian orang Tapanuli, tuak disebut-sebut juga sebagai obat masuk angin. Karenanya wajar kalau kedai tuak diizinkan buka sampai lewat jam 10 malam, seperti dikatakan Lumbangaol, seorang pensiunan Camat yang kini menjadi pemilik salah satu kedai minuman yang hadir di lantai dua Kantor Bupati bulan lalu. Alasannya, nelayan pulang dari laut tengah malam. Sehabis bergelut dengan angin malam mereka butuh minuman yang bisa menghangatkan tubuh. Itu adalah tuak. Christian Sianturi, seorang di antara 201 pemilik kedai di Sibolga mengakui usahanya belum mempunyai izin. Tapi itu tidak berarti ia mengabaikan peraturan, katanya. "Sebab permohonan izin sudah saya ajukan sejak 1977." Mendengar cerita itu serta merta ada kawan Christian yang berkomentar "Jadinya kita ini seperti ikan masuk bubu." Maksudnya, ada kesan pertumbuhan kedai minuman di kedua daerah di Sumatera Utara itu selama ini memang dibiarkan oleh pemerintah daerah. Soal izin tidak dikutik-kutik sampai pemerintah mempunyai kepentingan untuk itu. Kesan semacam itu, apa boleh buat, cukup wajar. Namun, seperti dikatakan Dan Res Kepolisian 211 Tapanuli Tengah, Mayor Wydio Purnomo, "peraturan mengenai minuman keras sudah ada sejak 1898." Artinya, pemerintah yaitu polisi, memang punya dasar untuk melakukan penertiban jual beli atau peredaran barang tersebut. Lebih-lebih karena DPRD mendukungnya. "Produksi minuman keras itu dimaksudkan orang-orang tertentu untuk menjadikan rakyat negeri ini menjadi pemabuk sehingga lupa diri," kata anggota DPRD Tapanuli Tengah, Dangol Tobing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus