Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ELING Marsito sedang membereskan berkas permohonan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah serentak 2017 ketika menyadari berkas perkara Kabupaten Dogiyai, Papua, tak ada di tempat. Semestinya dokumen tersebut ada dalam lemari di aula lantai dasar gedung Mahkamah Konstitusi bersama 48 berkas permohonan serupa dari daerah lain yang terdaftar hingga 1 Maret itu.
Pada 1 Maret pagi itu, Eling langsung melapor ke bagian keamanan. Mereka lalu membongkar CCTV. Gambar dalam rekaman kamera pengawas itu membuat terperenyak. Dua anggota satuan pengamanan (satpam) secara terpisah menyelinap ke dalam ruangan dan mengambil segepok dokumen dari lemari pada 28 Februari dinihari. "Petugas keamanan lalu melaporkan kejadian itu kepada saya," kata Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah, Jumat pekan lalu.
Lima hari setelah pencurian berkas terungkap, Guntur dilapori lagi. Bagian keamanan MK memastikan ada berkas hilang. Bukan hanya berkas permohonan awal perkara Dogiyai dan surat kuasa dari pengacara, tapi juga daftar bukti perkara Aceh Singkil. Dua anggota satpam yang terekam dalam CCTV, Samsuar dan Edi Mulyono, mengaku mengambil berkas karena disuruh Rudi Heryanto, Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat MK.
Raibnya berkas itu terdengar sampai ke Dogiyai. Penggugat perkara, Marcus Waine, justru mendapat informasi tersebut dari salah seorang anggota tim sukses lawannya dalam pemilihan Bupati Dogiyai. "MK sudah diamankan. Jadi percuma menggugat," kata Marcus menirukan orang tersebut.
Berpasangan dengan Angkian Goo, Marcus memperoleh 35.599 suara atau 29,16 persen dari total pemilih. Mereka kalah dari pasangan Yakobus Dumupa-Oskar Makai, yang dicoblos 43.277 orang atau 35,44 persen pemilih. Dua pasangan lain mendapatkan suara di bawah mereka.
Merasa dicurangi, Marcus-Angkian menggugat hasil pemilihan dengan menunjuk, antara lain, Rio Ramabaskara sebagai kuasa hukum. Pada 24 Februari lalu, Rio memasukkan berkas permohonan awal dan surat kuasa ke MK. Dokumen itulah yang dicuri oleh dua anggota satpam, Samsuar dan Edi Mulyono, atas perintah Rudi Heryanto empat hari kemudian.
Tak percaya dokumen permohonannya hilang, Marcus segera menelepon Rio Ramabaskara, yang berada di Jakarta. Semula Rio tak percaya cerita kliennya. Keesokan harinya, 8 Maret, saat datang ke MK untuk melengkapi berkas permohonan, ia mendengar langsung dari Muhidin, Panitera Muda II MK.
Menurut Rio, saat itu ia sudah di depan meja petugas untuk menyerahkan lampiran bukti. Tiba-tiba Muhidin menghampiri dan mengajaknya bicara agak jauh dari meja tersebut. Muhidin meminta Rio membuat lagi berkas permohonan sengketa. "Saya tanya, berkasnya memang ke mana?" kata Rio.
Menurut Rio, Muhidin mengatakan berkas Dogiyai sedang dipinjam pimpinan MK untuk diteliti. Merasa jawaban itu ganjil, Rio langsung menembak Muhidin, "Berkasnya hilang, ya?" Muhidin, menurut Rio, menjawab ia juga mendengar hal yang sama. Tapi, kata Muhidin, berkas itu sebenarnya ada di tangan pimpinan.
Kepada Tempo, Muhidin membenarkan memberikan jawaban tersebut kepada Rio. Ia beralasan berkas permohonan perkara yang masuk memang mesti diteliti kelengkapannya. "Pimpinan kan bisa sekjen, hakim MK, panitera," katanya. Jawaban itu janggal karena berkas permohonan awal Dogiyai diketahui hilang sejak 1 Maret.
Tak puas dengan keterangan Muhidin, Rio meminta penjelasan Mahkamah Konstitusi. Pada 15 Maret, tim kuasa hukum bersama Marcus dan Angkian diterima Guntur Hamzah. Dalam pertemuan itu, Guntur menjelaskan bahwa berkas Dogiyai tidak hilang. Ia memperlihatkan sebuah berkas kepada rombongan. "Tapi itu berkas permohonan yang telah diperbaiki pada 8 Februari, bukan berkas permohonan awal," kata Rio.
Rio menganggap penjelasan Guntur berbelit-belit. Apalagi Guntur sempat menyinggung bahwa ia telah membentuk tim pemeriksa dan melaporkan kasus pencurian ke polisi pada 9 Maret. Tapi Guntur berkukuh mengatakan berkas permohonan awal tak hilang sambil mengacung-acungkan dokumen lain.
Setelah perkara pencurian menyita perhatian publik, barulah MK berterus terang. Ketua MK Arief Hidayat mengatakan berkas Dogiyai memang dicuri oleh kelompok Rudi. Adapun berkas Aceh Singkil dinyatakan ada. Akibatnya, Rudi, dua anggota satpam, dan seorang pegawai negeri bernama Sukirno dipecat. Sukirno berperan sebagai pembantu Rudi.
Belakangan, kepada Tempo, Guntur mengakui bahwa ia memang memperlihatkan berkas perbaikan saat kubu Marcus Waine menemuinya. Alasannya semata-mata karena tak ingin membuat gaduh. "Kalau bilang hilang, bisa gaduh. Padahal hilangnya berkas permohonan awal tak akan mengganggu persidangan," katanya. Sebab, sidang didasarkan pada berkas permohonan final, yang dimasukkan pada 8 Februari.
Di kantor polisi, Rudi mengaku kepada penyidik memerintahkan Edi Mulyono dan Samsuar secara terpisah untuk mengambil berkas permohonan dan memfotokopinya. Berkas itu bersama salinannya diserahkan kepada Rudi di gedung RRI, yang terletak di sebelah gedung MK, pada pagi harinya. Sebelum terbongkar, Rudi berencana mengembalikan berkas asli ke tempat semula.
Sampai di sini motif pencurian masih kabur. Juru bicara MK, Fajar Laksono, mengatakan lembaganya juga heran. Salinan berkas permohonan perkara pasti bakal diteruskan MK kepada Komisi Pemilihan Umum selaku termohon dan pemenang pemilihan kepala daerah sebagai pihak terkait. Berkas itu juga terbuka untuk publik setelah MK mengunggah ke situs web-nya.
Apalagi berkas yang dicuri bukanlah dokumen final, yang telah diperbaiki dan dilengkapi bukti-bukti, serta menjadi dasar persidangan. "Kami pun bingung," kata Fajar.
Rio Ramabaskara menuding Rudi disuap oleh lawannya untuk mengetahui lebih dini dalil dan bukti yang bakal dipakai di persidangan. Dengan begitu, lawan punya waktu lebih panjang untuk menyiapkan dalil dan bukti sanggahan.
Menurut seorang pegawai MK, Rudi mencuri berkas permohonan awal penggugat untuk difotokopi. Salinan itu bakal ia asongkan kepada para pengacara untuk mendapatkan uang. Modus ini, menurut sumber tersebut, sudah lama didengar banyak pegawai MK. Dengan mengantongi informasi dalam gugatan, pengacara kemudian datang kepada pihak terkait dan menawarkan pendampingan hukum.
Saat penggugat memasukkan berkas awal, biasanya pemenang pemilihan kepala daerah memang belum menunjuk pengacara. Ada tenggang waktu yang cukup panjang, dari masuknya permohonan awal hingga penyampaian salinan permohonan final kepada KPU dan pemenang pemilihan kepala daerah. Tenggang waktu tersebut mencapai tiga pekan. "Celah ini yang dimanfaatkan oleh Rudi," kata sumber tadi.
Kuasa hukum Yakobus Dumupa, Refly Harun, menyatakan pencurian berkas Dogiyai tak ada kaitan dengan kubunya. Ia menyatakan pihaknya tak mungkin melakukan hal tersebut karena mereka berpeluang besar menang di MK. Ini bisa dilihat, antara lain, dari kedudukan hukum lawan yang lemah. Perolehan suara kedua calon terpaut lebih dari 6 persen--melebihi angka toleransi 2 persen yang menjadi syarat mengajukan gugatan.
Rudi menolak menjelaskan motivasinya mencuri berkas. Kepada Tempo, dia mengaku dilarang berbicara oleh tim pemeriksa internal MK. "Saya sudah dihukum," katanya. "Saya dan keluarga jadi malu."
Anton Septian
Rio Ramabaskara menuding Rudi disuap oleh lawannya untuk mengetahui lebih dini dalil dan bukti yang bakal dipakai di persidangan. Dengan begitu, lawan punya waktu lebih panjang untuk menyiapkan dalil dan bukti sanggahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo