SEBULAN sudah tragedi Bintaro berlalu. Namun, masih banyak tanda tanya menggantung di seputar kecelakaan terburuk dengan korban terbesar dalam sejarah kereta api di Indonesia ini. Misalnya, siapa yang bertanggung jawab pada peristiwa itu? Menjawab pertanyaan ini, Kamis pekan lalu, Menteri Perhubungan Roesmin Noerjadin tampil di DPR. "Yang tertinggi, secara teknis yang bertanggung jawab adalah Menteri," katanya, di depan Komisi V DPR. Yang dimaksud Roesmin adalah Menteri Perhubungan. Menurut Roesmin, mula-mula yang bertanggung jawab adalah empat pegawai PJKA yang terlibat langsung dalam kejadian. Mereka adalah Adung Syafei dan Slamet Suradio, kondektur dan masinis KA 225. Kemudian Jamhari dan Umriyadi, PPKA (Pemimpin Perjalanan Kereta Api) Stasiun Sudimara dan PPKA Stasiun Kebayoran Lama. Mereka kini masih ditahan. Di atas keempat orang itu ada yang disebut Kepala Inspeksi, Kepala Eksploitasi, dan Kepala PJKA (Kepala Perusahaan Jawatan Kereta Api disebut juga Kaperjanka). Lebih ke atas ada Dirjen Perhubungan Darat, dan yang tertinggi adalah Menteri Perhubungan. Hanya saja, soal tanggung jawab itu, menurut Roesmin, tidak identik dengan salah atau benar. Keempat pegawai PJKA itu, misalnya, dianggap bertanggung jawab langsung pada kecelakaan. Apakah mereka bersalah? Jawabnya tegas, "Pemerintah secara konklusif belum memutuskan siapa yang bersalah." Penegasan Menteri itu tampaknya merupakan ralat pernyataan resmi Departemen Perhubungan sebelumnya. Pada 29 Oktober yang lalu, atau sepuluh hari setelah kecelakaan itu, Sekretaris Ditjen Perhubungan Darat Gatot Sudjantoko, Kepala Humas Departemen Perhubungan Baharuddin Wahab, dan Kaperjanka Soeharso, memberi penjelasan di kantor Departemen Perhubungan, tentang sebab tabrakan di Pondok Betung Bintaro, Jakarta Selatan, itu. Sekalipun disebutkan bahwa kasus masih dalam pemeriksaan tim Gappka (Gabungan Penyelidik Peristiwa Kecelakaan Kereta Api), telah diperoleh kesimpulan sementara: tabrakan itu terjadi akibat kesalahan empat pegawai kecil PJKA tadi. Setelah itu, reaksi keras pun bermunculan. Bomer Pasaribu, anggota komisi V DPR, misalnya, melihat bahwa terjadinya kecelakaan tersebut erat kaitannya dengan melemahnya disiplin dan tanggung jawb di kalangan pegawai PJKA. Anehnya, yang dinyatakan bersalah cuma empat orang. "Mana tanggung jawab karyawan yang lain ?" tanyanya. Melihat reaksi masyarakat itu, sikap PJKA maupun Departemen Perhubungan tampaknya kemudian melunak. Dalam acara dengar pendapat Komisi V dengan PJKA, 5 November yang lalu, Ketua Tim Gappka, Kolonel Soeharso menyebut bahwa tersangka yang dianggap bertanggung jawab pada tragedi Bintaro menjadi lima orang, bertambah dari empat orang yang disebut sebelumnya. Orang baru itu adalah Inang Soleman, karyawan honorer di stasiun Sudimara. Inang-lah yang melangsir KA 225 pagi itu. "Ia bersalah karena ia tak berhak melangsir," kata Kolonel Soeharso. Anehnya, pekan lalu, di DPR, Menteri Perhubungan mempertegas bahwa yang sedang diperiksa Gappka cuma empat orang lama Inang sudah menghilang. Itu ditegaskan lagi oleh Kaperjanka Ir. Soeharso kepada TEMPO. "Relis dulu itu sebetulnya bukan vonis, tapi cuma kesimpulan sementara," katanya. Sekalipun kini Roesmin Noerjadin mengatakan turut bertanggung jawab secara teknis, belum diungkapkan olehnya bagaimana bentuk tanggung jawab itu. "Kita lihat saja nanti," katanya kepada TEMPO ketika keluar dari gedung DPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini